4. Yang ditunggu-tunggu

101 42 76
                                    

"AAAA!!"

Teriakan Epti mengakibatkan semua orang terkejut. Misalnya saja Fatonah yang sedang memasak langsung lari menghampirinya dengan spatula yang masih berada di kepalan tangannya.

Rani yang saat itu sedang mencuci, tanpa membasuh tangan pun ikut lari bersama Fatonah.

"Aduh," ringis Aida dan Nayla bersamaan. Kepala mereka kejedot meja karena sedang mencuri makanan hasil masakan Fatonah yang ditaruh di atas meja. Mereka sedang bersembunyi di bawah meja dan diam-diam menyantap makanan tersebut tanpa aba-aba.

"Ada apa wey?!" panik Rahma.

"Iya, kaget gue eh!" timpal Rani.

"Tau nih, si Epti! Kenapa sih pagi-pagi udah teriak kayak gitu?" gerutu Madin pada Epti.

"Ini ... ini ...." Epti mengedarkan pandangannya, ia melotot sambil menangkup pipi dengan kedua tangannya.

"Ke-kenapa?" Nayla yang melihat Epti seperti itu spontan mendekat dan memeluk tangan Fatonah. Ia takut, jangan-jangan Epti melihat makhluk selain manusia di sini.

"Ini Malaysia?! Kita sedang berada di Malaysia? Hiks, gak nyangka banget sih gue bisa nafas di negeri ini, huwaaa ...."

Semua orang yang mendengar jawabannya hanya menatap datar Sang sumber suara. Mereka tersenyum nanar, ingin marah namun ia adalah sahabat mereka. Ingin memaki tapi tiada dendam di hati.

"Dah lah. Kuy kita makan, gue udah masakin makanan kesukaan kalian. Hari ini menunya spesial, itung-itung syukuran karena ada yang baru aja dapat hadiah dari mang Malay. Ekhem," ucap Fatonah yang diakhiri dengan kekehannya.

"Oh ... jadi pacar baru ya, witwiw," kata Rahma menggoda Rani.

"Apaan sih, gue kan cuma nemuin coklat di koper gue. Kali aja kan orang lain yang taruh tuh coklat, bukan dia," elak Rani. Padahal ia berharap coklat misterius itu pemberian dari Soldi.

"Loh? Tahu sama tempe kriuknya kok tinggal sedikit?" ucap Fatonah terheran-heran setelah sampai di dapur. Ia kemudian menatap dua insan yang suka sekali makan.

Jangan tanyakan ekspresi Aida dan Nayla ketika sedang ditatap Emak angkatnya. Mereka meneguk saliva dengan susah payah, mereka tahu apa yang akan terjadi setelah ini.

"Uang jajan kalian saya batasi. Untuk hari ini hanya satu jatah uang jajan untuk kalian berdua," tegas Fatonah.

Ya, begitulah. Jika Emak telah marah, bahasanya pun berubah. Tapi hukuman kali ini berbeda, biasanya jika mereka berbuat kenakalan hanya dihukum sit up atau squat jump, seperti hukuman sekolah.

Namun, mereka tidak bisa membantah. Tiada keberanian, hanya bisa menunduk tanpa menatap Sang Emak. Beruntung saja Aisyah, Candra, Sonia dan Tari pulang dari kedai membawa lauk-pauk untuk mereka makan.

***

Sekarang adalah saat yang ditunggu-tunggu, menjenguk dan menjemput Zahra agar ikut pulang bersama mereka. Tak seru rasanya jika salah satu dari mereka tidak ikut berkumpul. Mereka sekarang sedang berada di ruang RS tempat Zahra dirawat.

"Telah dua tahun Zahra dirawat, namun tidak ada perkembangannya sama sekali," ujar Ibunya Zahra dengan mata yang sayu.

Ntah bagaimana cara menyembuhkannya. Tapi mereka berharap ingatan Zahra akan kembali sekarang juga, mereka tak mau Zahra terus-terusan sakit. Satu saja diantara mereka yang sakit, maka yang lain pun akan merasakannya.

"Zahra ... lu pasti inget kita kan? Kita sahabat lu, dari dulu kita selalu kumpul. Membuat kenangan agar bisa diceritakan untuk masa yang akan datang. Ayo balik ke Indo, Zah! Agar kita gak berjauhan lagi," lirih Candra. Sudah beberapa kali mereka berbicara kepada Zahra.

Akan tetapi, Zahra hanya menatap mereka. Ia merasakan ada suatu ikatan bersama mereka dan merasa ada bayangan wajah mereka dalam ingatannya. Ia bingung. Bahkan orang yang mengaku sebagai ibunya selama dua tahun ini, belum bisa Zahra ingat sepenuhnya. Selama ini, ia hanya menjalankan semua yang diperintahkan ibu, ayah, dan juga dokter tanpa mengetahui apapun.

[Halo, gimana keadaannya sekarang?] tanya seseorang yang berada di Indonesia.

"Masih belum pulih ingatannya. Lagian, lu kenapa gak ikut aja kesini sih?" tutur Sonia.

[Oh, belum ya. Padahal gue di sini terus berdo'a buat kesembuhannya. Kan udah gue bilang, kalau gue itu gak bisa ke sana karena mamih lagi sakit, gak ada yang jaga,] jelas Sri.

"Ya udah, makasih do'anya, ya! Jangan bosen berdo'a buat dia. Dan semoga mamih lu cepet sembuh, aamiin ...."

[Iya, aamiin ....]

'Zahra, gue kangen sama lu. Moga aja kita bisa ketemu secepatnya,' batin Sri.

"Zah, lu jawab dong perkataan dari gue. Gue rindu lu yang suka lihat drakor, kehebohan lu kalau lihat tv, gue kangen banget sama lu ...." Deraian air mata keluar dari pelupuk Aisyah ketika mengenang masa lalu yang begitu indah. Begitupun yang lainnya, mereka ikut menangis.

Tari mengeluarkan satu bingkai foto kebersamaan mereka yang selalu ia bawa. Setetes air matanya menetes pada foto itu.

Zahra melihat foto yang dipegang Tari, ia merebut dan menatap lekat foto tanpa berkedip.

"Syalma ...," ucapnya pelan.

"Apa Zah? Lu bilang apa barusan? Syalma?" ucap Rahma. Ia terkejut sekaligus senang mendengarnya. Semua orang bersorak gembira atas ucapan Zahra.

Zahra mengangguk mantap. Tidak tahu mengapa ia refleks menyebutkan nama itu setelah melihat wajah orang yang memakai hijab biru navi.

Fatonah dan kawan-kawan memeluknya tanpa pemberontakan sama sekali. Padahal tadi saat mereka baru datang dan akan memeluknya, ia memberontak keukeuh tidak mau. Sesaat kemudian hatinya perih jika mengingat nama itu.

"Aw, sakit. Kepalaku ...," ringisnya. Ia meraung kesakitan sambil memegang kepala.

"Panggilan dokter, cepet!" titah Ibunya Zahra.

"Dokter! Dokter!" panggil Nayla.

*
*
*
*
Kira-kira apa yang terjadi sama Zahra ya?🤔
Terimakasih para reader sama yang udah vote and komen^^
Krisannya saya tunggu ya Teh, Kang🙏

A Trip for Memories(Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang