Awal Sebuah Akhir

41 10 10
                                    

          Seorang wanita terlihat sedang duduk di depan meja makan, berusaha menikmati sarapan sebelum ia harus berangkat ke kampus. Suasana hatinya terlihat kontras dengan suasana di pagi itu yang cerah. Daun-daun mulai berubah warna menghasilkan gradasi warna yang indah tanda musim gugur telah dimulai.

          Wanita itu memakai sepatunya lalu berjalan keluar rumah, mengunci pintu, dan berbaur dengan warga lainnya yang mulai memadati jalanan di pinggiran kota. Terus mengulang hal yang sama setiap hari sungguh melelahkan pikirnya.

          Tak lama ia sudah sampai di depan kelasnya, "Huh." Ia menarik nafas lalu berjalan masuk ke dalam kelas, mengikuti kelas seperti biasanya. Setelah kelas berakhir ia akan berkunjung ke perpustakaan, mencari rak bertuliskan Novel, meminjamnya, dan pulang ke rumah.

          Rumah itu begitu gelap saat ia datang, bahkan ketika ia menyalakan lampu masih terasa kesunyian di rumah itu. Ia mengeluarkan novel yang dipinjamnya dari perpustakaan kampus, lalu duduk di depan meja kerja.

          Mencoba mencari inspirasi untuk menulis dari novel yang dipinjamnya. "Aku tidak sanggup melakukannya," serunya setelah berdiam di depan laptop sangat lama "Bisakah aku hanya mengakhirinya saja." Ia bergumam pada dirinya sendiri.

          Kegiatan itu berakhir dengan ia hanya menatap lembar kosong di laptopnya seperti hari-hari sebelumnya. Tulisannya terhenti di bab terakhir, ia seperti kehilangan minatnya dalam menulis. Entah harus mengakhiri novel itu seperti apa.

          Di malam yang sunyi, ia mendengar suara kucing. Suara itu terus terdengar seperti meminta pertolongan. Benar saja, saat ia keluar rumah terlihat seekor kucing yang tergeletak di tengah jalan seperti habis tertabrak.

          Ia terpaku lantas berjalan perlahan ke tengah jalan, ingin menolong kucing itu dan segera menghilangkan rasa sakitnya. Tanpa ia sadari sebuah truk menabraknya hingga ia terpental.

          Kejadian itu terjadi begitu cepat hingga ia bahkan tak sempat menyadari apa yang terjadi. Dunianya seperti diputar balik 360 derajat lalu terbaring menghantam aspal keras. Tulang-tulangnya seperti dipatahkan secara bersamaan.

          Di tengah rasa sakitnya, ia mulai menyadari darah segar mengalir dari kepalanya. Ia ingin menyeka darah itu, tetapi tubuhnya seakan bukan miliknya, tangannya tidak bisa digerakkan sama sekali. Matanya hanya memandang langit malam yang gelap, tidak ada bintang disana.

          Pandangannya perlahan mulai menggelap. Sedikit demi sedikit. Sebelum ia tak sadarkan diri ia hanya mendengar suara ambulance. "Apakah ini sudah berakhir ?", pikirnya.

×××

          "Apa keluarga dari pasien itu sudah dihubungi ?" Tanya seorang suster di ruang tunggu.

          "Aku sudah mencoba menghubungi keluarganya melalui surel," ucap suster lainnya "Kondisinya bukankah sangat kritis ?" Ucap suster itu sambil menatap prihatin ke arah ruang perawatan.

AforismeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang