Met you by chance

22 8 3
                                    

          Hari itu hari pertama masuk sekolah setelah liburan musim gugur. Yume sedari pagi sudah semangat bersiap ke sekolah lalu menyiapkan sarapan untuknya sendiri. Ia memang tinggal sendiri karena keluarganya tinggal di luar negeri.

          Ia mulai memakan sarapannya sembari memandangi dedaunan yang mulai kecoklatan, "Ah indahnya," ia menghirup udara pagi itu "Udaranya juga segar."

          Setelah sarapan Yume buru-buru mengambil sepedanya. Ia mengayuh sepedanya sambil menikmati udara pagi yang segar. Hari itu langit sangat cerah dan suasana hatinya sangat baik. Gerbang sekolahnya mulai terlihat, tetapi ia malah berbelok ke arah gang dekat sekolahnya.

          Yume memperlambat laju sepedanya lalu berhenti di depan sebuah kardus. Kardus itu tergeletak di pinggiran jalan gang yang sempit tetapi cukup terlindungi. Ia menyandarkan sepedanya di dinding dekat kardus itu, mengeluarkan sekaleng makanan kucing dan botol air minum dari dalam tasnya.

          Matanya berbinar melihat anak kucing yang lucu, "Aah kalian sangat lucu," Seru Yume sesekali mengusili anak-anak kucing itu, "Tolong jangan cepat besar." Ia memberi makan anak-anak kucing itu lalu menuang air ke tempat yang sudah ia sediakan di dalam kardus.

          "Sial aku hampir telat!" Yume berseru kaget ketika melihat jam tangannya. Lalu terburu-buru menutup kembali kardus tempat kucing-kucingnya tinggal. Ia lantas berbalik dengan cepat sebelum menyadari kalau ia akan menabrak seseorang dan hampir saja terjatuh jika pria itu tidak sigap menahan tubuhnya.

          Pria itu menatap Yume khawatir, "Kau tidak apa-apa ?" Lalu membantu Yume berdiri.

          "Maaf aku tidak melihatmu. Aku sedang buru-buru." Yume berseru kembali melihat jam tangannya sebelum kembali terkaget lalu buru-buru mengambil sepedanya dan berlari ke luar gang.

          Ia tiba tepat saat gerbang sekolahnya hendak ditutup, "Hah..hah..hah.." Yume mencoba mengatur napasnya setelah berlari sekuat tenaga agar tidak terlambat "Hampir saja aku terlambat, ah sial, tetap saja pasti guru matematika rese itu sudah di kelas sekarang."

          Ia berjalan ke arah parkiran sepeda sambil menggerutu. Setelah memarkir sepedanya dengan baik Yume berlari menuju kelas secepat mungkin. Disaat seperti ini ia sangat menyesali kenapa kelasnya harus berada di lantai tiga

          "Sial. Kenapa kelas 12 harus berada di atas sana." Gerutunya sambil berlari dengan hati-hati menaiki tangga.

          "Hah..hah..hah..hah.." lagi-lagi ia harus mengatur napasnya setelah menaiki tangga dari lantai satu. Setibanya di depan pintu kelas, benar saja, di dalam kelas guru rese itu sudah mulai menjelaskan materi hari ini, "Sial," Entah sudah keberapa kalinya ia mengumpat.

          "Tuhan tolong selamatkan aku hari ini saja, aku tidak ingin dihukum dihari pertamaku."

          Ia menarik napas sesaat sebelum bersiap membuka pintu kelas. "Maaf sensei saya terlambat."

          "Apa liburanmu belum cukup ?"

          "Dasar guru rese." Tetapi kalimat itu hanya berani ia ucapkan di dalam kepalanya.

          "Maaf sensei. Saya... saya..." Disaat seperti ini ia tidak bisa memikirkan alasan apapun. Ia sangat gugup.

          Pintu kelas diketuk kembali. Anak laki-laki yang tadi menyelamatkanku muncul dari balik pintu.

          "Apa kau murid baru itu ?"

          "Iya. Selamat pagi sensei."

          "Yume silahkan duduk, anggap saja anak baru ini membantumu di hari pertamanya."

          Setelah mendengar itu Yume dengan senang hati menuruti, itu artinya ia tidak perlu mendapat hukuman hari ini, ia berjalan ke arah kursi kosong yang masih tersisa setelah sebelumnya mengangguk dan tersenyum manis kepada sensei yang menjadi sok akrab dengan murid baru itu. Yah walaupun senyuman itu hanya dibalas dengan muka datar oleh si guru rese.

          Ia duduk di bangku kosong yang ada di deretan keempat, "Padahal aku ingin duduk di bangku depan." Pikirnya. Tetapi karena bangku itu tepat di samping jendela maka ia memaafkan keterlambatannya. Bagaimanapun anak-anak kucing itu juga sangat lucu.

          Setelah perkenalan yang singkat Yume mengetahui nama pria itu Miyazaki Yuki dan sekarang menempati bangku yang ada di belakang Yume.

          "Karena Yuki masuk pada akhir semester ini ia akan kesulitan menyesuaikan pelajaran. Karena itu Yume kau harus membantunya, bagaimanapun kau berutang padanya hari ini."

          Mata Yume seketika membulat. Bagaimana mungkin, ia yang sebelumnya tidak pernah memiliki teman. Ia merasa keberatan sontak menggelengkan kepalanya, "Tapi saya memiliki banyak kegiatan lain sensei."

          "Atau kau dihukum karena terlambat hari ini."

          Mendengar kalimat Yume terpaksa mengangguk, menyetujui kesepakatan yang dibuat sebelah pihak ini meski ia sudah mulai mengucapkan sumpah serapah kepada guru itu. Sekali lagi, ucapan itu hanya ada di dalam kepalanya.

×××

          Setelah sekolah berakhir Yume kembali bersemangat hendak bertemu dengan kucing peliharaannya. Ia berlarian di lorong kelas yang ramai, tubuhnya yang kecil dengan lincah menyalip anak-anak lainnya.

          Setelah mengambil sepedanya, dengan cepat ia sudah sampai ke gang tempat anak-anak kucing itu ia simpan. "Hei apa yang kau lakukan dengan kucing peliharaanku." Hardiknya marah begitu sampai di gang tempat ia menyimpan kucing-kucing itu.

          Yuki berbalik bingung, "Apa ini kucing peliharaanmu ?"

          "Tentu saja, mau kau bawa kemana mereka ?"

          "Pulang."

          "Kau tidak bisa mencuri peliharaan orang lain begitu saja." Yume sedikit menaikkan nada suranya.

          "Kenapa tidak kau bawa kucing-kucing pulang kalau ingin memelihara mereka."

          "Bukan urusanmu." Balasnya sengit.

          "Bagaimana kalau aku membawa kucing-kucing ini sebagai jaminan ? Aku janji kucingnya akan ku rawat."

          "Sejak kapan aku berutang ?"

          "Kau lupa ? Sensei bilang kau berutang padaku hari ini."

          Ah sial.

          "Aku tidak akan ingkar janji, aku akan mengajarimu." Ucap Yume semeyakinkan mungkin.

          "Tetap saja aku butuh jaminan."

          "Tapi tidak dengan kau bawa anak kucingku."

          Beberapa siswa yang hendak pulang  melirik penasaran ke arah gang. Ini memalukan untuk Yuki. "Hei.. hei.. tenang saja. Aku akan merawatnya dengan baik."

          "Bagaimana aku tau kau berbohong atau tidak." Lagi-lagi Yume mengeluarkan aura peperangan.

          Yuki sedikit tersinggung mendengar kalimat Yume, "Hei.. enak saja.. aku tidak pernah tidak menepati janjiku."

          "Kau harus membuat aku percaya kalau begitu."

          "Bukannya disini kau yang memiliki utang ? Jaminannya adalah anak kucingmu. Aku tidak ingin berdebat." Yuki memasang senyum sinisnya membalas aura peperangan Yume dengan aura perlawanannya. "Aku pulang." Yuki berbalik, berjalan semakin masuk ke dalam gang sempit itu, meninggalkan Yume dengah wajah merahnya.

AforismeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang