4. Telepon

103 9 0
                                    

Keberangkatan Rey ke Singapore berlangsung 2 jam yang lalu. Elena yang baru saja pulang dari bandara memilih pergi ke rumah Diva untuk mengurus beberapa pekerjaannya.

Bel pintu masuk ia tekan berkali-kali. Dan tak lama munculah Diva dari balik pintu.

Nampak Diva sedikit terkejut atas kedatangan Elena. "M-miss? Apa ada hal penting? Kau tidak perlu repot-repot datang kemari. Aku bisa saja menemuimu bila kau butuh sesuatu." Ujarnya masih dengan wajah kaget campur bingung. Pasalnya ini pertama kalinya Elena datang ke rumahnya.

"Ah, tidak apa-apa. Aku hanya ingin mampir sekaligus mengurus pekerjaan ku denganmu. Lagipula ada mereka yang mengantarku." Jawab Elena menoleh sekilas pada bodyguard-nya di akhir kalimat.

Diva tersenyum kaku." Mari masuk." Gadis itu menyingkir kesamping memberikan akses Elena untuk masuk.

Mereka berjalan menuju ruang tamu dan duduk anggun di sofa. Dengan kaki yang disilangkan Elena berbincang serius dengan Diva mengenai undangannya di salah satu show talk.

"Oh, ya kosongkan jadwalku untuk akhir pekan. Aku ada janji untuk bertemu Helen."

"Baik, miss" ucap Diva.

Tak selang beberapa lama seorang maid datang membawa nampan berisi teh hangat. Maid tersebut pergi setelah aktigitasnya disitu selesai.

Diva lantas mempersilahkan Elena untik minum. Cuaca hari ini sedikit dingin. Jadi ia merasa teh hangat cocok untuk diminum pada suasana seperti ini.

"Thank you!" Ujar Elena setelah menyeruput sedikit teh itu.

"Ah, ya. Bisakah untuk beberapa hari ini kau menginap di rumah ku?" Tanya Elena.

"Sure. Tapi biar kutebak, itu pasti karena tuan Rey khawatir padamu?"

Elena mengngguk. "Hmm, sebenarnya aku bisa saja tinggal sendiri. Toh juga ada maid dan bodyguard yang mengawalku. Tapi kau tahu kan, Rey tetap khawatir jika aku tak bersamanya. Jadi aku melakukan ini agar dia di sana bisa tenang mengurus pekerjaan dan cepat pulang. "

Diva hanya bisa tersenyum. "Beruntung sekali kau memiliki kekasih seperti tuan Rey."

Elena terkekeh. Mereka lantas berlanjut membahas obrolan lain. Hingga saat sore tiba, Elena bersiap pulang dan Diva ikut dengan wanita itu.

Elena masuk ke dalam rumahnya dan mempersilahkan Diva untuk menuju kamar khusus tamu. Sembari menunggu asistennya itu selesai dengan kegiatannya, Elena memilih menuju dapur dan menyuruh para maid untuk menyiapkan makanan.

Usainya, ia mendudukan diri di sofa dan melihat-lihat majalahnya yang baru saja selesai cetak.

Elena tersenyum, "Nggak nyangka aku bisa jadi seperti ini." Gumamnya dengan kekehan kecil. Membayangkan dirinya dulu sebagai gadis buruk rupa membuatnya tertawa geli. Memang perubahan itu ada. Tapi memang membutuhkan proses dan waktu. Itulah pelajaran yang Elena ambil dari kehidupannya.

"Jam berapa ya? Rey udah makan apa belum sih?" Ujarnya meletakkan majalah dan berganti mengambil ponsel.

Wanita itu menekan nomor milik Rey dan menelepon kekasihnya itu. Tak selang beberapa waktu, Rey menjawab panggilan dsri Elena.

"Iya, rish. Ada apa?" Tanya suara di seberang jauh sana.

"Kamu sibuk? Aku ganggu nggak? Udah makan? Sekarang lagi ngapain?"

Terdengar tawa setelah Elena pertanyaannya selesai.

"Aku nggak sibuk. Kamu juga nggak ganggu. Aku udah makan barusan, sekarang lagi baca ulang berkas."

Elena tersenyum. "Pulang dari sana bawain aku oleh-oleh ya, tadi di bandara aku lupa bilang."

"Mau oleh-oleh apa?" Tanya Rey.

"Apapun, asal kamu yang ngasih aku terima."

"Duh, jadi manja banget ni tuan puteri." Kekeh Rey diakhir kata.

"Cuma sama kamu doang manjanya. Jadi gapapa kan," balas Elena.

"Haha, ngomong-ngomong kamu di situ baik-baik aja kan? Ada masalah?"

"Astaga Rey, kalo aku masih bisa telepon kamu ya artinya baik-baik aja. Jangan terlalu khawatir, percaya sama aku."

"Maaf, aku cuma mastiin."

"Maaf tuan, mohon tidak nyalakan ponsel ketika di pesawat."

"Ah, iya maaf."

"Loh, aku baru ingat kalau kamu masih di pesawat. Yaudah kalau gitu, aku tutup teleponnya. Nggak enak juga sama Diva aku kacangin di kamar sendirian."

"Hum, jaga kesehatan."

"Kamu juga. Bye!"

"Bye," ucap Rey lalu mematikan sambungan telepon.

Elena menyimpan benda pipih itu di saku. Kemudian ia berdiri dan melihat para maid yang bertugas di dapur.

"Masak apa hari ini bi?" Tanya Elena pada salah satu maid yang memang berasal dari indonesia.

"Seperti biasa nya, atau nyonya ada request dimasakin sesuatu?"

Elena berpikir sejenak. "Sebentar, ya bi." Ucap Elena kemudian pergi dari sana dan berjalan menuju kamar Diva.

Pintu terketuk beberapa kali dan akhirnya dibuka. "Kamu mau makan apa, Div?" Tanyanya.

"Eh, nggak apa-apa miss. Saya bisa pesan diluar." Tolak halus Diva.

"Ck, jangan sungkan-sungkan. Cepat bilang, anggap saja seperti rumah mu sendiri."

"Eum...burrito aja kalau gitu, miss". Jawab Diva malu-malu.

"Okay, mau ikut ke bawah atau di sini?"

"Ke bawah, saya mau bantu-bantu sedikit. Hitung-hitung belajar masak kalau nanti sudah berumah tangga."

Mereka lantas pergi bersama menuju dapur.

·
·
·
Hehe baru up, mianhae :<

The light of miseryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang