34. Cacian Amel

10.7K 729 28
                                    

Happy Reading :)
.
.
.

Buat apa membanggakan suatu hal jika kita tidak bisa memiliki hal itu untuk selamanya.

ᴬᵘᵗʰᵒʳ —ᵃᵈᵃʳᵃˢᶠʸ-

.
.
.

Seminggu berlalu, Dira sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Perban yang ada di kedua pipi juga telah dilepas. Walau luka sayatan itu masih terlihat bekasnya.

Kadang Dira merasa tak pe-de untuk bertemu orang lain. Tapi Bundanya berkata kalau luka itu nanti akan segera hilang karena ia sudah memberikan obat penghilang bekas luka pada Dira.

Kemarin malam Dira akhirnya berhasil membujuk ketiga laki-laki yang melarangnya untuk pergi ke sekolah selama dua jam merayu, dengan bantuan sang Ayah tentunya.

Dirga dan Lita memutuskan untuk tetap di Indonesia selama beberapa bulan. Dira yang mengetahui itu bahagia bukan main.

"Bang!!!"

"Bentar." Davin berlari menuju kamar Dira, adiknya itu pagi-pagi buta sudah berteriak saking semangatnya ingin sekolah.

"Ra, ini masih jam setengah enam!!" ujar Davin, tas sekolah miliknya ia sampingkan sebelah bahu. Baju seragam putih yang ia pakai juga tidak dimasukkan kedalam celananya. Dasi pun tak ia bawa. Bodo amat katanya.

"Ya biarin aja, Dira pengen ke sekolah sekarang. Koma gak pake titik!"

Davin harus sabar menghadapi Dira yang sudah seperti macan mengamuk. Lihatlah adiknya itu, terlihat rapi dan harum sekali. Berbeda dengan dirinya yang sempat mandi bebek saja. Tidak lebih dari empat menit.

Cuci muka. Sikat gigi. Basahin rambut. Selesai.

"Pagi-pagi udah ribut, kenapa si kalian?" tegur Lita sembari menggelengkan kepalanya.

"Tuh anak Bunda!" Davin menunjuk Dira dengan gerakan dagu.

"Aku mau berangkat sekarang, Bun."

"Ini masih pagi sayang, mau ngapain emang?"

"Dira mau ngelepas rindu sama sekolah, lagian hari ini Dira ada jadwal piket, Bun."

"Gak sarapan?" tanya Lita lagi.

"Enggak, Bun, nanti aja disekolah."

Lita menatap Davin. "Ya udah, sana berangkat. "Jika Lita tidak mengakhiri sekarang, maka akan semakin panjang perdebatannya.

Dengan perasaan dongkol, Davin mengambil kunci motor miliknya yang tergantung di belakang pintu.

Davin keluar lalu menyalakan mesin motor dan menaruh tas-nya di bagian depan. "Kenapa gak bareng Arlan aja si," gumam Davin, yang terdengar oleh Dira.

"Kalo sama Kak Ar pasti gak akan dibolehin pagi-pagi gini!!" ujar Dira lalu memasang helm di kepalanya.

"Heyy, anda pikir saya ngebolehin?" sindir Davin berbicara formal.

"Nih buktinya kita berangkat." Dira berbicara sangat polos membuat Davin menggeram, jika bukan adiknya sudah habis Davin mutilasi. Davin masih mengantuk akibat menonton film action tadi malam. Ia juga tidur di jam tiga subuh, dan Dira membangunkan dirinya di jam lima.

ARLANDIRA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang