1. Prolog

101 24 11
                                    


Kehidupan itu setiap harinya adalah peperangan antara yang haq dan yang bathil. Yang mana yang akan kita ikuti? Nafsu atau Wahyu?

🌸🌸🌸🌸


Mentari pagi hari ini sangat cantik, sinarnya mulai menerobos gorden jendela kamar bernuansa biru yang dihuni oleh seorang gadis yang kini sedang mematut dirinya didepan cermin.

Ia memandang dirinya. Mata coklatnya yang sayu, wajahnya yang pucat, tak pernah terbesit dalam pikirannya untuk merias wajahnya sedikitpun karena menurutnya untuk apa dandan cantik kalo hanya untuk terlihat menarik?

Ia memutar tubuhnya yang mungil ke kiri ke kanan meneliti penampilannya dari atas sampai bawah, dari depan sampai belakang. Gadis itu memakai seragam dilengkapi dengan kerudung segiempat yang diikat asal ke belakang, tak lupa juga dengan tas yang hanya berisi beberapa buku saja ia gendong sebelah tangan.

Tak ada yang mengesankan. Namun menurutnya memang tidak ada yang salah dari penampilannya ini. Tak ada garis garis keceriaan diwajahnya. Keceriaan yang sangat identik diwajahnya dulu, telah direnggut oleh kenyataan dan waktu.

'Datar' kata itu bahkan kurang mendeskripsikan keadaannya saat ini. Ia tak habis pikir, sampai kapan ia akan bisa bertahan untuk menjalani hidupnya yang sangat monoton ini. Ingin berakhir pun rasanya ia tak mau, namun untuk melanjutkan pun masih terlintas banyak keraguan dalam dirinya.

Setelah merasa siap, ia kemudian keluar dari kamar tercintanya menuju meja makan untuk sekadar mengganjal perut kosongnya. Keadaan rumahnya sepi seperti biasa. Ayahnya yang super sibuk itu sedang ada urusan diluar kota, ibunya juga sibuk dengan pekerjaan-pekerjaannya, sedangkan kakaknya sedang menuntut ilmu di salah satu perguruan tinggi Mesir, sehingga menyisakan ia bersama seorang pembantu yang memang sudah bekerja lama di keluarganya.

"Selamat pagi, Neng. Itu sudah bibi buatkan teh hangat sama roti di meja makan ya," sapa Bi Inah, ketika ia tiba didapur.

"Makasih, Bi."

Gadis itu meneguk air teh hangat buatan Bi Inah. Hmm hangat terasa nyaman di perutnya. Ia memang lebih menyukai teh dibanding susu. Sejak kecil, ia selalu mendambakan kebiasaan orang dewasa yang suka meminum teh hangat saat musim hujan. Memang hangat. Namun sayangnya kehangatan itu tak meresap ke jiwanya. Tak ada kehangatan di lingkungan sekitarnya, ia pun tak pernah membuka celah untuk seseorang masuk kedalam hidupnya. Gadis itu seperti hidup sendiri, berjalan menapaki segala rintang kehidupan sendiri seakan dirinya mampu berbuat segala sesuatu dalam kesendiriannya. Ia tak pernah mau melihat kehidupan orang lain yang tak ada urusan dengannya, dan tak ingin pula mengetahuinya. Entah sampai kapan ia akan terjebak dengan kesendiriannya itu.

Setelah sarapannya selesai, ia kemudian pamit pada Bi Inah dan langsung berangkat ke sekolah.

"Hati-hati ya, Neng," pungkas bi inah.

Bi Inah telah merasakan perubahan sikap yang terjadi pada anak tuannya itu. Terdapat banyak kekecewaan yang terpendam sangat dalam. Dan ternyata sampai saat ini, tak ada kebahagiaan yang tercipta dari ikatan sebuah kekeluargaan. Ia berharap, suatu saat nanti keharmonisan akan kembali tertuang pada kehidupan keluarga tuannya tersebut.

🌸🌸🌸🌸

Assalamualaikum ^_^

Terimakasih telah membaca tulisan ini:)
Mohon maaf masih banyak typo bertebaran😅
Sedang dalam tahap belajar😊

Salam Ukhuwah Fillah♡

Alunan Nada-Nada HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang