6. Rohis

49 15 10
                                    


Sejatinya, Allah tak pernah menutup jalan hidayah untuk siapapun.
Hanya kita,
Iya kita. Yang selalu menolaknya dengan kata 'Saya belum siap'

🌸🌸🌸🌸

"Permisi, boleh gabung gak?"

Mereka menoleh ke arah sumber suara dengan tatapan yang berbeda. Haura dengan tampang datarnya, sedangkan Yasmin dengan tatapan garangnya yang sangat mematikan itu.

"E-eh a-aku di kelas aja deh, permisi ya."

"Duduk," ujar Haura ketika gadis itu hendak berbalik meninggalkan mereka.

"Hah? Eh iya, makasih," balas Salwa seraya mendaratkan tubuhnya pada sebuah kursi yang berada di depan Haura. Kemudian meletakkan semangkuk bakso dan sebotol minuman di atas mejanya.

Yasmin sontak menatap Haura tak percaya. Apa maksudnya menyuruh Salwa untuk duduk bersama mereka? Bukankah tadi sudah jelas bahwa ia mengaku dirinya tak menyukai Salwa!?

Haura menatap Yasmin,

"Gue rasa, kantin lagi rame hari ini. Jadi wajar aja kalo sampe penuh dan hanya tempat ini yang kosong."

"Iya, ternyata kantinnya rame banget
Maaf ya, jadi numpang."

"Ini tempat umum kok," ketus Haura.

Yasmin mengedarkan pandangannya. Benar juga, memang tak ada lagi tempat yang tersisa saat ini. Tapi, bukannya Haura tidak pernah peduli akan hal itu? Kenapa sekarang Haura malah jadi sok baik begini.

Belum genap satu hari saja di sini, Yasmin merasa Salwa telah memancarkan aura permusuhan dengannya. Yasmin memang berlebihan, tapi ia tak akan pernah membiarkan Salwa untuk mendekati Haura. Apalagi sampai membawa pengaruh yang sesat padanya.

Tak ada percakapan di antara mereka. Mungkin hanya suara racauan kecil yang keluar dari mulut Salwa yang kepedasan karena bakso yang di makannya.

****

Dua hari yang lalu, Daffa, Billal, Fahri beserta anggota rohis lainnya telah merancang kepengurusan yang disahkan untuk pertama kalinya. Setelah berkutat dengan proposal dan data-data pentingnya, mereka akhirnya merdeka. Dan hari ini, mereka akan melakukan sosialisasi mengenai organisasi yang baru saja didirikan tersebut.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang semuanya."

Haura menajamkan pendengarannya, ia merasa tak asing dengan suara itu. Namun gadis itu masih enggan untuk sekadar menatap ke depan sana. Menggoreskan tinta di atas kertas nyatanya lebih asyik dari pada menyimak presentasi di depan.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Siang kak," jawab seluruh siswa di kelas itu.

Diantara mereka, ada yang bisik-bisik tetangga ingin tahu apa yang akan disampaikan kakak kelas tampannya itu. Sebagian kelompok juga ada yang menatap dan memuja secara terang-terangan. Serta kelompok lainnya yang memilih diam-diam memperhatikan.

"Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar, ya. Saya juga mohon perhatiannya kepada teman-teman semua. Perkenalkan, saya Fahri Raihan selaku ketua rohis di SMA Cakrawala, dan di sebelah saya adalah Bilal Ihsan, selaku teman seperjuangan dan juga pengurus rohis periode ini."

"Siap kak, aku selalu memperhatikan Kakak dari jauh kok."

"Ya ampuuun, suara kakak lembut banget."

"Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?"

"Aku siap daftar menjadi anggotanya, Kak. Jadi pendamping kakak juga boleh deh."

Kaum hawa mulai bereaksi, sedangkan kaum adam hanya melemparkan tatapan sinisnya pada mereka. Selalu saja begitu, perempuan lebih cenderung memberi respon secara berlebihan, walaupun hanya sebagian saja.

"Baiklah, mungkin teman-teman disini bertanya-tanya sejak kapan ada organisasi rohis di sekolah kita? Kok baru di sosialisasikan? Nah, biar saya jelaskan sedikit, ya. Jadi, organisasi ini memang baru saja didirikan, tepatnya di bulan ini. Setelah melewati berbagai perundingan, pengorbanan dan perizinan akhirnya kami mendirikan organisasi ini."

"Selanjutnya, visi kami yaitu mencetak generasi islami yang berakidah salimah, beribadah salih, unggul dalam imtaq dan berwawasan luas. Ada banyak kegiatan yang akan dilaksanakan, Insya Allah kegiatannya akan mengasyikan dan tentunya bermanfaat. Untuk teman-teman yang mau bergabung dan juga berpartisipasi dengan kami, boleh langsung mendaftarkan diri sekarang," lanjut Bilal.

"Namun sebelumnya, ada yang ingin bertanya mengenai organisasi ini?" tanya Fahri seraya menatap seluruhnya.

Kali ini, Haura benar-benar ingat dan yakin bahwa suara itu memang pernah didengarnya. Ya, suara seseorang yang mengaji di perpustakaan kala itu. Ia pun memberanikan diri untuk menatap ke depan. Dan boom! Netra coklatnya itu seperti menemukan keindahan. Seseorang yang di tatapnya pun sedang melirik ke arahnya. Namun pertemuan 4 bola mata itu hanya berlangsung selama beberapa detik saja, karena Fahri dengan cepat memutuskan kontak matanya seraya beristighfar dalam hati. Sedangkan Haura? Jangan ditanya, saat ini ia sedang dalam fase menikmati detak jantungnya. Refleks Haura menarik napas panjang-panjang dan mengeluarkannya perlahan, guna menetralkan kembali detakannya itu.

Yasmin yang memang berada di samping Haura menangkap gelagat aneh dari sahabatnya itu.

"Lo kenapa, Ra? Sesak napas?" tanya Yasmin dengan suara yang amat pelan.

Haura hanya menggelengkan kepalanya dan kembali sibuk dengan dunianya.

Selang beberapa lama, seseorang dengan percaya dirinya mengangkat tangan kanannya ke udara. Dan detik itu juga, semua pandangan mengarah padanya Lagi.

"Ya, ada pertanyaan?" tanya Bilal di depan sana.

"Saya mau daftar menjadi anggota, Kak. Boleh sekarang?"

"Baiklah, namamu?"

"Salwa Nabila."

"Oke. Yang lain ada lagi yang mau daftar? Atau ingin bertanya mungkin?"

Seorang siswa mulai mengacungkan tangannya serta menyebutkan nama dengan niat mendaftarkan dirinya. Kemudian disusul oleh beberapa orang yang lainnya. Haura menghela napas, ia merasa tak pantas untuk mengikuti organisasi itu. Namun sesuatu di dalam hatinya menginginkannya untuk ikut serta. Nggak, yang ada nanti gue gak guna di sana, gumamnya.

Setelah dirasa cukup, dan tak ada lagi yang akan bertanya ataupun mendaftarkan diri, kemudian Fahri mengakhiri pertemuannya dengan sepatah kata untuk adik kelasnya.

*****

"Akhirnya kamu pulang juga, Sayang."

Gadis itu berhenti sejenak, merasa luluh dengan suara itu. Hingga matanya mulai mengeluarkan bulir-bulir air yang turun membasahi pipinya. Kemudian ia berbalik, mengusap pipinya dengan kasar.

"Sejak kapan Anda peduli?" ucapnya dengan suara yang bergetar.

"Hey ... siapa yang mengajarimu bicara tak sopan?"

"Anda sendiri."

🌸🌸🌸🌸

Assalamualaikum:)
Apa kabar?
Sabtu ketemu sabtu lagi hehe

Terimakasih sudah membaca^^

Alunan Nada-Nada HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang