5.Murid Baru

54 16 9
                                    

Separuh dalam kehidupan ini adalah nikmat
Dan separuhnya lagi adalah ujian
Diantara keduanya itu kita dapat memetik pahala ataupun menuai dosa

🌸🌸🌸🌸

Malam ini, Haura sedang bergulat dengan beberapa tugasnya. Dalam lubuk hatinya, ada sebuah harapan bahwa orang tuanya bisa pulang malam ini. Karena jujur saja, orang tuanya telah berhasil membuat perasaan benci dan rindu tercipta dalam satu waktu.

Salahkah Haura membenci kedua orang tuanya? Katakan sekarang! Apa salahnya!? Ia sudah terlalu lama tersiksa dalam keadaan hampa. Bolehkah ia meminta satu kebahagiaan saja untuknya?

"Bahasa Indo beres, kimia udah, informatika selesai, apalagi yang belum dikerjain ya?" Gumamnya seraya melihat list tugas yang telah disusun rapi.

"Etdah, Masih banyak juga. Tidur ah."

Lantas Haura membereskan meja belajar, tempatnya melakukan ritual bersama buku-buku yang selalu tebar pesona itu. Ia sekarang tak peduli dengan tugasnya yang semakin menumpuk, toh besok pun masih bisa ia kerjakan. Niat hati ingin menunggu orang tuanya, namun rasa kantuk telah lebih dulu menyerangnya. Hingga akhirnya ia terlelap dengan wajah yang begitu damai.

****

Beberapa menit lagi, jam pelajaran akan dimulai. Dan benar saja, bel berbunyi dengan melodi khasnya yang terdengar membahana sampai ke penjuru sekolah. Beberapa siswa yang telat pun nampak sedang berurusan dengan bapak penjaga gerbang.

"Assalamualaikum ...." ucap Pak Firman--Guru PAI--ketika masuk ke ruang kelas.

Pak Firman berjalan tidak sendirian, di belakangnya terdapat seorang siswi yang mengikutinya dengan wajah tertunduk. Pandangan seluruh penghuni ruang kelas itu tertuju pada satu titik. Ya, pada orang baru itu.

"Hari ini, kita kedatangan murid baru. Silakan perkenalkan dirimu, jangan malu-malu."

Jantungnya mulai memompa lebih cepat dari biasanya. Perasaannya gugup bercampur malu. Ia mulai menatap lurus ke depan, namun padangannya disuguhi oleh sesuatu yang tidak mengenakkan. Tatapan-tatapan yang seakan-akan sedang menudingnya mencuri mangga tetangga, tertangkap jelas oleh netranya. Sontak ia langsung menundukkan pandangannya kembali.

"Assalamualaikum ... Perkenalkan namaku Salwa Nabila pindahan dari Bandung. Salam kenal semuanya, semoga kita bisa berteman dengan baik."

Gadis itu memperkenalkan dirinya dengan masih menundukkan pandangannya.

1 detik...

5 detik...

10 detik...

Tak ada jawaban salam ataupun kata sapaan untuk Salwa. Seluruh penghuni kelas masih menatapnya dengan tatapan yang sama. Namun ada juga yang tidak mempedulikannya, seperti Haura yang malah sibuk dengan tugas yang sempat ditundanya tadi malam. Salwa merasa hawa panas mulai menyapanya. Ia ingin menangis sekarang, bahkan salamnya tidak dijawab? Ya Allah, apa aku seburuk itu di mata teman-teman baruku? batinnya meringis perih.

"Waalaikumsalam, Salwa. Apakah tidak ada yang berniat untuk menyapa teman baru kita?" tanya Pak Firman memecah keheningan di ruang kelas itu. Namun tetap saja, masih belum terlihat tanda-tanda bahwa mereka akan menanggapi.

"Hm baiklah, kalian bisa kenalan nanti, ya. Salwa, silakan duduk di sana," ucapnya seraya menunjuk bangku paling belakang.

"Terimakasih, Pak."

Salwa mulai berjalan kearah bangku yang akan menjadi tempat duduknya.

"Dasar gak tau malu, siapa juga yang mau berteman dengan orang yang berpakaian aneh?"

Bisikan dari seseorang yang dilewatinya barusan, sangat mengerikan. Apa yang aneh dari penampilan Salwa? Apakah karena ia memakai hijab yang menjuntai menutupi tubuhnya? Ah sudahlah, Salwa tak akan memusingkan hal itu. Ia akan fokus belajar disini, namun tetap berharap semoga masih ada orang yang bisa menjadi temannya di kelas ini.

***

"Ra, Lo tau gak? Gue gerah banget liat murid baru yang tadi itu, hihhh," ucap Yasmin ketika berada di kantin bersama Haura.

"Yaudah, Lo gak usah liat dia kalo gitu," ujar Haura dengan santai.

"Yakali, kan gue juga punya mata yang masih berfungsi, meski seringnya dimanfaatin buat liat cogan sih, hahaha."

Haura hanya diam, tak menanggapi.

"Tapi serius deh, Ra. Gue gak nyaman liat penampilannya itu. Lo kan muslim juga, tapi penampilan Lo oke-oke aja kok, gak sampe ribet banget kaya orang itu. Emang aturan agama Lo gimana sih, Ra? Gue heran deh."

"Uhukkk ... uhukkk ...." Alih-alih menjawab, Haura malah tersedak oleh pertanyaan yang dilontarkan oleh Yasmin.

"Lah, Lo keselek apaan? Angin? Perasaan kita gak lagi makan deh, kan pesenannya belum dateng."

Jujur, pikiran Haura terasa buntu. Pertanyaan itu seakan-akan menghujam pikirannya. Gadis itu tak tahu harus menjawab apa. Selama ini, ia tak pernah mencari tahu tentang agamanya, ia terlalu sibuk dengan urusan-urusannya yang bahkan sebenarnya ia tak punya urusan melainkan hanya sok sibuk. Selama ini memang ia melaksanakan shalat, namun masih bolong-bolong seperti anak TK. Bahkan anak TK rasanya lebih taat daripada dirinya. Terbesit rasa menyesal dalam hatinya, kenapa ia tak belajar dari lama? Namun buru-buru Haura menepis rasa sesal itu. Ah, sekarang pun sudah terlambat, ia sudah terlanjur masuk ke jurang yang paling dalam. Mungkin tak akan pernah ada yang akan memberinya uluran tangan untuk menyelamatkannya.

"Kepo ah, Lo gak bakal ngerti, Yas," jawab Haura setelah tragedi tersedak itu.

"Oke. Gue bakal cari tau sendiri."

"Terserah, sih."

"Nggak lah, lagian gak penting juga, gue kan cuma nanya," ucap Yasmin diiringi tawa.

Entah apa yang lucu, Yasmin sebenarnya hanya berusaha mencairkan suasana saja. Ia mulai merasa tak nyaman dengan pembahasannya dengan Haura, apalagi menyangkut agama mereka yang memang berbeda. Mereka menimba ilmu di sekolah umum, jadi wajar saja bila terdapat banyak perbedaan, termasuk keyakinan.

"Permisi, boleh gabung gak?"

🌸🌸🌸

A

ssalamualaikum:)

Siapa yang mau kenalan sama Salwa nih?
Kasian tuh dikacangin'-'😅

Terimakasih telah membaca♡

Alunan Nada-Nada HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang