3. Tidak punya hati?

74 19 9
                                    

Kekurangan itu Anugerah
Bukan penghalang ibadah
Dan akan menjadi indah
Apabila tidak berkeluh kesah

🌸🌸🌸🌸

Drttttt ... Drrtttt ...

Suara getaran handphone berhasil memecahkan keheningan malam. Layarnya menyala, menampilkan sebuah nama yang terukir indah di sana. Haura segera mengambil ponselnya, seketika matanya berbinar-binar mendapati seseorang yang dirindukannya kini menghubunginya, tanpa berpikir panjang ia pun langsung menekan tombol hijau di layar ponselnya itu.

"Assa- ...." Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Haura dengan cepat memotong suara di seberang sana.

"Waalaikumsalam. Ya ampun Kak Al lupa sama Haura? Kok baru telepon sekarang? Haura kangen tau ... atau jangan-jangan, Kak Al sakit ya?" Pertanyaan bertubi-tubi itu meluncur begitu saja dari mulut Haura.

Haura memang sangat akrab dengan kakak laki-lakinya itu. Walaupun di luaran sana ia terkesan dingin. Tapi bersama kakaknya, gadis itu bersikap 180 drajat alias hangat. Ia sangat bersyukur masih memiliki seseorang yang peduli dengan hidupnya, siapa lagi kalau bukan kakaknya itu. Ikatan mereka sangat kuat. Namun sayangnya, mereka harus terpisahkan sementara karena sebuah cita-cita.

Terdengar suara helaan napas di seberang sana.

"Kakak belum selesai baca salamnya, Dek."

"Jawab aja pertanyaannya, Kak," balas Haura cepat.

"Adek kenapa belum tidur? Di sana udah jam 11 malam kan?" tanyanya balik.

"Ih Kak Al kok malah nanya sih, jawab dulu pertanyaan Haura dong. Lagian Kak Al telepon Haura, jadinya diangkat," ujar Haura.

"Kakak iseng aja, eh taunya beneran diangkat, adek belum tidur kan? Kalo adek tadi udah tidur mana bisa dengar bunyi hp, adek kan kebo," ucapnya seraya tertawa.

"Nyebelin emang. Gak tau ya kalau adeknya yang paling imut ini kangen?" cibir Haura.

"Mama sama Papa udah pulang, Dek?" tanyanya kembali.

"Fiks ya ... Kak Al emang nyebelin. Dari tadi pertanyaan Haura gak ada yang dijawab, malah nanya balik lagi," omel Haura semakin kesal. "Mama sama papa jarang pulang."

"Masa sih, Dek?" Timpalnya, merasa tak percaya.

"Udahlah kalo Kak Al telepon Haura cuma mau bahas mama sama papa mending gak usah deh ...." pungkas Haura dengan menutup sambungan teleponnya.

Haura menyimpan kembali ponselnya di atas nakas. Kemudian ia berbaring di tempat tidurnya. Sudah beberapa hari ini, ia sering merasa kesal dengan masalah-masalah sepele. Padahal ia bukan termasuk golongan orang-orang yang baperan. Apakah mungkin akibat dari banyaknya pikiran yang ia tampung?.

Haura pun memutuskan untuk istirahat sekarang, ia tak mau jika harus terlambat ke sekolah besok pagi.


🌸🌸🌸🌸


Paginya, seperti biasa Haura berangkat sekolah jalan kaki. Saat hendak menyeberang jalan, tiba-tiba ia dihampiri seorang ibu-ibu yang meminta pertolongan. Namun dengan cepat Haura segera meninggalkannya tanpa sepatah kata apapun.

Dari kejauhan, rupanya ada seseorang memperhatikan tindakan Haura tersebut. Kemudian ia langsung menghampiri ibu itu dan membatunya. Setelah selesai, ia mencari keberadaan Haura. Sungguh, ia kesal dengan perbuatan gadis itu tadi, di mana letak hati nuraninya? padahal bila tidak bisa membantu, bicaralah dengan sopan bukan malah pergi tanpa adab. Dan tepat sekali, dia menemukan gadis itu di kantin sedang sarapan.

"Selamat pagi, Gadis tak punya hati."

Sapaan itu membuat Haura menghentikan aksi makannya. Ia menatap laki-laki yang dengan santainya duduk di hadapannya.

"Maksud, Lo?" tanya Haura kesal, berani sekali orang ini mengganggu sarapan paginya, orang yang tak dikenal pula.

"Maksud gue? Gue mau Lo minta maaf sama ibu-ibu yang di depan," ucapnya membuat Haura semakin kesal.

"Yang pertama, Lo siapa? Lo gak ada berhak buat ngatur hidup gue. Yang kedua, Lo udah ganggu waktu sarapan gue, dan Lo yang harus minta maaf. Yang ketiga, gue gak mau minta maaf sama ibu-ibu tadi karena gue gak ngerasa punya salah apapun."

Sebenarnya Haura sangat malas untuk meladeni orang asing itu, tapi ini menyangkut pribadinya. Apa urusan orang itu sebenarnya?

"Oke, gue minta maaf sebesar-besarnya. Lo ngerasa gak punya salah? So, itu sukses membuat gue yakin kalau Lo emang gak punya hati. Dan Lo gak perlu tau siapa gue. Jadi orang tuh yang punya adab dong, malu deh kalo gue jadi temen, Lo." ucap lelaki itu.

"Dasar orang sok baik. Kita sama-sama orang yang berdosa kan? Hanya saja kita memilih cara yang berbeda, jadi Lo gak usah susah payah ingetin gue," ucap Haura meremehkan.

Orang itu tak habis pikir, kenapa harus bertemu dengan orang yang begitu keras di dunia ini?

"Gue lebih mending dari pada Lo. Gue emang banyak dosa, tapi gue tahu diri. Setidaknya gue masih bisa sopan sama orang. Dan perlu Lo ketahui, dosa itu dihindari bukan dipilih." ucapnya sambil beranjak dari sana.

Ia berharap semoga Allah tak mempertemukannya kembali dengan makhluk tak punya hati seperti Haura. Padahal niatnya hanya ingin mengingatkan, tapi tak diterima dengan baik.

Haura memandangi orang yang mulai menjauh itu. Apa? Masih bisa sopan? Ucapnya dalam hati, justru sikapnya tadi menunjukkan ketidaksopanan padanya. Ada-ada saja orang seperti itu. Haura memang tak pernah peduli dengan orang lain, karena orang lain pun tak ada yang peduli padanya.

🌸🌸🌸

Assalamualaikum:))
Ambil yang baiknya ya, kalo yang buruk? Kubur aja bersama kenangan pahit^^

Terimakasih telah membaca♡

Alunan Nada-Nada HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang