10√

10.4K 599 3
                                    

Steven pov.

Aku memperhatikan istriku yang membereskan isi tasnya untuk memasuki pakaiannya ke lemari. Aku suka gerak geriknya istriku. Sepertinya dia merasa di perhatikan dia melihat ku. Aku langsung buang wajahku dan memperhatikan arah jendela.

"Steven," ujarnya. Entah mengapa. Hatiku berdetak lebih cepat. Aku langsung menoleh ke arahnya. Dia sepertinya sangat gugup melihat mataku.

"Aku harus manggilmu apa? Aku rasa, aku memanggilmu dengan namamu. Rasanya gak sopan," ujarnya. Aku ingin sekali dia memanggilku seperti pasangan pasangan lainnya sayang seperti itu.

Tapi tiba tiba aku ingat perjanjian sial itu. Aku harus kasar.

"Panggil nama aja! Aku gak butuh kau manggil ku 'mas, kak,' jijik!" Aku membentaknya. Aku bisa melihat bahwa dia sedikit takut dan sepertinya air matanya akan jatuh. Ini kan yang aku mau, setelah dia menjadi istriku. Aku ingin melihat air matanya turun menurun. Tapi entah mengapa, aku sangat tidak suka melihatnya. Malah aku sangat benci kalau air mata itu turun. Apalagi kalau air mata itu turun itu karena ulahku.

"Iya, aku ingin ke kamar mandi," ujarnya. Dia memasuki kamar mandi itu. Entah mengapa aku menampar bibirku. Tiba tiba ada yang menelponku. Siapa sih yang menelpon ku pas hari pernikahan ku?. Aku melihat siapa yang menelpon ku. Aku terkejut dan membeku seketika.

Sora.

Sora. Perempuan yang aku sewa untuk menjadi selingkuhanku. Aku ingin sekali menolaknya tapi. Ego ku dan perjanjian sial itu.

Aku angkat telfon itu.

"Halo sayang.."

"Hai.."

"Kapan kita jalan jalan sayang. Aku sangat merindukanmu, ya walaupun kau sudah memiliki istri. Bagaimana malam ini kita jalan jalan yuk,"

Aku bodoh. Aku membesarkan volume suaraku.

"TUNGGU BENTAR SAYANG! KITA AKAN JALAN JALAN. MALAM INI JUGA, KAU JANGAN MEMIKIRKAN ISTRIKU, AKU JEMPUT!" Aku bodoh! Bodoh! Ini malam pernikahanku. Tapi aku bersama selingkuhanku bukan sama istriku. Aku takut. Dan istriku keluar dari kamar mandi. Bisa kulihat wajahnya sama sekali tidak ada ekspresi. Aku kesal! Padahal tadi aku sudah membesarkan volume suaraku.

"Aku pergi sebentar!" Ujarku. Pergi meninggalkannya. Ucapan Hafizah tiba tiba membayang di pikiranku.

Izinkan aku pergi

Aku langsung diam sejenak dan membalikan badanku.

"Kau tidak boleh kemana-mana! Tetap dirumah! Jangan pergi!"ujar ku kepada hafizah. Dia diam dan mengangguk kepalanya. Aku masih ragu. Dan aku pergi. Aku menyuruh penjaga penjaga rumahku untuk ada yang menjaga kamar ku dan istriku.

"Aku minta sama kalian! Jaga pintu kamar ku dan istriku! Kalau pas aku pulang dia gak ada dikamarnya! Aku akan membunuh kalian!!! Paham!?" Ujarku kepada dua penjaga itu mereka mengangguk kepalanya dan aku pergi meninggalkan mereka dan aku memasuki mobilku.

Aku ingin mendengar suara hafizah lewat radio. Alat penyadap yang berada di kamarku dan hafizah, masih berfungsi. Aku menghidupkan radioku yang ada kata kata hafizah.

Tidak ada suara apa apa... aku pergi meninggalkannya gak ada suara hafizah. Aku takut, takut kalau hafizah pergi meninggalkanku. Tapi tiba tiba ada suara ngaji yang membuat ku tenang.

Itu suara hafizah.

Hafizah sedang mengaji, aku merasakan ketenangan dalam diriku. Dan aku mendengar ngajinya hafizah sambil berjalan menuju selingkuhanku menunggu.

MAFIA IS MY HUSBAND (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang