Hujan Ketiga

21 1 0
                                    

Sudah tiga hari Raini menanti langit kembali menjadi mendung.Duduk ditempat biasa, diruangan mungil itu.Tak ada satupun bagian tubuhnya yang menunjukan bahwa ia bersemagat hari itu. Raut muka Raini yang tampak setiap menit semakin gelisah membuat ia terlihat sangat menyedihkan. Sesekali ia mondar-mandir dari ujung ruangan satu ke ujung lainnya. 

Lalu suara pintu membuatnya terhenyak dan berhenti untuk menoleh.Dua sosok yang membuat bibirnya cemberut.Raini menatap mereka dengan kepala ditekuk, menatap tak suka.Sedang dua sosok yang perlahan memasuki ruangan itu mempertontonkan senyum lebar yang tak kunjung dibalas dengan senyum. 

"Selamat pagi, Raini." sapa wanita berjas putih, namun mendengar suara itu Raini malah semakin menjauhkan diri.Mundur hingga punggungnya menyentuh dinding. 

"Sayang, ini Mama.Kemari Nak, Bu Dokter mau bicara sebentar." lanjut wanita lainnya dengan tangan diulurkan kearah Raini. 

"Pergi Kalian!" teriakan itu mengagetkan kedua wanita tadi. Wanita yang menyebut dirinya Mama tadi seketika menanis mendengarnya, sedangkan dokter disebelahnya memanggil beberapa perawat yang tampaknya telah bersiap sedari tadi dibalik pintu. 

Mereka menggiring paksa Raini yang terus meronta ke arah ranjang.Wanita setengah baya tadi mulai menangis sesenggukan melihat putrinya diperlakukan seperti itu.Sang dokter menyuntikan cairan kedalam tubuh Raini, dan ketegangan diruangan itu pun sedikit demi sedikit memudar, namun raut kesedihan wanita paruh baya itu tak juga mereda. 

"Bu, sebaiknya kita biarkan Raini istirahat dulu.Semoga setelahbangun nanti ia bisa lebih tenang." ucap Sang Dokter. 

"Dok, saya mohon Dokter harus bisa membuat anak saya jadi normal kembali, menjadi Raini yang ceria seperti dulu." rintih orang tua Raini. 

"Sabar, Bu. Semuanya pasti butuh waktu." Lalu mereka berdua beranjak meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Raini yang tertidur diranjang kecilnya. 

Disaat Raini memejamkan mata pun, raut mukanya masih tampak gelisah. Sepertinya ketentraman telah direnggut darinya sejak hari dimana ia mulai menyangsikan kebahagiaan yang didatangkan oleh hujan. 

Obat penenang itu mebuat Raini tidur berjam-jam lamanya hingga ia tak tahu bahwa hujan telah turun menanti dirinya. Langit mendung kali ini menyiratkan bahwa hujan mungkin akan mampir untuk waktu yang lama. 

Raini perlahan membuka matanya. Kabur ia melihat sesosok laki-laki disisi jendela, disamping singgasananya. Ia tesenyum simpul melihat apa yang ia harapkan datang sedari tadi. 

"Apa kabar, Sayang? Kau tertidur lama sekali." ucap laki-laki itu. 

"Aku tak pernah baik sejak hari itu, Guruh.Sejak hari dimana seharusnya kita menyatukan janji namun hujan malah tak mengantarkanmu padaku."Raini berkata lirih. 

"Hujan mengantarkanku ke tempat yang jauh lebih baik.Mereka menyebutnya dengan keabadian.Mereka juga bilang aku bisa menunggumu di sini selama yang aku mau." 

"Ajak aku, Guruh. Tanpamu, hujan tak lagi membawaku pada kebahagiaan." Kali ini Raini mulai menangis sesenggukan.Air mata mulai berjatuhan. 

"Belum giliranmu, Raini. Tapi percayalah aku akan menunggumu ditempatku selama yang bisa kau kira. Selama hidupmu, Raini.Setiap tetes hujan adalah keyakinanku bahwa kita memang ada untuk bersama meski bukan di duniamu yang sekarang. Duniaku ini benar-benar menjanjikan keabadian untuk kita."Suara laki-laki itu benar-benar terdengar meyakinkan, suara itu juga terdengar tetap menenangkan. 

"Benarkah, kalau begitu aku juga akan menunggu saat itu, disini, selamanya. Aku mencintaimu, Guruh." Kata-kata terkahir Raini membawa dirinya pada lelap kembali.Dininabobokan gemercik suara hujan bersama baunya yang melelapkan. 

Begitulah hujan selalu membuat mereka bisa bertemu.Pertemuan yang terlihat sebagai kegilaan, tapi menjelma sebagai pelepas kerinduan bagi Raini. Menunggu Guruh diruangan itu setiap hujan adalah kebahagiaan baginya, menyedihkan bagi yang lain. Satu-satunya kewarasan yang tersisa bagi Raini, namun sebentuk kegilaan yang tak ada habisnya bagi yang lain. Ruangan itu terasanya menyayat hati bagi orang lain, namun adalah tempat yang indah bagi Raini untuk selalu menunggu lelaki hujannya. Untuk menunggu saat itu.

END

Lelaki HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang