Warung Pinggiran

68 17 48
                                    

Baswara Cake sedang ramai-ramainya. Anak-anak sekolah dan beberapa karyawan tampak keluar masuk. Seperti biasa, jam pulang sekolah memang menjadi waktu favorit bagi mereka untuk datang membeli beberapa kue basah, atau juga sekadar memesan kue untuk acara-acara penting-harga di Baswara Cake memang terkenal lebih miring dibandingkan toko kue lainnya. Namun, Rashka tidak pernah keteteran. Lagi pula, sepertinya para pembeli di toko kuenya sudah terbiasa, mereka tidak berebut, cukup memilih, lalu antre di kasir untuk membayar.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Tidak, terima kasih. Saya belum membuka lowongan pekerjaan."

"Kalau mengajari saya membuat rainbow cake, apakah Bapak bisa?" Alifa terkekeh, dia masih berdiri di samping meja kasir.

"Astaga, Alifa. Aku pikir kamu orang yang mau ngelamar pekerjaan, soalnya dari kemarin memang banyak yang masukin lamaran ke sini, tapi belum ada yang aku terima, sih, hehe."

"Lagian, kamu fokus banget sampai nggak sadar aku ada di sini."

Rashka hanya mengangguk sambil tersenyum. "Kalau nggak fokus, nanti pelangganku semakin lama nunggu antreannya. Kasihan, kan, kalau pada punya kesibukan lain," jelasnya.

"Boleh aku bantu?"

"Dengan senang hati," jawab Rashka yang sedang menghitung totalan milik pembelinya.

Kemudian, Alifa mengambil cake box berdasarkan ukuran kue yang akan dimasukkan ke dalamnya. Dia cukup ligat untuk melakukan itu, memasukkan beberapa kue ke dalam cake box. Dia jauh dari istilah lelet dan letak kue dalam cake box juga tertata rapi. Padahal, bukan ranahnya berjualan, tapi yang dilakukannya cukup mengagumkan.

"Wah, ini calonnya Mas Rashka, ya?"

"Rapi juga, udah biasa bantuin, ya, Mbak?"

"Udah cantik, cekatan pula, seneng aku lihatnya."

Mendengar selentingan itu, Alifa hanya tersenyum. Dia merasa bersyukur, ternyata masih ada yang memujinya dengan tulus, bukan sekadar basa-basi. Dan tentu, dia tidak perlu menjawab pertanyaan pertama yang terlontar dari seorang pembeli, yang kuenya sedang berada dalam pencapit di tangannya.

"Bukan, Mbak. Dia ini Adik saya. Dia sudah punya suami," jelas Rashka sambil mengusap puncak kepala Alifa.

"Yaaaah, kirain calonnya," sahut beberapa pembeli berbarengan. Tiba-tiba toko kue menjadi riuh. Ternyata sejak tadi banyak yang memperhatikan mereka, dan sepertinya banyak yang berharap mereka menjadi pasangan. Untunglah mereka belum terlalu paham siapa Alifa sebenarnya. Mungkin fotonya bersama Raven beberapa waktu lalu belum terlalu menyebar.

"Nah, jadi siapa yang mau daftar jadi pasangan Pak Rashka, nih? Dia belum berniat nikah dalam waktu dekat loh, jadi kalian bisa menunggu." Chiara yang baru saja dari dapur ikut menyambung obrolan.

"Kenapa bukan Kak Chiara saja yang dafar jadi calon Om Rashka?" celetuk salah satu pelanggan berseragam SMA yang sedang megantre untuk membayar.

Entah mengapa, mendengar perkataan itu hati Chiara jadi menghangat. Padahal, sebelumnya dia cukup risi dengan kehadiran Alifa, mungkin karena cemburu. "Sudah jangan diterusin bercandanya, nanti kalian malah baper loh. Sini-sini, siapa yang mau Chia bantu pilih kue?" jawabnya, menyudahi obrolan absurd yang mungkin jika diteruskan bisa membuatnya salah tingkah. Kemudian, Chiara segera beranjak untuk mengecek stok kue di cake showcase, sekalian membantu beberapa pembeli memilih kue yang mereka inginkan.

"Sepertinya Chiara memang suka sama kamu, Rash." Alifa berbisik pada Rashka, pelanggan di toko sudah berkurang, jadi lumayan mulai sepi.

"Nggak mungkin, Lif. Dia itu sudah aku anggap seperti adikku sendiri."

Ada Hati yang Terluka (TERBIT Di Redaksi HYDRA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang