Pagi itu adalah hari rabu, cuaca di Okayama sangat cerah, aku berjalan menyusuri jalanan yang mulai ramai oleh orang-orang yang siap bekerja, sekolah atau keperluan lainnya. Seperti yang kita ketahui, bahwa Jepang adalah Negara yang super sibuk, semua orang yang ada di jalan tidak ada yang berjalan santai, semuanya berjalan cepat, begitupun aku yang mencoba beradaptasi dengan jalan cepat. Dulu, sewaku kuliah S1 di Indonesia pun, aku sudah terbiasa jalan cepat, jadi aku tidak merasa kesulitan.
Disaat sedang berjalan, aku melihat seorang lelaki yang sedang berada di pinggir jembatan. Aku terkejut, sepertinya lelaki itu hendak lompat dari atas jembatan. Kulihat ke bawah jembatan, disana terdapat jalan tol yang dilalui oleh mobil-mobil. Sontak aku langsung berlari menghampiri lelaki itu.
"Hey, tolong jangan akhiri hidupmu, aku tahu ini semua mungkin terasa menyulitkan, tapi aku mohon jangan lakukan itu".
Aku mengatakan itu sambil menutup mata, tanganku tanpa sadar memegang kakinya, aku benar-benar panik, walaupun aku tidak tahu masalah apa yang sedang ia rasakan, tapi bunuh diri bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
Perlahan aku merasakan, kaki itu menuruni pegangan jembatan, dan kini ia ada dihadapanku. Aku sudah membuka mataku, namun aku tetap menundukkan kepala karena tak tega melihat wajahnya. Pasti lelaki itu sedang menangis atau mungkin wajah lelaki itu sudah berlumuran darah karena mencoba untuk mengakhiri hidup. Tidak! Tidak! Hana, jernihkan pikiranmu.
"Bodoh!"
Hanya kalimat itu yang aku dengar dari suara berat lelaki dihadapanku. Aku memberanikan diri mendongakkan kepala dan melihat bagaimana keadaan lelaki itu.
Wajahnya putih, bersih dan mulus, tidak ada sedikitpun luka disana.
"Bukankah kau ingin mengakhiri hidupmu dengan melompat dari atas jembatan?"
Lelaki itu tertawa kecil, namun tetap mempertahankan wajah dinginnya.
"Haa.. untuk apa aku melakukan itu? Hidupku sudah terlalu sempurna".
FIX! Lelaki ini sangat sombong, sesempurna apa hidupnya sampai ia berkata seperti itu. Apakah dia tidak pernah merasa sedih? Apa dia tidak pernah mengalami kesulitan uang? Apakah dia tidak pernah merasakan patah hati?
"Aku tadi ingin mengambil layangan yang tersangkut di pohon itu".
"Kenapa?"
"Aku ingin memperbaikinya".
"Kau bisa membelinya lagi, bukankah hidupmu sudah sempurna".
"Tidak semua hal bisa sempurna dengan uang".
Aku mengangguk kecil, aku sangat menyetuujui ucapannya kali ini.
Lalu, ia berlalu begitu saja meninggalkanku. Aku pun melanjutkan perjalananku menuju ke kampus. Sampai akhirnya,
DUG
Aku menabrak seseorang, karena dari tadi aku hanya menunduk, dan anehnya kenapa orang dihadapanku berhenti mendadak.
"Mengapa kau mengikutiku?"
Orang dihadapanku berbicara tanpa menoleh sedikitpun, pandangannya tetap lurus ke depan. Bagaimana dia bisa tahu kalau ada seseorang di belakangnya?
"Kau bicara padaku?"
"Hmm".
"Maaf, aku tidak mengikutimu".
"Ya sudah, lebih baik kau duluan".
Aku berjalan mendahuluinya.
Sesampainya di koridor kampus, aku baru ingat ada janji yang harus aku tepati dengan temanku di perpustakaan. Tanpa berpikir panjang aku membalikkan badanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanabi
General FictionHana seorang mahasiswa rantau yang memiliki tekad kuat mewujudkan impiannya untuk belajar di negeri Sakura. Mengapa harus negeri Sakura? Entahlah, mungkin itulah alasan Tuhan untuk mempertemukan sepasang manusia yang ditakdirkan untuk bersatu. Sepe...