Pagi hari, di akhir pekan, aku selalu menyempatkan diri untuk bersepeda keliling pedesaan yang ada di Okayama. Perkebunan yang luas tanpa, hewan-hewan dilepas dengan bebas berkeliaran di jalan setapak membuatku seperti sedang jumpa fans karena disambut oleh sapi dan kerbau yang berbaris dipinggir jalan.
Aku sangat takjub ketika melihat buah-buahan yang tumbuh dengan subur, menggantung pada tangkainya. Strawbery, ceri, apel dan masih banyak lagi, membuatku ingin sekali memanennya, tapi sayang ini bukan kebunku.
Ku lihat kanan, kiri, depan, belakang, apakah ada orang atau tidak, karena aku sudah tidak tahan lagi ingin memetik buah blueberry yang bergelantungan menggodaku. Aku memetik satu buah, lalu menyantapnya. Ini pertama kalinya aku merasakan buah berwarna biru kehitaman itu, dan rasanya sungguh lezat.
Ah mungkin satu atau dua lagi tidak apa-apa
Namun, ketika aku hendak memetik lagi, tiba-tiba ada seseorang dari balik semak-semak tumbuhnya buah ini.
"Hana? Sedang apa kau disini?"
Altair? Kenapa dia juga ada disini?
"Eh, aku? Kebetulan aku sering kesini setiap akhir pekan, ya untuk sekadar melihat-lihat suasana perkebunan, hehe, kau sendiri sedang apa disini?"
"Aku juga sering kesini setiap minggu".
"Benar kan, perkebunan ini memang sangat indah dan menenangkan. Apalagi ketika kau melihat buah-buahan yang tumbuh subur bergelayut pada tangkainya, kau pasti ingin memetiknya, kan? Hahaha atau jangan-jangan kau sering memetik buah tanpa izin petani?".
Altair hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya.
"Ya, kau benar. Aku sering memetik buah-buahan yang ada disini tanpa seizin petaninya".
"Wah memangnya boleh ya?"
Setidaknya aku tidak terlalu merasa bersalah karena Altair pun sering memetik buah di kebun ini.
"Boleh lah, kan aku pemilik kebun ini".
HAH
Aku terdiam untuk beberapa saat. Ternyata blueberry yang aku petik tadi, adalah miliknya.
"Jadi, kau yang menanam semua ini? Wah luas sekali kebunmu, kau merawatnya sendiri?"
"Tidak lah, aku dibantu oleh para petani lokal, ya sembari membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat pedesaan, walaupun penghasilannya tidak seberapa tapi mereka merasa senang menjalaninya".
"Oh begitu ya, lalu hasil perkebunanmu dijual? Atau bagaimana?"
"Ya sebagian kebunku di tanam dengan tanaman yang nantinya akan dijual. Tetapi sebagian lagi, hasilnya hanya untukku, para petani dan keluargaku saja. Yang membeli hasil kebunku juga aku seleksi hahaha, jadi aku hanya mau menjual hasil perkebunanku kepada pemilik restoran dan membiarkan mereka memetiknya sendiri, agar memudahkan mereka memperoleh bahan makanan dengan harga yang murah tetapi kualitas tidak murahan".
Jujur, Altair bicara panjang lebar membuatku takjub, diusianya yang baru menginjak 23 tahun, ia sudah memiliki kebun sendiri dan hasilnya sangat bermanfaat bagi semua orang.
"Kau sudah pernah memetik buah yang ada disini?" Altair bertanya seolah menyindirku.
"Ehmm, belum". Aku berbohong semoga ia tadi tidak melihatku.
"Kalau begitu, ayo coba petik kau pasti sudah lama menginginkannya, bukan?"
Akhirnya, pagi itu aku diajak berkeliling kebun milik Altair. Kebun yang sangat luas dipenuhi oleh bermacam-macam tanaman tidak hanya buah-buahan tetapi sayuran pun ia tanam dengan sangat baik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanabi
Ficción GeneralHana seorang mahasiswa rantau yang memiliki tekad kuat mewujudkan impiannya untuk belajar di negeri Sakura. Mengapa harus negeri Sakura? Entahlah, mungkin itulah alasan Tuhan untuk mempertemukan sepasang manusia yang ditakdirkan untuk bersatu. Sepe...