1. 1. Dear no one

6 2 0
                                    

Saat harimu di penuhi dengan kehampaan, saat hidupmu dipenuhi dengan kesunyian. Menurut kalian apa yang baik untuk di lakukan?
Mencari pasangan mungkin buka ide buruk.

Aku Bianca Debby.

Di umurku yang ke dua puluh satu ini, aku hanya menanggalkan pendapatan ku pada supermarket yang orang-orang selalu datangi.

Sebagai anak bungsu yang gagal, kuharap pasangan yang nanti menjadi teman perjalanan hidupku bisa membahagiakan.

Sebab kalian tau, hormon oksitosinku belum terisi_disini_

.

"Carilah teman kencan sekali-kali, mungkin bisa membuatmu lebih baik," suruh Jennie teman sepekerjaanku.
Dia adalah teman yang selalu memperhatikanku. Apalagi kalau tentang pasangan.
Pikirnya aku adalah wanita malang karena tak pernah mendapat pacar.

"Ini jauh lebih baik, Jen." Aku berujar masih dengan tangan yang berkutat, sibuk membersihkan meja kasir.

"Benarkah?" tanyanya yang hanya di balas gumaman santai olehku. Aku tau Jennie pasti tak menyangka karena aku bisa hidup tanpa kasih sayang seorang teman kencan_pacar maksudnya_ Sangat jauh berbeda dengan dirinya.

Namun, percayalah. Aku masih baik-baik saja, kok.

Kendati, mungkin butuh. Hanya saja, apa itu tak membuang-buang waktu?

Maksudku.

Jalan berdua, pergi ke bioskop, atau makan eskrim bersama.

Kurasa sendirianpun masih sanggup kulakukan.

"Berikan aku penjelasan," katanya sedikit menyentak dengan raut wajah menyelidik.

Ya ampun, tatapan macam apa itu?
Huh, wajah garang temanku ini memang patut di acungi empat jempol.

Seakan orang yang di sebut 'pacar' itu memang harus di miliki anak gadis seusiaku.

Padahal gak gitu juga 'kan?

Well, sebaiknya aku jujur saja kalau aku tak begitu paham apa yang Jennie katakan saat bertanya, "Untuk?"

Decakan sebal terdengar sampai pada runguku. Aku tau Jennie sebal karena ketidak mengertianku, jadi kupikir wanita bersurai cokelat itu mencoba bersabar kala ia melipat kedua tangannya di dada kala berujar, "Untuk semua yang kau rasakan." Ia memperjelas.

Semua yang ku rasakan katanya?!

Memangnya apa yang ku rasakan?

Selama ini, aku baik-baik saja hidup 'menjomblo' kala taman-temanku yang lain bahkan sudah mempunyai anak saat kita melakukan reuni SMA.

Jadi, kujawab apa adanya dengan mengatakan ,"Tidak ada." Santaiku mencoba abai pada expresi wanita tinggi bermulut seribu itu.

"Wah, benarkah? Seharusnya dengan umurmu yang sekarang ini kau mempunyai pacar, kamu kelamaan jomlo tahu!" paparnya, udah kaya emak-emak pedangang asin dah tuh dia.

Aku hanya memutar bola mata, malas meladeni Jennie yang suka mengoceh ini. Aku tau maksudnya memang baik.

Mungkin juga tidak.

Sebab aku yakin seyakin-yakinnya, kalau Jennie pasti bosan melihatku sendirian.

Balasan senyum yang kutunjukan tak membuat air muka teman sehari-hariku itu surut dari kata pemakluman.
"Sudahlah, kembali bekerja sana!" usirku pada Jennie mengalihkan pembicaraan.

Membuatnya kesal sampai-sampai memberi tatapan tak bersahabat padaku.

"Lima belas menit lagi juga selesai." Gumamnya memalingkan wajah menjauhkan presensinya dariku.

Darjeeling TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang