1. 2. Someone

2 1 0
                                    

Kutarik pedal gasku, dengan begitu kendaraan yang di tumpangi ini melaju lebih cepat menembus malam membelah jalanan kota yang lebih ramai dari biasanya.

'sial. Kecolongan lagi gue?!' Batinku tatkala melihat motor sport berwarna hitam yang telah melesat melewatiku. Dengan perasaan kesal sedikit jengkel maka tambah kecepakan kendaraanku.

Sekali-sekali kulirik kembali motor hitam itu saat berada tepat di samping sana. Setelahnya memberikan smark pada pengendara itu bermaksud menyombongkan diri karena aku berhasil menyusulnya.

'Ayo Ga, sedikit lagi....' batinku lagi kala kibaran bendera kotak-kotak hitam putih terlihat jelas di depan mataku. Hingga....

FINISH

Yes, berhasil juga ternyata!

Seketika sorakan kemenangan terdengar dari sebelah kanan di mana itu adalah kumpulan para temanku.

Menghentikan motor yang di tumpangi dan turun dari sana sembari membuka helm, itulah yang dilakukan. Setelahnya kulihat motor yang tadi berhasil kulewati dan memberikan tatapan remeh pada pengendaranya.

"Bro, Lo menang lagi. Man!" ucap salah seorang teman yang menghampiriku. Kami melakukan high five bersama.

"Iyalah, Dirga dilawan!" Sombongku. Membuat semua orang yang ada di sekitar kami terkekeh geli kala mendengar ucapanku tadi. Tapi sayangnya itu tak bertahan lama sebab ...

"Eh. Dirga, Radit. Kalian sekongkol ya?!"
Itulah pengganggunya. Namanya Ari, dia adalah lawan tandingku tadi.

"Idih, enak aja kalo ngomong. Kita itu gak sekongkol. Gak terima, yah Lo kalah?!" Radit yang memang ada di sebelahku berujar sembari menekankan kata terakhir.

"Diem lu! Pokonya gue gak terima. Ga, gue gak terima Lo menang." Setelah itu Ari pergi dari arena_ralat maksudnya jalanan yang kami jadikan arena balapan_

"CK, dasar anak itu." Gumam Radit.

Yah, begitulah. Kalian penasaran denganku. Hmm... Di mulai dari mana yah?!

Gini deh. Kenalin namaku Dirga Dharmawangsa umurku dua puluh lima tahun. Aku bekerja di salah satu kantor milik ayahku. Tapi, cuman sebagai karyawan biasa karena aku belum siap menjadi pemimpin muda.

Cita-cita terbesarku adalah menjadi seorang musisi atau apalah pokonya yang berhubungan dengan musik. Sayangnya ayah yang menentang keras-keras keinginanku kerap kali menimbulkan rasa tertekan pada diriku.
Dan yah, aku melampiaskan itu semua dengan mencari kesenangan diri sendiri.

Salah satunya balap liar ini.

Tenang saja, karena aku bukan anak yang terlalu berontak, kok. Cuman mencari kesenangan. Ingat. Lagian yang menjadi rifalku bukanlah anak berandal-berandal amat. Dia Ari, temanku.

Eh, apa aku belum memperkenalkan para temanku yah?

Ok, di mulai dari Radit, temanku yang baik dan suka membela ini adalah sahabat terbaikku. Dan satu lagi Ari, temanku juga. Cuman dia itu sensian, mudah tersinggung, gampang marah, dan gak mau kalah. Begitulah.

Jadi, ya, kalian bisa lihat'kan tadi?!

Walau begitu, kami masihlah berteman baik. Nyatanya, balapan liar hanyalah pelampiasan dari rasa tertekan yang di alami kami karena keluarga.

.

Jam sepuluh tiga puluh. Aku baru pulang ke rumah. 'ini cukup malam, huh, mereka pasti sudah tidur,' uapku dalam hati kala membuka pintu rumah dengan sangat hati-hati.

"Dari mana lagi kali ini?"

Ok, baiklah. Pikiranku salah. Nyatanya kedua orang tuaku belum tidur dan masih menungguku di ruang tamu.

Darjeeling TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang