Hari 8 Bulan 4 Tahun 103 Kalender Federasi. Distrik Himmelstadt, di atas batu bukit, aku menatap ke langit, atau lebih tepatnya langit-langit.
Aku tidak tahu apa itu langit. Namun dari yang kutahu dari ibu, leluhur kita pernah tinggal di bawah langit, sebuah atap tak berujung, disinari matahari dan cahaya rembulan, dipenuhi bintang yang tak terhitung jumlahnya, ditutupi oleh awan. Walau aku tak mengerti apa maksud dari matahari, bulan, bintang, ataupun awan tersebut karena aku tak pernah melihatnya secara langsung, namun aku yakin pasti akan hal tersebut ada. Namun kini hal tersebut sudah menjadi sebuah legenda, secara tempat ini merupakan bawah tanah. Di mana kau hanya dapat melihat ke bebatuan yang terletak di atas kepalamu.
Tempat ini disebut sebagai Fundamentum, sebuah tempat tinggal manusia terakhir, terletak sekitar 100 meter di bawah tanah. Kata ibu, semua manusia yang tersisa berpindah dari permukaan ke bawah tanah, sejak terjadinya bencana besar, yang sudah melenyapkan peradaban dan membuat tanah gersang dan tidak dapat ditumbuhi, udara beracun dan menyengat kulit, membuat permukaan sepenuhnya tidak dapat di huni. Oleh karena itu, Fundamentum merupakan tempat tinggal terakhir bagi manusia. Meskipun begitu, tidak semua manusia dapat tinggal di dalam Fundamentum, karena keterbatasan kapasitas, hanya dapat menampung sekitar 100.000 orang saja.
Keluarga kami merupakan salah satu yang beruntung yang dapat masuk ke dalam Fundamentum. Kata ibu, leluhur kita tinggal di sekitar Fundamentum sehingga ketika terjadinya bencana besar, mereka berhasil masuk ke dalam sebelum kapasitasnya penuh.
Inilah dia, Fundamentum, yang di bagi ke dalam 16 distrik utama, salah satunya adalah Distrik Himmelstadt, tempat aku lahir dan berada saat ini. Aku berdiri, di sebuah batu bukit, menatap ke arah hamparan luas, yang terdapat begitu banyak bangunan 2 atau 3 tingkat, tempat tinggal umatmanusia. Dari sini aku juga dapat melihat rumahku, berwarna abu-abu kusam setinggi 2 tingkat, tidak begitu besar namun tidak begitu kecil juga, cukup nyaman untuk kutinggali berdua bersama ibuku. Ayahku sudah lama meninggal ketika aku lahir, aku tidak begitu tahu detailnya karena ibu tidak pernah memberi tahu lebih lanjut. Bila kutanya, ia selalu mengalihkannya, sehingga aku terpaksa tidak menanyakan lebih jauh lagi.
"Oy Stella, sedang apa kau?! Ini giliranmu kau tahu! Cepat turunkan dan selesaikan tugasmu!",kata sebuah teriakan yang sepertinya ditujukan kepadaku.
"Y- ya, baiklah. Maaf, bentar, aku akan turun," kataku berteriak membalasnya.
Aku perlahan bergerak menuruni batu bukit tersebut, butuh sekitar hampir setengah menit bagiku untuk sampai ke bawah.
"Yosh, ada apa, Fiore, teman tersayangku?"
"Jangan pura-pura lupa kau, Stella. 'Kan sudah kubilang selesaikan tugasmu, ini sudah giliranmu, loh!" balas Fiore dengan agak kesal.
"Oke, oke. Jangan kesal gitu dong, aku cuma bercanda, tau? Baiklah, serahkan padaku," kataku mantap.
"Ya, ya. Pokoknya cepat selesaikan, sebelum Kau Tahu marah," dia memeringatiku.
Kau Tahu, itu adalah nama yang kami berikan kepada Ms. Caro, guru kami. Dia berperawakan pendek, gemuk hampir berbentuk bulat, wajahnya yang kemerahan serta tatapan tajamnya yang memberikan kesan bahwa kau akan mati jika ditatapnya, berumur paruh baya dan belum menikah. Aku tidak tahu mengapa saat seusai itu dia belum juga menikah, tetapi aku tetap tidak akan berani menanyakannya secara langsung kepadanya, bila aku masih menyayangi hidupku, uuh, membayangkannya saja sudah membuatku menggigil.
Okay, terlepas dari semua itu, saatnya bekerja, sebelum dia tahu bahwa aku tadi sedang bermalas-malasan di atas batu bukit. BTW, soal pekerjaanku, ya tidak begitu sulit sebenarnya, seperti menyapu halaman sekitar sekolah, serta mengganti air kolam sekolah, kolam yang penuh dengan ikan. Untuk airnya, aku harus berjalan menuju sebuah danau kecil, danau bawah tanah bisa dibilang, yang berjarak sekitar 50m dari sekolah. Ugh, membawa ember penuh air dan berjalan cukup jauh, itu sebenarnya yang paling berat. Andai saja aku dapat bebas, berpetualang kemana-mana, kalau bisa, dan kalau bisa, aku ingin melihat langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
I want to see the sky
Adventure100 tahun di masa depan, permukaan bumi tidak dapat ditinggali lagi disebabkan oleh Bencana Besar yang terjadi di masa lampau. Manusia akhirnya dipaksa pindah ke bawah tanah untuk mencari tempat berlindung. Di sebuah distrik Himmelstadt, salah satu...