Part 1

3 1 0
                                    

Selamat sore😍 semua! Di hari Jum'at yang mendung ini semoga berkah, Aamiin. Para readers yang sudah baca mohon maaf sebelumnya ya. Ceritanya aku unpublish dan aku ganti alur yang baru, tapi masih ada kemiripan tentang dunia penulis. Semoga ceritanya masuk dan bisa ending sampai akhir.

Bismillah ☺️

Selamat membaca 📖

Obat Manis

Kakinya melangkah, membawa tangisan pilu akibat orang-orang sekitarnya yang tidak jujur. Hidup itu harus jujur. Entah akhirnya baik atau buruk, yang paling utama adalah jujur. Ya, kejujuran.

Tangannya dengan cepat mencari sebuah nama di sebuah benda pipih 'Ka Dinda' lalu segera menekan tombol panggil.

"Ka, ada di rumah?" Suaranya terdengar lirih. Ia sesekali menyeka sudut matanya.

"Iya, kenapa? Tumben nanyain," sahut seorang perempuan dari balik benda pipih miliknya.

"Aku sudah di depan pintu. Tolongin aku ka," pintanya lirih.

"Jangan bercanda, Dila. Kamu kan lagi di Jakarta, ngapain juga malam-malam ke sini."

Dinda memoles wajahnya dengan krim malam di depan meja rias. Ia sudah sejak remaja merawat diri. Umurnya hampir kepala 4 tapi wajahnya masih seperti gadis remaja belasan tahun. Mungkin karena perawatan dan hidup yang sehat. Orang kaya bebas. Hidup itu butuh duit, apalagi cantik. Perlu duit yang banyak. Butuh modal mas-mas.

"Kalau kakak gak percaya lihat aja keluar."

Dila memutuskan sambungan telponnya. Ia duduk di atas anak tangga tepat di depan pintu rumah besar dan mewah itu.

Ia mengedari pandangannya ke depan. Malam indah penuh dengan bintang. Kenapa dirinya harus terjebak seperti ini. Tidak seindah bintang - bintang yang menemaninya. Ia menghela napas panjang berulang - ulang.

Pintu rumah terdengar terbuka, Dila segera menoleh ke belakang. Ia spontan berdiri sembari membawa dua koper besar di tangannya. Dengan erat ia memeluk seorang perempuan dengan piyama merah tua yang melekat di tubuh langsingnya. Dila menangis di dekapan sang kakak. Dan menghamburkan dua koper ke lantai.

"Ka, Dinda!" serunya dengan isak tangis yang menjadi-jadi.

Sontak perempuan itu memasang mimik bingung, heran sekaligus ada apa dengan adik satu-satunya ini.

"Eh, ada apa Dila?" tanyanya bingung.

Dila masih belum menjawab, ia kemudian diseret masuk ke dalam oleh sang kakak.

"Ayo cerita Dila, ada apa?"

Dila menghela napas panjang, lalu meminum air yang sudah tersedia di meja panjang itu. Kini dua orang perempuan itu duduk di ruang keluarga, disuguhi pemandangan indah, seorang gadis cantik yang tengah tertidur pulas di sofa sebelah kanan.

"Itu Agatha?" tanya Dila tersenyum lebar. Ia kini sudah mulai tenang, melihat keponakan satu-satunya itu yang sudah beranjak dewasa.

Dinda mengangguk, ia kemudian menyandarkan punggungnya ke sofa.

"Cepatan ngomong, aku ngantuk!" Benar saja, Dinda menutup mulutnya yang sudah menguap.

Dila mengambil posisi duduk senyaman mungkin, lalu mulai menceritakan kronologis yang menimpa dirinya.

Hampir setengah jam Dinda hanya diam mendengarkan. Ia menyimak dengan seksama, bahkan tubuhnya yang mulai mengantuk dibuat kembali segar oleh cerita Dila.

Dinda menghela napas panjang sebelum membuka suara.

"Kan benar apa kata Kakak, kamu tuh gak bakat jadi penulis, apalagi ngurusin jadi penerbit. Gak usah buang-buang waktu buat ngurus sana sini naskah orang. Gak ada untungnya Dila. Lebih baik kamu nerusin usaha butik aku, yang di Bogor sana, agak macet. Kuliah boro-boro ngambil ekonomi malah nikung jadi sastra. Gimana sih, ya gak akan sejalan dong." Dinda memejamkan matanya sebentar.

"Ka, usaha itu sudah aku mulai dari nol. Waktu masih ikut-ikut orang sampai punya penerbitan sendiri. Aku gak akan lepasin anak aku."

"Anak! Nikah aja belum udah punya anak aja, " sinis Dinda, menyahut dengan mata masih terpejam.

Dila menghela napas pelan, "Bukan anak itu maksudnya ka, penerbit itu ya, anak aku. Sama buku-buku yang sudah menyebar di tangan orang. Mereka semua anak-anak aku!" protes Dila tak terima.

"Yaudah terserah kamu, aku gak ngambil risiko kalau usaha kamu bangkrut lagi. Terserah, cari sana orang yang benar-benar handal ngurusin keuangan. Jangan sampai dimakan kayak kejadian itu lagi. Aku gak ngurus, kamu dah besar, Dila! Gak selamanya kamu nempel terus sama aku!" terang Dinda, menatap lekat pada adiknya itu.

Kesabaran Dinda mulai diuji, dia bingung memikirkan nasib adiknya yang habis ditipu oleh tim-nya sendiri. Apalagi Dila belum berkeluarga, tidak ada orang yang bisa mendukungnya selain Dinda sendiri.

"Iya, kakak." Dila mengubah posisinya menjadi berbaring, ia menghadap ke arah gadis cantik itu.

"Ka, anak kamu cantik banget ya, hidungnya mancung lagi. Padahal kakak mana ada mancung-mancungnya," aku Dila pada Dinda yang hendak berdiri.

"Yaiyalah, kan ayahnya mancung. Mas Dhika kan keturunan arab." Suara Dinda mulai terdengar pilu. Salah, Dila salah besar mengungkit tentang Mas Dhika. Ia merasa menyesal pada sang kakak.

"Ka, maaf!" mohon Dila merasa bersalah, ia mendekat ke arah sang kakak lalu memeluknya erat.

"Hmm...," gumam Dinda.

Ia mengingat momen pilu yang menimpa suaminya. Saat mereka bersama, kenapa hanya Dhika yang terluka. Kenapa Tuhan tidak mengambil dirinya juga.

Mungkin, Tuhan punya rencana indah. Menitipkan kepadanya seorang gadis cantik yang diberi nama Agatha Suci Warda. Yang berarti seorang berhati baik, suci dan cantik. Bak bunga mawar yang sangat indah.

Kala itu usia kandungannya baru berusia 4 bulan. Dan kejadian na'as yang menimpanya membuat gadis mungil, darah dagingnya kehilangan sosok ayah sebelum ia lahir. Sedih dan menderitanya ia kala itu.

Tapi waktu menguatkannya kembali, ia tidak boleh larut dalam kesedihan. Ada anak Dhika yang harus ia rawat. Ada sosok dan darah Dhika di sana. Ia akan menjaga dan merawat harta paling berharganya dengan baik. Ia tidak ingin ada seorang pun melukai Agatha. Ia yakin, ia bisa.

.
.
.

Alhamdulillah

Jangan lupa kritik dan sarannya yaa :)

Thank you all🤗
Salam hangat dari ku :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Obat ManisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang