Bagian Tiga

0 0 0
                                    

Arletta

"Eh tta! Lu tau ga?! Gua nemu cowo ganteng banget woiii ta sumpah!" Ucapku bersemangat sedangkan letta hanya menunjukan senyum manis miliknya.

Ini malam minggu karena, aku hanyalah pengkoleksi lelaki di room chat whatsapp sedangkan in real life aku jomblo maka malam minggu adalah bestie time!

Aku dan sahabat ku sering sekali berpergian bersama entah hanya mencari makan, nongkrong di caffe kesukaan kami. Mencari berbagai promo atau yaa mengelilingi mall lalu berakhir dikursi empuk, ruangan berpendingin serta layar yang begitu lebar dihadapan kami. Bioskop selalu menjadi pelarian paling menyenangkan.

Ah, iya. Ini —Arletta sahabat ku sejak duduk dibangku sma. Arletta anak yang menyenangkan, kami cocok disegala hal meski banyak pula sifatnya yang berbanding terbalik dengan diriku.

Jika aku suka bicara, letta lebih banyak mendengarkan. Jika aku dikenal sebagai si galak, maka letta adalah si kalem. Jika aku berani membentak atau memberi pelajaran pada orang yang mengusik ku, letta lebih memilih membicarakan ketidak sukaannya terhadap orang itu dengan ku.

Letta pendiam sedangkan aku tidak.

Letta tidak pernah banyak tingkah sedangkan, aku selagi aku menyukai hal itu maka akan ku lakukan. Kalau letta suka memikirkan omongan orang, aku jelas si bodo amat.

Semua orang pasti setuju bahwa: segala hal baik milik letta, sedangkan aku? Sudahlah. Prespektif orang sungguh sangat mengesalkan bukan?

"Cogan dimana ra?" Letta bicara dengan tenang, menyesap minuman bobanya dengan seksama.

"Itu loh masa lu ga ngeh sih! Abang chattime yang tadi kita antrii ganteng kann ttaa?" Gemasku.

"Liat aja sih mata lu ra, bener bener lu ya masalah cogan ga ada matinya" tawa letta menguar kami jalan bersisian keluar dari mall menuju tempat parkir.

"Ya kan gemes aja ttaa. Siapa tau bisa jadi bahan bucinan nomor sekian." Tawaku kembali menguar

Oh iya satu lagi aku si bucin sedangkan letta engga. Ketika letta punya seorang pacar belum tentu hati letta sepenuhnya pada lelaki tersebut.

"Makan dulu apa langsung pulang ra?" Tanya letta tanpa menggubris ucapan ku sebelumnya. Sedangkan aku sibuk mencari tiket parkir yang entah dimana aku letakan.

"Kyraa?" Panggil letta sekali lagi coba mengambil fokus perhatian ku.

"Tar dulu arletta. Ih tiket parkirnya ga ada lettaa.." Ucap ku masih sibuk membongkar isi tas mencari dimana aku meletakan tiket parkir masuk tadi.

"Cari dulu."

"Eh ada deh di case hp." Aku tersenyum lebar menunjukan deretan gigi rapih milik ku.

"Kebiasaan. Langsung balik apa makan dulu?"

"Makan geprek, gua laper."

Tidak sampai sepuluh menit perjalanan kami sampai dan seperti biasa letta akan memesan level terpedas dan aku dengan sok nya akan berkata 'pesenannya samain aja.'

Dan seperti biasa pula, letta akan makan dengan tenang sedangkan aku seolah mau mati dengan keringat bercucuran serta es teh manis yang sudah nyaris abis seluruhnya.

"Jangan keseringan minum ra. Nanti malah makin kerasa pedesnya." Letta bicara dengan nada santai memperhatikan aku sahabatnya yang sudah nyaris mati karna kepedasan.

"Ga kuat ttaa. Gua butuh minum."

"Besok besok pesennya jangan ngikutin gue. Ayo balik gua anter"

Ini hari kesekian yang ku habiskan dengan begitu menyenangkannya bersama arletta sahabatku.

Meski tidak pernah ku katakan. Jelas aku begitu menyanyangi Arletta sebagaimana aku menyanyangi diriku sendiri.

***

Salam sayang,

Arra

TriangulumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang