Bagian Dua

0 0 0
                                    

Askar Aimar

Askar aimar apakah namanya cukup menggambarkan sosoknya? Jika tidak akan ku ceritakan tentang seberapa hebatnya seorang askar membuat dunia ku menggila.

Askar hanya lelaki biasa, sederhana namun berkharisma. Askar tidak tampan ia hanya terlalu manis. Askar bukan sosok pendiam dan dingin. Askar sehangat mentari pagi, askar semenyenangkan udara di musim semi.

Askar memiliki banyak kepribadian baik. Askar menyenangkan. Askar suka membantu. Askar bisa diajak bertukar pikiran. Askar bisa menghargai orang lain. Askar adalah sosok penyayang yang taat aturan. Askar rajin beribadah. Dan dengan itu semua askar begitu mudah dicintai.

Askar adalah tawa paling indah yang pernah aku dengarkan. Askar adalah seseorang yang mampu membuat ku memuja.

Aku bahkan hapal segala hal tentangnya. Nomor sepatunya, ukuran celana dan bajunya, bahkan aku tau dimana letak tanda lahirnya. Aku tau ia akan menyipitkan mata ketika tertawa. Aku tau kalau tidak jadi dokter ia ingin punya gelar sebagai sarjana ekonomi. Aku tau askar punya mimpi mulia; membangun sekolah untuk anak diujung negri sana.

Askar lelaki biasa yang mampu membuat dunia seorang Kyra Lara Maheswari hanya berpusat padanya. Askar adalah bentuk tawa yang paling kyra suka. Askar dan segala kebaikan hatinya mampu membuat ku mencinta.

"Masih pagi udah dateng aja ra?"

Aku menoleh dan menemukan sosok yang paling aku cintai berdiri disana. "Hai Ar." —Ar pangilan khusus ku untuknya.

"Dateng pagi banget ngapain?"

"Takut kena macet aja sih, lo sendiri kok udah dateng?"

"Iya kepagian. Mau buka stand sekarang? Gue bantuin kalo mau."

Aku mengulum senyum mendengar tawaran darinya. "Nanti ajalah nunggu yang lain ajaa. Masih pagi banget juga."

Kami hening namun hati ku berdegup terlalu kencang saat bersamanya. Sampai beberapa teman kami datang bersamaan.

Waktu sudah menunjukan pukul delapan  yang artinya kami mulai harus membuka stand dan memajang beberapa baju yang akan dijual hari ini.  Namun Arka tak kunjung datang, aku datang lebih pagi dari yang lain tapi stand ku justru yang paling akhir dirapihkan.

Aku gabisa melakukan membuka atau menutup stand seorang diri. Harus dikerjakan paling tidak dua orang. Aku berjalan ke toko tengah, toko Ajil, Jani, Dan ria.

Yang kulihat hanya Jani dan Ria entah Ajil kemana "Bantuin gue yuuk, Arka belum dateng gabisa buka sendirian gue."

Jani menoleh "Yah Raa, kita juga cuma berdua Ajil bolak balik kamar mandi terus mungkin diare."

"Coba kebelakang, liat Hani sama Askar siapa tau udah beres."

Aku bergegas kebelakang dan benar toko mereka sudah rapih berbanding terbalim dengan milikku.

"Hai boleh minta tolong?"

Askar yang pertama kali buka suara "kenapa Ra?"

"Arka belum dateng. Gatau kesiangan atau ga masuk, gue gabisa buka toko sendiri."

Askar tersenyum manis. "Yaudah ayo gue bantuin, Han gue bantuin Kyra dulu ya." yang hanya dibalas anggukan olehnya.

Aku berjalan mengekori Askar dibelakang, menggigit bibir dalam dalam menahan senyum.

Askar mulai membuka penutup stand, menggulung tali pengikat. Merakit dan memasangkan lampu, sedangkan aku merapihkan beberapa pakaian yang akan dipajang di manekin nanti.

Aku sering kali mencuri pandang padanya, entah ia tau atau tidak dia terlihat sangat tampan ketika serius melakukan sesuatu dan aku menyukai hal itu.

"Udah beres ya Raa?"

Aku tersenyum mengangguk.  "Makasih yaa."

"Udah jam segini Arka masih belum dateng."

"Aku udah chat dia sih. Katanya kesiangan aja, gapapa kok kalo mau balik kebelakang. Makasih yaa."

Kali ini Askar yang tersenyum teramat manis. "Sama-sama."

Aku tersenyum. Melihat punggung nya perlahan menjauh, bisa ga sih kalo aku tiba tiba lari dan peluk dia?

Haha. 

Untuk kesekian kalinya, aku punya alasan untuk jatuh Cinta padanya.

***
Salam sayang,

Arra.

TriangulumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang