Kekalahan Lena

50 7 0
                                    

Keesokan harinya, hari ini adalah hari dimana El harus seleksi bersama Lena untuk menjadi perwakilan sekolah. El sudah bersiap-siap di depan rumah untuk berangkat sekolah. Ia sedang menunggu Liem yang sedang mengambil kunci mobilnya.

"Dek, udah? Ayo buruan! entar telat." ajak Liem yang disusul anggukan dari El.

Mereka pun masuk mobil dan langsung berangkat ke sekolah. Di mobil, mereka membicarakan tentang seleksi yang akan dilaksanakan nanti.

"Lo dah siap, Dek? Lawan lo gak susah kok. Btw, udah belajar kan semalem?" Tanya Liem dengan semangat. "Bangga gue punya Adek kayak lo, pinter ye!" lanjut Liem lalu mengusap kepala Adiknya.

Tiba-tiba Liem teringat sesuatu. "Dek, kemarin Lo diapain sama Lena?".

"Lena... Lena niat nyakitin gue lagi, Kak." Jawab El dengan menunduk.

"Oh, palsu banget mulutnya!" kata Liem kesal.

"Udah kak, gapapa. Lagian kemarin juga gue gak diapa-apain kok, Kak." Respon El.

Liem mengelus dadanya sambil berkata, "Sabar ganteng, sabar...". El pun tertawa melihat kakaknya berperilaku seperti itu. Lalu keduanya hanyut dalam canda tawa.

Sesampainya El di sekolah, ia ditemani Liem menuju ke kelas. Takut jika Lena tiba-tiba mencelakai adiknya. Sesampainya di kelas, El melihat sebuket bunga berwarna pink dengan sehelai kartu ucapan.

Semangat seleksinya El! Gue bantu doa dari belakang. Lo pasti bisa!

Tertulis di bawah teks sebuah tanda tangan yang El kenal, tak lain adalah Al. Namun, orang yang memberikan El sebuket bunga itu tak nampak keberadaannya.

"Jiah, pasti dari Al," Ledek Liem. El menjawab dengan cengengesan. "Gue panggil Al buat ke sini mau gak? Biar dia yang jaga lo, Dek. Gua ada urusan soalnya. Entar kalau urusan gue dah kelar, gue balik jagain lo lagi deh." lanjut Liem memohon. El hanya mengangguk tanda setuju.

Hari ini sekolah tak terlalu ramai, karena banyak murid yang belum datang ke sekolah. Hari ini hanya acara seleksi dan acara hiburan setelah seleksi selesai. Sekolah milik keluarga El ini memang setiap tiga bulan sekali melakukan acara hiburan, untuk menghilangkan kejenuhan murid-muridnya yang sudah berbulan-bulan belajar.

Tibalah acara seleksi yang sangat menegangkan, dengan sistem siapa cepat dia dapat. Seleksi itu digelar di panggung yang dibangun di lapangan sekolah. Juri seleksi adalah Kepala sekolah, dan dua guru pada bidang IPA.

Satu jam berlalu, poin El lebih tinggi di banding Lena saat ini. Persaingan semakin menegangkan hingga skor keduanya sama.

"Oke, ini pertanyaan terakhir dan menjadi penentu siapakah yang akan mewakili sekolah untuk olimpiade," kata pemandu acara.

"Ayo, El! Lo pasti bisa!" Sorakan dari sahabat-sahabat El. Sorakan menyemangati El semakin riuh.

"Penonton diharapkan tenang sebentar," ucap pemandu acara memenangkan sorakan yang semakin keras itu. "Baik, kita lanjut. Pertanyaan akan dibacakan oleh bapak kepala sekolah, kepada Pak Bondan, dipersilahkan." Lanjut pemandu acara.

"Ini adalah pertanyaan terakhir, Bapak harap ananda bisa menjawab dengan ketulusan hati dan penerapannya nanti. Jika salah satu di antara ananda terpilih menjadi perwakilan sekolah. Bagaimana sikap ananda, jika ananda menjadi pihak yang tidak terpilih dalam seleksi ini? Silahkan dijawab dengan jawaban terbaik ananda!" jelas Pak Bondan.

Tanpa berpikir panjang, Lena langsung menekan tombol dan menjawab pertanyaan terakhir yang baru saja diberikan Pak Bondan.

"Saya, Lena Handry akan menjawab pertanyaan yang baru saja Bapak Kepala sekolah. Saya akan bersikap sabar, dan mendoakan teman saya yang lolos dalam seleksi ini agar sukses di olimpiade nanti." Jawab Lena dengan percaya diri.

"Huuuuuuuuu..." kata penonton secara bersamaan yang membuat Lena geram.

"Penonton diharapkan untuk tenang!" kata pemandu acara. Penonton pun terdengar lebih sunyi walau ada beberapa orang yang masih mencoba berbicara dengan berbisik.

"Baik, terima kasih. Selanjutnya, Elfa Alexander. Silahkan berikan jawaban terbaik anda!" lanjut pemandu acara.

"Baik, terima kasih saya ucapkan kepada pemandu acara yang sudah memberi saya kesempatan untuk menjawab pertanyaan terakhir ini. Saya, Elfa Alexander akan menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh Pak Bondan selaku Kepala Sekolah di sekolah. Jawaban saya adalah jika saya tidak terpilih atau tidak lolos dalam seleksi ini, pertama saya akan bersikap lapang dada dan bersabar. Kedua, lebih banyak belajar lagi, dan yang ketiga selalu memberi semangat dan mendoakan teman yang akan mewakili sekolah semoga hasilnya memuaskan nantinya. Bila ia mau untuk saya bantu belajar, saya akan membantunya belajar jika ia merasa kesulitan. Sekian dan terima kasih." Jawab El yang disusul tepuk tangan seisi sekolah.

"Bravo, El!" terdengar sorakan keras dari seorang laki-laki, tak lain adalah Al.

Tak disangka, kata bravo yang dilontarkan Al membawa seluruh penonton untuk menyorakkan kata yang sama. Tapi tidak untuk teman-teman Lena. El merasa terharu, karena banyak sekali yang mendukungnya.

Lo hebat, El. Gue bangga sama Lo. Gue janji, El. Gue bakal jaga lo, sampai ajal menjemput gue, batin Al sambil tersenyum melihat El.

Lalu Al berlari ke depan barisan sambil bersorak, "Elfa... Elfa.. Elfa...".

Sorakan itu semakin keras saat penonton lain ikut bersorak diikuti tepuk tangan yang menjadi sebuah jeda, sehingga sorakan itu seperti memiliki nada. El semakin terharu, ia seka air mata yang jatuh mengalir di pipinya.

"Penonton harap tenang! Baik, kepada Bapak dan Ibu juri, apakah sudah menemukan jawaban yang tepat?" tanya pemandu acara yang disusul anggukan para juri.

Setelah dipersilahkan untuk naik ke panggung, Pak Bondan berdiri di antara El dan Lena yang sudah lebih dulu di persilahkan untuk berdiri dari tempat duduk yang telah disediakan. Sambil berbicara dengan mic, Pak Bondan memberikan sepatah sambutan sebelum ia mengumumkan hasilnya.

"Baik, sekarang saya akan memberitahu hasil akhir diskusi kami selaku para juri. Untuk ananda yang tidak lolos untuk jangan berkecil hati, dan kepada ananda yang lolos Bapak harap untuk memberikan hasil yang terbaik untuk sekolah kita bersama. Tanpa basa-basi lagi, kami amanahkan mengikuti Olimpiade Nasional untuk menjadi perwakilan sekolah jatuh kepada..." Kata Pak Bondan membuat seisi sekolah penasaran. Beda lagi dengan dua juri yang masih duduk di singgasananya, mereka hanya tersenyum melihat El dan Lena.

"Jatuh kepada... Elfa Alexander!" lanjut Pak Bondan.

El terkejut, refleks ia sujud syukur dan mengucapkan kalimat Hamdallah. Air mata harunya semakin deras mengalir.

Setelah El bangun dari sujud syukurnya dan kembali berdiri, Pak Bondan berbisik kepada El. "Uncle bangga sama kamu, Nak."

Seisi sekolah riuh dengan tepuk tangan dan sorakan. Sorakan dan tepuk tangan itu terus menggema hingga terdengar suara pemandu acara hiburan yang akan memulai acaranya. Kemudian, acara berganti menjadi acara hiburan yang sudah lama ditunggu-tunggu para siswa.

Bersambung...


Al & El✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang