Twenty Five

26.1K 3.1K 361
                                    

Kangen?
Kalau Ada typo atau nama yang salah bilang ya.

Happy Reading

Jeno terdiam, dari posisinya di atas sofa,
memperhatikan Jaemin yang terduduk di atas kasurnya. si manis itu sedang berargumen bersama seseorang lewat ponsel Jeno, beberapa kali berbicara keras, hingga selanjutnya kata memohon tak pernah absen dari mulutnya.

Jeno tak bisa melakukan apa-apa, meski pada
awalnya emosi ingin ia keluarkan ketika Jaemin memaksa untuk meminjam ponselnya, menghubungi pihak kepolisian pusat, dan berseru jika Jaemin menginginkan keringanan untuk ayahnya.

Bagimana Jeno tidak ingin marah?
yang Jaemin terima dari ayahnya saat itu sudah termasuk ke dalam kasus percobaan pembunuhan.

Jeno tak terima dengan semua Iuka yang Jaemin rasakan hingga tak dapat bergerak, hingga fungsi tubuhnya hampir lenyap jika tidak mendapatkan penanganan intensif.

Dan sekarang, Jaemin meminta keringanan untuk sang ayah yang akan dijatuhi hukuman mati? tentu Jeno sangat ingin meneriaki bocah manis itu jika saja tak melihat keadaannya.

"pak, saya mohon.."

dapat Jeno dengar, suara itu bergetar lirih.
Jaemin pasti sedang menahan tangisnya karenasampai saat ini belum memenangkan argumennya.

"nak, bukannya saya gak mau. kami sudah menuruti kamu buat memberi keringanan sama ayah kamu dulu. tapi Iihat sekarang? gak ada efek jera. dia sudah bunuh bunda kamu, dan kamu juga hampir jadi korbannya."

Jaemin menunduk dalam, menutup mulutnya dengan telapak tangan mungil itu. ia hanya terlalu menyayangi orang tuanya. ayahnya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini. Jaemin , tidak ingin menjadi
yatim piatu.

Katakanlah ia bodoh, sangat bodoh. masih memberi hati pada orang yang bahkan tak menginginkannya bernapas saat ini. sudah sangat dibenci dan tak diakui, tapi masih memberi belas kasihan.
"a-apa gak bisa.. pak? saya mohon.."

Jeno bangkit dari duduknya ketika suara itu mulai terdengar semakin serak dan bahunya
naik-turun dengan suara napas tak karuan.

Lelaki itu duduk di samping Jaemin, merangkul pundak si manis, kemudian mengusapnya dengan lembut.
"Maaf nak.. "

Jaemin menggenggam ponsel milik Jeno
dengan erat, perlahan menurunkan posisinya dari daun telinganya.
"kak Jeno.. a-ayah.. hiks!"

Jeno lekas merengkuh tubuh kecil itu, memeluknya sambil menepuk-nepuk punggung Jaemin, mencoba menenangkan si manis.
"nangis, jangan ditahan, nanti dada kamu sakit
lagi."

Benar, Jaemin memang selalu menuruti
Jeno, karena setelah seruan itu terucap dari bibir yang lebih tua, Jaemin melepaskan tangisnya.
"hiks.. n-nana gak punya siapa-siapa lagi, kak.. hiks.. nana sendirian."

Jeno pernah merasakan ini. mendekap tubuh
Jaemin, mendengarkan rakauan yang lebih
muda jika dia kini sendirian.
"bunda.. ibu.. se-sekarang ayah.. hiks!"

yang lebih tua menggeleng, "no, you have me, na."

Bukannya tenang, Jaemin malah semakin
mengencangkan tangisnya, mungkin akan
terdengar sangat berisik jika saja tak terendam di balik dada Jeno saat ini.

Beberapa menit, Jaemin habiskan dengan
menangis, beberapa menit pula, Jeno
membiarkan Jaemin melepaskan semuanya.

Jeno tak dapat menghentikan tangis anak
manis dalam pelukannya. hingga, tiba saatnya Jaemin telah berhenti dari tangisnya, Jeno lekas menarik tubuh itu dari pelukannya.

Adiós || Nomin ☑️(Unpublish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang