3. SEBUAH KEJUTAN

168 110 81
                                    


Ara melangkahkan kakinya menuju koridor bersama Amanda. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar lima menit yang lalu, namun karena banyaknya murid yang berdesakkan membuat keduanya harus menunggu dan keluar paling akhir, terkecuali Trisha yang ikut berdesakan karena ingin segera pulang. Mereka berdua berbincang-bincang hingga akhirnya keduanya berhenti tepat di depan gerbang.

"Ra, lo pulang naik apa?" tanya Amanda sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar.

"Gue dijemput. Kalau Amanda gimana?" tanya Ara.

"Kayaknya bakalan naik angkot, deh. Soalnya motor gue masuk bengkel."

"Yaudah bareng aja!" seru Ara. Amanda nampak berpikir sejenak. "Enggak deh, Ra, makasih udah nawarin. Lagian rumah kita nggak searah."

Ara menggeleng cepat. "Enggak, Amanda. Nggak papa, kok!"

"Eh, enggak usah, deh-"

'Tin-tin!'

Suara klakson menghentikan pembicaraan mereka. Seorang gadis dengan helm hitam menyengir lebar kearah keduanya. "Mau nebeng, nggak?" tanyanya. Gadis itu adalah Trisha.

"Lah, kok? Lo masih di sini? Bukannya tadi ngedesel duluan, ya?" tanya Amanda menatap Trisha sinis.

Trisha memajukan duduknya dan membenarkan letak posisi kaca spionnya. "Percuma gue ngedesel di kelas tadi. Parkiran penuh, susah ngeluarin motor. Harus gantian, deh!" celetuk Trisha mulai berkaca pada spionnya.

"Mau nebeng nggak, nih?" tanya Trisha mengulangi tawarannya.

Amanda menatap Ara. "Gak papa nunggu jemputan sendirian? Atau mau kita temenin sampe jemputannya dateng?" tanya Amanda.

"Enggak usah, deh. Palingan bentar lagi juga datang." Amanda mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda mengerti. "Yaudah, gue duluan sama Trisha, ya!" pamit Amanda, lalu menaiki jok belakang motor vespa milik Trisha.

"Duluan, Ra!" seru Trisha menyalakan mesin motornya. "Hati-hati!" balas Ara.

Ara mengedarkan pandangannya menelusuri sekitar. Tampak mulai sepi. Mata Ara tak sengaja menangkap sosok laki-laki berperawakan tinggi hendak menaiki motor XLX Merah bersama seorang gadis berseragam SMP. Ara tidak salah lihat, laki-laki itu adalah Rangga!

Baru saja Ara hendak menghampiri keduanya, panggilan seseorang mengurungkan niatnya.

"Non Ara!"

Ara berbalik dan mendapati laki-laki paruh baya yang usianya hampir setengah abad tengah tersenyum kearahnya. "Maaf, Non. Saya terlambat."

"Nggak papa, Mang."

Ara berjalan menghampiri mobil, laki-laki paruh baya itu pun membukakan pintu untuk nona mudanya.

"Langsung pulang aja, Mang!" titah Ara.

Laki-laki paruh baya itu melirik lewat kaca dengan kening yang berkerut. "Lho, nggak jadi ke gramedia dulu, Non?" tanyanya memastikan.

Ara menggeleng malas, sembari tatapannya menerawang ke ujung jalan, dimana Rangga sedang berdiri dengan seorang gadis berseragam SMP, Ara berdecak. Pikirannya sudah dipenuhi berbagai pertanyaan tentang gadis SMP itu.

ARANGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang