Twenty Seven

25.8K 2.9K 626
                                    

Bilang kalau ada typo atau nama yg salah
Happy Reading

"tumben bangun pagi"

Changbin, duduk di samping Jeno. memperhatikan wajah mengantuk dan penampilan rapi lelaki dengan surai cokelat itu.

"bukannya kemaren udah perwalian, ya?" tanya Changbin lagi

"mau nganterin nana- hoam. ke kampus, bang
perwalian dia hari ini"

yang lebih tua mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu beralih mengambil remot tv di atas meja untuk ia hidupkan layar besar dii hadapannya.

"pacar yang baik," gumam Changbin.

"harus, bang. lo juga harus gitu sama felix," seru Jeno, dengan mata tertutup dan
punggung bersandar pada kepala sofa.

"dulu gitu."

"terus sekarang engga?

Changbin memutar bola matanya malas, "sibuk ngurus ini itu, udah pengen cepet sidang aja
gue. lo enak baru jalan semester 6 sekarang"
keluhnya.

"enak apanya? semester 5 aja gue pusing. gimana semester 6 sekarang?"

"halah, lo dari semester 3 aja udah sambat mulu."

Changbin terkekeh kecil, "liat nana yang sambat mulu pas nginjek awal semester 3 gue jadi inget lo dulu. Sampe ngeluh pengen nikah gitu lo," ejek Changbin.

"iya, awalnya gue kepikiran pengen nikah aja. tapi ya masa nikah tapi belum punya apa-apa? kasian istri sama anak gue nanti" kata Jeno,

"lagian sih, gue pikir yang namanya kuliah gakada yang enak. ya, gimana? resikonya gitu. pas masuk semester 5 gue mulai ngerti, dibawa pusing malah bikin gue makin gila nanti" lanjutnya.

Changbin menoleh, tersenyum bangga mendengar penururan Jeno, tangannya terulur guna menepuk-nepuk puncak kepala lelaki yang lebih muda darinya itu.

"tumben bijak." sementara Jeno, mendengus malas mendengar ucapan Changbin. entah memuji atau meledeknya.

"kak jeno, ayo"

Jaemin datang, menghampiri mereka dengan
setelan khasnya. jeans denim dan kemeja putih
berlengan pendeknya. tak lupa pula ransel hitam yang tersampir di kedua bahunya.

kening si manis menyernyit tak suka,
ketika menyadari wajah ngantuk kekasih menyebalkannya itu.

"Ck, kan nana bilang, mending nana bawa motor sendiri aja," timpalnya kesal.

Jeno lekas berdiri, kemudian mengulas cengiran lebar

"santai, nanti pas di jalan kena angin juga ngantuknya ilang"

Jaemin memajukan bibirnya, "mana ada? malah makin ngantuk tau! udah, ah, nana bawa motor sendiri aja."

Jaemin baru akan melesat kembali ke kamarnya, berniat mengambil kunci motor miliknya, namun tertahan oleh genggaman tangan Jeno pada pergelangan tangannya.

"sama aku aja, na. serius, deh, gak ngantuk," kata yang lebih tua, sambil melebar-lebarkan matanya, memberi bukti bahwa dia tidak mengantuk.

decihan lolos dari mulut manis Jaemin. Jeno  pikir Jaemin tak bisa melihat mata sayu dan wajah mengantuk itu?

"na.. ayo, nanti kamu telat," ajak Jeno.

Jaemin mendengus, lantas segera merampas kunci motor di genggaman Jeno, kemudian berjalan terlebih dahulu.

"nana yang bawa, kak jeno bonceng aja!"

"YAH KOK GITU?"

"EMANG PUNYA ASURANSI KESEHATAN KALO NANA KENAPA-NAPA DI JALAN?!"

Adiós || Nomin ☑️(Unpublish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang