aku mulai mengerti

2 1 0
                                    

*NAYLA POV*

"Eum... Karena emosi sesaat?" Audy langsung menoleh kearahku yang sedang kebingungan karena jawabannya, "Hanya bercanda kok," ia tertawa receh untuk mencairkan suasana serius diantara kami.

Aku ikut tertawa mendengar suara tawanya yang lucu. Senyumnya sangat menawan, Yah pasti karena ia cantik dan memiliki kharisma tersendiri. Namun, berbeda dengan matanya yang terlihat sendu. Aku tidak tahu mengapa, karena sejak sempat terjadi perselisihan antara kami, termasuk Athur. Kami sudah tidak berkomunikasi lagi jadi jarang berbagi atau bercerita tentang masalah masing-masing.

"Audy, jika kau ada masalah... kau bisa cerita padaku," aku melanjutkan perkataanku, "t-tapi jika kau tidak mau, tidak apa-apa kok."

"Makasih Nay, tapi aku gak apa-apa kok," Dia tersenyum meyakinkanku, "I'm fine, it's okay."

Selalu, selalu saja begini. Tidak dulu maupun sekarang dia selalu beusaha terlihat kuat, aku tau betapa menyiksanya dan menakutkannya hal seperti tadi tapi jika aku yang ada diposisinya mungkin ada kakakku yang membantuku tapi dia berbeda. Dia hanya memiliki dirinya sendiri, bahkan jika dia diujung maut hanya dirinya sendiri yang bisa membantunya. Tapi meski begitu dia tetap berusaha untuk tidak menyusahkan orang lain, padahal ini sudah bukan hal yang bisa ditanggung sendiri.

"Nay, bukan kah kamu harus pulang sekarang?" ucapannya seketika membuyarkan lamunanku.

Aku tersadar, dan langsung melihat kearah jam tanganku yang sudah menunjukkan hampir pukul 10.30. GAWAT! Seharusnya aku sudah pulang saat ini! 'Dia' pasti sudah menghancurkan kamarku. Hah... ya sudahlah, nanti tinggal aku rapikan saja lagi. Dan juga aku tidak tega meninggalkan Audy disini sendri, bagaimana jika ayahnya kembali lagi dan tidak ada yang membantunya?!

"Nay, jika kau ingin pulang... aku tidak apa-apa kok sendiri disini."

"Aku tidak mungkin meninggalkan kamu sendirian disini."

"Aku gak apa-apa kok, ayahku pasti sudah pulang dan mungkin udah tidur."

"Tapi ka---" Ia tiba-tiba saja menggenggam tanganku dan tersenyum meyakinkanku.

"Tolong, aku gak mau jadi beban... maaf, Nay."

Hah... jika sudah begini aku hanya bisa mengiyakan dan berharap ia baik-baik saja sendiri disini. Meskipun aku berniat acuh pada 'Dia' tapi aku dilain sisi juga takut jika aku pulang diberi sport jantung.

"Baiklah, aku pulang deluan ya," aku melanjutkan kembali perkataanku, "hubungi aja aku jika kamu butuh bantuan, ya."

Aku meninggalkannya dengan perasaan was-was. Tapi bagaimana pun juga, aku juga harus memikirkan kondisiku yang mungkin jika pulang bisa disuguhi hal yang mengancam nyawa. Hah... selalu terbesit dipikiranku, bagaimana jika aku tidak bisa menikmati hari esok? Karena aku tidak tahu kapan nyawaku akan diambil.

****

*AUTHOR POV*

Jantung Nayla berpacu begitu cepat menambah rasa gugup dan takut bersamaan. Beberapa kali menghentikan niatnya untuk membuka pintu rumahnya. Namun bagaimanapun juga dia harus masuk kedalam dan segera mengeistirahatkan otot-otot dan sendi tubuhnya yang sudah berkerja begitu keras hari ini.

Sret!

Entah datang dari mana, tiba-tiba saja pisau dapur melayang menuju kearah wajahnya dan melukai pipi kirinya. Jika saja dia tidak memiliki reflex cepat dan lampu diruang tamu mati mungkin pisau itu akan tertanam dimata kirinya bukan menancam dipintu yang barusan saja dia tutup.

'ck, selalu saja melemparkan benda ini kepadaku, apa tidak bosan?!' batinnya.

Ia mencabut pisau itu dengan otomatis membelakangi sang pelaku yang telah melemparkan pisau itu kearahnya. Ia berbalik dan tiba-tiba saja 'Dia' yang merupakan sang pelaku menusukkan gunting besi kearah bahu kanannya. Namun untung saja kakaknya datang menangkap dan menghentikan 'Dia', sehingga gunting itu tidak menusuk bahu kanan Nayla begitu dalam.

'Dia' dibawa dan dikurung atau lebih tepatnya dibiarkan menyendiri didalam kamarnya, agak susah membuatnya menurut karena selalu memberi perlawanan namun untungnya pisau dan gunting sudah tidak berada padanya jadi bisa sedikit mudah menaklukkannya.

"Dasar cewek tolol! Lain kali tidak usah pulang jika sudah tau akan begini," menyodorkan kotak P3K kepada Nayla, "obati lukamu! Jangan cengeng! Sudah kuliah gini aja nangis."

Setiap perkataan itu tepat menusuk kedalam hati Nayla, ia manatap punggung kakaknya yang mulai masuk kedalam kamarnya meninggalkan Nayla terdiam didepan pintu kamar miliknya sendiri.

'Makasih kak, meski kata-kata kakak selalu kasar tapi aku tau maksud kakak baik. TAPI TETAP SAJA KASAR! BIKIN BAD MOOD AJA!' batin Nayla.

"Sekarang aku mulai mengerti bahwa tidak semua orang yang tersenyum itu bahagia, contohnya seperti Audy yang dikenal murah senyum walau terkadang berwajah datar juga mengalami hal semenkutkan itu tapi dia begitu pandai menyembunyikannya dan tetap optimis untuk melalui dunia yang tidak bisa diprediksi ini."


TBC

Seketika genrenya jadi serem yah:v:v

MAKASIH BUAT YANG SETIA BACA CERITA INI TERUS;);)
JANGAN LUPA VOTMENTNYA YAH;)

BYE~~ 

Hey! Boy! what do you want?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang