35. Bathup and Rose

359 63 5
                                    


Mata Sin lurus ke arah jalanan yang disoroti lampu mobil. Irham fokus dengan kemudinya. Sementara Resti dan Selsa saling diam di jok belakang. Semua terlalu asyik dengan pikiran masing- masing sampai tidak ada suara di dalam mobil ini. Cuma deru mesin mobil yang menemani perjalanan mereka.

Sampai akhirnya Irham memecah hening.

"Psikolog bilang, Jivan mengidap sister kompleks," fakta yang Irham katakan membuat perhatian tertuju padanya. Terutama Selsa, dia tahu betul apa itu sister kompleks.

"Awalnya kami nggak percaya. Setelah kematian Jisa, barulah kami yakin. Waktu mendengar berita kematian Jisa, Jivan sangat terpukul. Dia nggak bisa menerima kenyataan, Jivan menganggap Jisa masih hidup. Dan kondisi mentalnya sempat terganggu," jelas Irham walaupun dia tetap fokus dengan jalanan yang mereka lewati.

"Kami memutuskan untuk membawa pulang Jivan dari Amerika supaya kami bisa mengawasi kondisinya secara langsung. Ternyata keputusan yang kami ambil salah. Setiap hari Jivan masuk ke kamar Jisa dan bicara sendiri. Dalam bayangannya dia sedang bercengkerama dengan Jisa. Itu bertahan sampai berbulan- bulan."

"Sampai akhirnya Jivan menemukan diary Jisa."

"Dia menemukan nama Paula dan Queen dalam diary itu," tambah Resti yang sejak tadi diam menyimak. Sekarang giliran dia yang bicara.

"Entah kenapa, semenjak membaca diary Jisa, Jivan kembali pulih. Dia terlihat normal," jelas Resti.

"Tapi dibalik semua itu, Jivan merencanakan sesuatu. Dia meneror Paula lewat pesan," Irham menimpali.

"Sama seperti yang dia lakukan ke Queen," sambar Sin.

"Bedanya Paula terganggu secara mental, dan Queen masih bertahan sejauh ini," sergah Irham.

"Paula baru saja meninggal dua minggu yang lalu, dia bunuh diri," ungkap Sin.

Irham dan Resti terkejut, mereka baru tahu berita yang satu ini.

"Maaf, bukannya mau menyudutkan Jivan. Aku Cuma nggak mau sesuatu yang buruk terjadi pada Queen," kata Sin penuh hati-hati.

"Aku nggak mau ada Paula selanjutnya," tambahnya.

"Semoga Jivan nggak bertindak kejauhan," ucap Resti penuh harap.

"Kita harus menemukan mereka secepatnya," Selsa yang sejak tadi diam mulai bicara dengan wajah panik. "Aku ingin anakku selamat," lirih Selsa dan tetesan airmatanya tumpah ruah.

Resti langsung merangkul Selsa dan mengelus pelan punggungnya. Dia mengerti seberapa besar rasa khawatir Selsa. "Queen bertahanlah, Nak," cicit Selsa ditengah tangisnya.

"Aku nggak akan memaafkan Jivan kalau dia melukai Queen," Sin tidak sadar mengucapkan kata- kata itu di depan orang tua Jivan, bahkan rahangnya mengeras.

"Aku orang pertama yang akan memukul anak bodoh itu," ucap Irham dengan sadar. Tampaknya dia ada di pihak Sin. "Semoga Jivan ada di temat yang kita tuju."

"Sebenarnya kita mencari Jivan kemana?" oke, sejak awal Sin tidak tahu tujuan mereka kemana. Dia Cuma tahu saat ini mereka mencari Jivan. Itu saja.

"Ke tempat yang penuh dengan kenangan Jisa," ungkap Irham.

"Tempat mereka menghabiskan waktu liburan tahun lalu," sahut Resti dari belakang.

*****

I'm not being faithful
I'm trying to endure
The only thing I can do
Is this

I want to stay
I want to dream a little more
But still
It is time to leave

Mysteriuos MessageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang