5. Mungkin Salah Sambung

40 19 28
                                    

"Melamun tidak akan pernah menghilangkan rasa laparmu."

Nyeri haid di saat hari pertama, seringnya dijadikan sebagai bahan olok-olokkan oleh kaum berjenis kelamin laki-laki, yang tidak tahu diri. Mereka bilang, perempuan yang mengeluh saat menstruasi tiba adalah perempuan yang; manja, alay dan juga lebay. Padahal, mereka tidak pernah merasakan sehebat apa rasa sakitnya.

Sama seperti apa yang sedang kualami saat ini. Sejak tadi, aku hanya bisa diam. Meremat sprei kasur dan memeluk guling bergambar Doraemon kuat-kuat--guna menetralisir rasa nyeri di sekitar pinggang dan juga perutku. Keringat dingin 'tak henti-hentinya mengalir, meskipun pendingin ruangan di kamarku menyala.

Nyeri haid di hari pertama memang bukan kaleng-kaleng. Makanya aku sangat benci, kepada laki-laki yang menjadikan keluhan perempuan yang sedang menstruasi--sebagai bahan candaan.

Rasanya, aku ingin menyunat mereka setiap bulan. Agar mereka bisa mengerti, betapa menderitanya kaum perempuan saat nyeri haid menyerang.

Aku mendesis panjang. Sudah berkali-kali aku membalurkan minyak kayu putih ke seluruh perut buncitku. Tidak, kali ini perutku sedang tidak terlalu buncit. Karena sejak pulang sekolah tadi, perut malang ini belum kuisi sama sekali.

Maafkan aku ya, perut. Saat ini aku benar-benar tidak nafsu makan, meski sebenarnya aku sudah sangat lapar. Andai saja melamun bisa membuat perutku kenyang, mungkin aku akan lebih sering melakukannya.

Eyang sedang tidak berada di rumah. Ia bilang, ia akan kembali nanti malam. Jadi, aku harus bisa menjaga diriku sendiri sekarang.

Ponselku bergetar. Aku meraih benda pipih berwarna putih itu dari atas nakas. Aku tersenyum, sepertinya aku dan Eyang memang sehati. Baru saja aku memikirkannya, sekarang aku mendapatkan notifikasi pesan darinya.

Eyang♡: Avika, Sayang. Jangan lupa makan, Eyang sudah masak untuk kamu. Nanti malam Eyang akan pulang, setelah rapatnya selesai dan mengurusi semuanya.

Avkaadlrd: Iya, Eyang. Nanti kalau sempat Avika makan. Makasih banyak, Avika sayang Eyang. ♡

Setelah membaca balasan pesan dariku, Eyang menghilang, meninggalkan jejak berupa tulisan 'terakhir dilihat' di bawah foto profilnya.

Bagiku Eyang adalah satu-satunya wanita paling hebat di dunia ini. Meski umurnya 'tak lagi muda, tetapi dia masih bisa mengurusi segalanya dengan baik dan benar.

Aku kembali mendesis, saat rasa nyeri itu kembali menyerang perutku. Rasanya aku ingin menangis saja, haid kali ini benar-benar membuatku tersiksa.

"Sakit banget sumpah nggak bohong," rintihku. Kembali aku membalurkan minyak kayu putih sebanyak-banyaknya ke seluruh perutku.

"Dedek nggak kuat, Bang." Omong-omong soal Abang. Aku jadi teringat wajah Bang Ardian, saat ia memarahiku di sekolah tadi.

Matanya tajam, rahangnya tegas. Bukannya takut, aku malah terpesona terhadap ciptaan Tuhan yang hampir mendekati kata 'sempurna' yang satu itu.

Sepertinya ... ia adalah laki-laki pertama, yang berhasil membuatku jatuh hati.

"Eh ... sejak kapan gue suka sama dia?" gumamku. "Ya sejak diomelin tadi dong," jawabku. Rasa sakitku mendadak hilang saat mengingat wajahnya, aku baru tahu kalau wajah Bang Ardian akan semujarab ini dalam mengobati rasa sakit.

"Pasti pacarnya cantik. Pasti pacarnya body goals. Ya iyalah, nggak kayak lo, Vik!" makiku terhadap diri sendiri.

"Dia mana mau sama lo."

Mungkin saat ini raut wajahku sudah berubah kusut. Sumpah demi apa pun, aku sangat lancang karena telah menyukainya seperti ini. Salah 'kan, kalau seorang gadis gendut sepertiku, menyukai pria sesempurna dirinya?

"Iya, Avika. Lo itu salah banget."

Berperang dengan pikiran sendiri memang semerepotkan ini. Aku juga heran, padahal sudah enam bulan aku bersekolah di SMK Lavender, tetapi kenapa baru sekarang, aku jatuh hati kepadanya?

Jawabannya sangat sederhana. Mungkin karena saat di kantin tadi, jarak di antara aku dengan dirinya lumayan dekat. Jadi, aku bisa melihat ketampanannya dengan jelas. Tapi, aku bukan hanya menyukai fisiknya saja. Aku menyukainya, karena ia berbeda dari yang lain. Bang Ardian memang galak dan itulah yang membuat aku menyukainya.

Ponselku berdering, alunan musik kalimba mulai terdengar di telingaku, saat benda pipih berwarna putih itu kembali menyala untuk kali kedua. Mungkin itu Eyang, buru-buru aku mengangkat panggilannya.

"Assalamu'alaikum, Eyang. Kenapa?"

Sampai detik kesepuluh, aku belum juga mendengar balasan dari orang yang meneleponku di seberang sana. Aku yang mulai curiga, langsung menjauhkan ponselku dari telinga, melihat siapa sebenarnya orang yang saat ini sedang menghubungiku.

+62895*********

"Nomor tidak dikenal?" batinku.

"Mohon maaf, bolehkah saya tahu, dengan siapa saya sedang bicara sekarang?"

Tut.

Sambungan terputus. Manusia ini benar-benar meresahkan. Siapa ia sebenarnya?

Aku yang penasaran pun, langsung mencari tahu tentang dirinya. Kebetulan ia menghubungiku melalui whatsapp, jadi aku bisa dengan mudah melihat profilnya.

Foto profilnya kosong, seperti manusia yang sedang depresi dan memiliki banyak masalah. Namun, aku bisa melihat username-nya dengan jelas.

"Arsa?"

Ig: alyarf65.

Salam.

Punten, Gendut!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang