bagian 4

27K 1.7K 6
                                    

Satu minggu sudah berlalu, Win belum juga menampakkan dirinya di bar. Bright tak berhenti mencari keberadaan Win, bertanya kepada siapapun yang mengenalnya dan mencari tahu tentang alamat rumahnya. Namun nihil, tidak ada siapapun yang tahu bahkan ayahnya sendiri saja enggan untuk memberi tahu.

"Sial, harus ku cari kemana lagi dia?"

"Sabar, Bright. Dia tidak akan pergi jauh."

"Memangnya kau tahu apa, First?"

Mata Bright melirik tajam sahabat sekaligus rekan berbagi bebannya, seperti sekarang. First setia menanggung beban yang Bright lakukan kepada bartender bernama Win itu, dia tidak makan tidak minum tidak tidur sama seperti Bright. Entah apa yang telah Bright lakukan sampai dia tidak berhenti mencari Win walau dia tahu usahanya akan kembali sia-sia.

"Andai aku tahu bagaimana tampang dari seorang Win, sampai-sampai kau tidak makan demi mencarinya."

First menggeleng, sobat yang dia kenal dulu tidak perduli sama sekali tentang masalah hidup orang, bahkan dia yang notabe nya adalah sahabat sendiri tidak perduli sama sekali. Tetapi ada 'something' di antara Bright dan si bartender Win itu.

"Sudah jam 2 pagi Bright, kau mencarinya di seluruh bar mu ini juga tidak akan ketemu kalau kau tidak mencarinya diluar"

"Ide bagus, ayo kita cari di luar"

Dugaan First selalu benar, Bright bahkan tidak mengingat waktu sekarang. Hei Bright, teman mu ini tersiksa, biarkan dia tidur.

"Sekarang? Jam 2 pagi? Kau mau membuat aku terkena insomnia akut?"

"Iya"

"Iya? Hanya 'iya'? Kau benar-benar tidak berperasaan Bright"

Memang, Bright memang tidak berperasaan. Hal itu yang selalu mengingatkan nya akan hidupnya. Entah kenapa dengan dirinya sekarang, memikirkan Win membuatnya merasa bersalah. Kejadian tempo hari pasti sangat menyakiti hati Win, pokoknya Bright harus bertemu dengan Win dan meminta maaf atas kelancangannya.

Tunggu?

Meminta maaf?

Hell, bukan sifat Bright untuk meminta maaf kepada siapapun, dia hanya ingin bertemu dengan Win dan memastikan pria itu baik-baik saja, jika Win membencinya. Itu bagus, tidak akan merepotkan dan tidak akan menguntungkan baginya.

"Yasudah, sekarang kau pulang saja"

"Kau?"

"Aku akan tidur disini"

Fisrt mengangguk, dia keluar dari bar dan segera pulang. Namun diperjalanan First bertemu dengan seorang pria yang terbaring di tengah jalan. Untung saja First menginjak rem mobil nya tepat waktu, jika tidak dia akan menjadi buronan karena telah menabrak seseorang.

"Siapa itu?"

First bertanya dengan dirinya sendiri, dia membuka pintu mobil dan berjalan perlahan ke arah pria itu. Dia belum tahu apakah pria ini pingsan karena mabuk atau pingsan dengan sendirinya. Maka dari mencoba membalikkan badan pria itu Agar wajahnya kelihatan.

"Sepertinya dia sakit, wajahnya pucat sekali"

First berusaha membangunkan pria itu dan membawanya ke dalam mobil. Anggap saja dia sudah berjasa kepada seorang pria yang tergeletak di tengah jalan karena pingsan.

Setelah memasukkan dan membaringkan pria itu di kursi belakang, First masuk ke dalam mobil dan menyalakan nya lalu membawa pria itu ke rumah sakit. Memang aneh membawa orang asing tapi First juga punya perasaan bukan seperti sahabatnya Bright itu, tidak berperasaan dan tidak punya belas kasih. Jika dia diposisi pria ini sekarang mungkin saja Bright akan membiarkannya tergeletak di tengah jalan sendirian.

Sesampainya di rumah sakit, Pria itu dibawa ke ruang pemeriksaan. Beberapa menit setelahnya, dokter keluar dan memberikan kertas berisi resep obat serta menjelaskan bahwa pria itu hanya kelelahan saja. First mengangguk dan mengambil kertas itu.

Dia berjalan untuk menukarkan cacatan itu dengan obat dan kembali untuk memeriksa pria itu.

Dia membuka pintu UGD itu dengan sangat hati-hati sampai tidak terdengar bunyi dencitan pintu. Dia berjalan mendekat dan duduk di sisi tempat tidur dan meletakkan obat itu ke nakas samping tempat tidur.

First menyeka helaian rambut yang menutupi wajah pria itu.

"Jika, selain aku yang menemukanmu. Enah apa yang akan terjadi"

Dia melihat beberapa luka di bibir dan dahi serta bekas kebiruan pada leher pria itu, tentu mengndang rasa simpati First untuk semakin ingin merawatnya. Kulit pria itu begitu lembut dan putih, bibirnya berwarna peach dan menurut First pria ini adalah pria cantik.

"Kalau dia sadar, akan ku tanyakan namanya"

••••

Pagi yang indah untuk memulai hari yang indah, matahari seakan tak lelah memancarkan sinarnya yang hangat, embun tak bosan menempel pada jendela kaca itu.

Mata Win terbuka perlahan, indranya mencoba menyesuaikan cahaya di dalam ruangan itu. Matanya menyerngit heran ketika ia berada di dalam ruangan yang asing. Plafon yang berwarna putih dan dinding yang mendominasi membuat nya semakin heran, tak ada orang disana. Selang infus yang bertengger cantik di tangan kanan membuatnya tersadar bahwa dia sedang berada di rumah sakit.

Tunggu.

"Rumah sakit? Siapa yang membawaku?"

"Aku"

Win sontak memutar kepalanya melihat siapa yang menyahut perkataannya. Pria itu berdiri di ambang pintu dengan membawa dua bungkus makanan serta dua botol air mineral.

"Kenapa kau membawaku ke sini?"

First, pria itu berjalan masuk dan duduk di sofa yang ada di kamar itu dan membuka bungkus nasi serta air mineral yang baru saja iya beli di kantin rumah sakit.

"Mari makan"

Tawar First, bukannya memberi jawaban dia malah menyuruh Win untuk makan bersamanya. Win yang merasa diabaikan mendecak kesal.

"Jawab dulu pertanyaan ku."

"Kau lapar?"

"Hm"

"Aku anggap itu iya"

First lagi-lagi mengabaikan Win, dia membawa satu bungkus nasi dengan sebotol air mineral dan memberikannya kepada Win. 

"Kau bisa duduk?"

Win mengangguk, dia mencoba duduk dengan bantuan First. Setelah itu Win mengambil sebungkus nasi itu dan memakannya dengan lahap, seperti orang yang tidak makan selama 3 hari. First yang melihat hanya menggelengkan kepala dan ikut makan bersama Win.

Setelah selesai makan, First membersikan plastik dan bungkus itu lalu membuangnya ke tempat sampah.

"Sudah kan? Jawab pertanyaanku tadi"

"Yang mana?"

Win kembali berdecak, sunggu pria yang menjengkelkan.

"Kenapa kau membawaku kesini? Siapa kau? Atas motif apa?"

"Aku tidak berfikir untuk melakukan motif apapun, kalau saja aku tidak membawamu, mungkin kau sudah mati bersimbah darah karena tergeletak di tengah jalan dengan keadaan pingsan, lalu mobil tiba-tiba menabrak mu karena tidak melihat kau dengan baju hitam sialan mu itu"

Win mengangguk paham.

"Siapa kau?"

Tanya Win sekali lagi, pria ini selalu saja meninggalakn pertanyaan Win yang harus dia ulang untuk mendapat jawaban.

"Oh, aku First Kanaphan. Kau?"

"Em..Win Metawin. Terimakasih telah membawaku."

Mata First membuat sempurna, dia terkejut dengan apa yang iya dengar.

"Ini Win yang Bright cari selama ini? Apakah benar? Tentu bukan"

First bergulat dengan instingnya. Hei, nama Win banyak di Thailand. Mungkin saja bukan Win yang ini.

Since:04.10.20

One Night Stand || BrightWinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang