Dilema Masa Depan 2

12 2 0
                                    

Melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, seharus nya menjadi hal yang patut di syukuri dan menjadi pengalaman yang seharusnya excited,tetapi tidak untuk diriku. Memasuki sekolah yang di mana tidak ada ekstrakulikuler catur, ruang kelas hanya ada 3, tidak ada kegiatan mading, tidak ada kegiatan penampungan cerita-cerita pendek dan puisi yang aku buat, yang ada hanyalah ruang kepala sekolah, ruang laboratorium resep, dan ruang perpustakan seadanya dengan isi buku yang monoton meliputi kimia, fisika,dan buku-buku literatur farmasi yang semakin membuat kesan abu-abu gelap di hidup ku pada saat itu.

Pengalaman Masa Orientasi Siswa (MOS) pada saat masuk SMK sangatlah berbanding terbalik dengan cerita teman-teman ku yang melanjutkan pendidikannya ke SMA. Selama masa orientasi yang ada hanyalah belajar tentang apa itu farmasi, menghafal, dan kegiatan monoton lainnya yang tidak pernah aku alami sewaktu SMP dulu.

Awal-awal aku mengikuti pembelajaran pun rasa nya seperti memaksakan diri keluar dari zona keahlian ku. Merangkum materi yang isi nya kata-kata ilmiah, sewaktu aku SMP sejarah merupakan mata pelajaran yang sangat membosankan dan ketika masuk farmasi sejarah menjadi king of bored bayangkan seberapa membosankannya membahasa masa lalu dengan history asal usul farmasi, ibarat kata double kill guys hehehe

Banyak hal yang aku lalui, mulai dari mendapatkan nilai terendah, menjadi murid yang paling lambat, di permalukan di depan kelas oleh guru kiler yang sampai saat ini kata-kata menyakitkannya masih tertinggal di relung hati ku 😂

Tetapi semua mindset buruk, ketakutan, ketidaksukaan, pemberontakan dan penolakan-penolakan bahwa farmasi itu bukan bagianku terpatahkan ketika diriku bisa berguna bagi oranglain. Aku sangat ingat, waktu itu ketika nenek ku sedang sakit alergi di kulitnya dia sudah minum obat CTM tetapi alerginya masih belum kunjung sembuh juga, lalu dia bertanya kepada diriku tentang permasalahan yang dia alami. Jujur pada saat itu CTM obat apa juga aku tidak paham, fungsi nya untuk apa, bentuknya bagaimana, penggunaannya seperti apa semua benar-benar awam bagi diriku padahal menurut mereka seharusnya aku tahu karena aku bersekolah di farmasi, tapi kenyataannya aku buta akan hal tersebut.

Pada saat nenek bertanya, aku berpura-pura menjadi orang yang sok tahu padahal fungsi dari CTM saja baru tahu sewaktu nenek ku berkata bahwa dia alergi dan mengkonsumsi CTM ehe. Sedih bukan.
Alibi ku pada saat itu, aku berkata kepada nenek : "oh iya pung, nanti paulina beliin obat alergi yang lebih bagus dari pada CTM" padahal di dalam hati sudah ketakutan harus merekomendasikan obat apa 😅

Karena ketakutan tersebut, timbullah niat untuk mencari tahu obat-obat untuk alergi yang sesuai dengan kondisi yang di alami nenek ku. Anehnya pada saat proses pencaharian tersebut sama sekali tidak timbul rasa malas, rasa pusing, rasa kantuk yang ada rasa keharustahuan obat alergi apa yang harus aku berikan kepada nenek ku.

Mensearching di internet, baca buku farmakologi, bahkan sampai bertanya kepada kakak tingkat mengenai permasalahan obat alergi😅 jika di kenang kembali rasa nya lucu.
Setalah pencaharian panjang tersebut aku membelikan obat alergi untuk nenek ku yang puji Tuhan cocok untuk sakit alerginya. Ketika aku tahu bahwa obat tersebut cocok, aku merasa bahwa ternyata bersekolah di farmasi itu bukanlah hal yang menyedihkan, hal yang menyeramkan, atau hal-hal buruk yang selama ini aku fikirkan.

Warna abu-abu yang kemarin datang ternyata merupakan bagian dari fikiran negatif ku terhadap kekhawatiran akan "apakah keahlian yang selama ini aku punya dapat berkembang atau tidak?"

Terkadang jalan yang Tuhan berikan untuk kita lalui seaneh itu, apa yang tak pernah di lihat mata dan tak pernah di dengar telinga dan tak pernah timbul di dalam hati tetapi Tuhan mengizinkan hal tersebut terjadi di dalam kehidupan kita. Warna abu-abu ternyata hadir itu karena diri kita yang mencoba mengatur warna yang akan Tuhan berikan untuk hidup kita.

Yuk mulai sekarang mari kita belajar untuk tidak mengatur Tuhan dalam melukis kisah hidup kita. Biarkan Tuhan berancang dalam hidup kita untuk memberikan "rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."

Memang tidak mudah, mungkin diantara kita ada yang sama sedang merasakan tersesat di belantara padang pasir yang tidak mengenakan bagi hidup kita. Satu hal yang aku mau bagikan : padang pasir tersebut ternyata hanyalah konsep stigma yang di rancang oleh diri kita sendiri. Lakukan yang terbaik selagi Tuhan masih memberikan kesempatan. Bersyukur, dan biarkan Tuhan berkarya.

My JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang