2. Seandainya

912 75 2
                                    


°

°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°

Setelah selesai membereskan sisa makan malam, mereka pergi ke kamar untuk menonton tv. Suasana kamar yang gelap, yang hanya disinari cahaya dari tv dan jendela yang terbuka, membuat suasana menjadi romantis. Tidak hanya tentang seks, mereka selalu menikmati hal-hal sederhana seperti ini.

Sesekali Jimin mengomentari scene film yang mereka tonton, dan Jeongguk mendengarkan sambil mengusap-usap rambut Jimin. Sesaat mereka seperti layaknya sepasang kekasih pada umumnya.

Hingga ponsel Jeongguk berdering. Jeongguk tidak mengacuhkan panggilan di ponselnya. Namun setelah beberapa kali berdering akhirnya dia mengambil ponselnya. Tiga Panggilan tak terjawab dan pesan masuk dari Irene. Jeongguk menghela nafasnya sebelum membaca pesan itu.

 Jeongguk menghela nafasnya sebelum membaca pesan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeongguk menatap ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeongguk menatap ponselnya. Irene benar bagaimanapun di mata orang, mereka adalah sepasang suami-isteri. Dan jika orang mulai mencium sesuatu diantara mereka, maka akibatnya akan buruk untuk perusahaan.

"Ggukie..?" Panggil Jimin sambil mengelus pipi Jeongguk "Sms dari siapa?"

"Irene" Jawab Jeongguk jujur dan Ia langsung melihat raut wajah Jimin berubah. Ia tau Jimin sangat sensitif dengan nama itu.

"Dia bilang apa?"

"Cuma nanya, apa aku pulang atau ngga"

"Jadi sekarang kamu harus laporan juga ke dia soal kamu pulang atau ngga?"

"Bukan gitu, dia cuma ga mau ada orang yang curiga kalau aku sering ga pulang"

Jimin bangkit dari posisinya yang bersandar di paha Jeongguk lalu duduk di sisi tempat tidur.

"Hei, baby jangan cemberut" Jeongguk membawa Jimin ke dalam pelukannya.

"Irene bener, aku harus lebih hati-hati. Jadi, malem ini aku ga bisa tidur disini. Kamu ngerti kan?"

"Tapi aku masih kangen, pengen peluk kamu"

"Kita setiap hari ketemu baby"

"Iya, tapi di kantor kamu bos aku. Aku ga bisa peluk kamu." Jeongguk mencium kening Jimin dan mengusap punggungnya lembut.

"Sabar ya sayangku, setelah semua urusan perusahaan selesai. Aku akan mengakhiri pernikahan kontrak ini. Dan kita bisa tinggal sama-sama."

"Tapi sampe kapan?"

"Soon.. baby, soon."

Jimin tidak punya pilihan lain, selain mempercayai Jeongguk. Dan dengan berat hati Jimin melepaskan pelukannya di tubuh Jeongguk. Jeongguk mencium kening Jimin sekali lagi sebelum dia bangkit dari tempat tidur dan mengambil ponsel dan kunci mobilnya. Jimin mengantar Jeongguk ke depan pintu apartemennya.

Jimin masuk ke dalam kamarnya lagi, dia berbaring di atas kasurnya. Dia menatap sisi tempat tidur yang biasa di tempati Jeongguk. Kadang Jimin berpikir seandainya dirinya dan Jeongguk bertemu dalam situasi berbeda, seandainya Jeongguk adalah orang biasa seperti dirinya, bukan seorang ahli waris. Mungkinkah mereka akan memiliki masa depan yang berbeda?    

°




Let GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang