"Siapa kamu sebenarnya?" cecar Ayumi.
Jungkook mengeratkan rahang, tangannya terkepal. Perempuan itu menebak Jungkook akan segera meledak, membuatnya mencabut pedang dari sarungnya.
"Apa-apaan itu? Kenapa kamu mencabut pedang seolah siap membunuhku?"
"Jelaskan siapa dirimu, Keparat! Aku tahu kamu bukan hanya seorang prajurit!" hardik Ayumi, hal yang membuat air wajah Jungkook berubah kelam.
"Kalau memang aku bukan seorang prajurit, memang kenapa?"
"Menjauh dariku, Sialan! Cukup jelaskan siapa dirimu atau aku akan membunuhmu," desis Ayumi tajam.
Jungkook mengelus dada, menampilkan raut kecewa yang dilebih-lebihkan. "Ah, sejak kapan ucapanmu menjadi kasar seperti itu?"
"Cepat jawab pertanyaanku!"
Si pria malah tergelak, membuat Ayumi semakin panas dan berhasrat untuk memenggal kepalanya. "Tenanglah, Sayang. Aku ini kekasihmu, tidak pantas berbicara-"
"Diam! Aku menjadi kekasihmu karena kamu memaksa. Bukan murni karena keinginanku," sanggah Ayumi cepat, spontan membuat Jungkook mematung dengan bibir terkatup. "Jadi, jangan pernah lagi kamu menyebutku sebagai kekasihmu. Aku tidak sudi. Kita akhiri sampai disini."
"Apa katamu?" Suaranya lirih, terdengar benar-benar tengah terluka atas ucapan Ayumi.
"Kamu memuakkan. Semua yang ada dalam dirimu. Kamu selalu bertingkah seolah kamu semestaku, seolah aku tidak bisa hidup tanpamu, seolah aku selalu tergantung padamu, seolah aku rapuh dan akan kehilangan jiwa serta cahayaku jika aku kehilanganmu. Semua itu memuakkan, Jung. Berhentilah bertingkah seolah kamu adalah segalanya untukku."
Jungkook geming. Pria itu membawa matanya bergerak, menatap Ayumi pedih. "Apa kamu mengerti atas apa yang baru saja kamu ucapkan?" tanyanya pelan. "Kamu bahkan tidak mengerti seberapa merepotkan perasaanku terhadapmu. Kamu melukaiku dan-"
"Kalau begitu, bukankah alasanku sudah sangat kuat untuk perpisahan kita? Perasaanku tidak tulus, dan kamu bahkan terluka oleh alasan yang tidak aku ketahui. Mari hentikan hubungan konyol tak berdasar-"
Jungkook mengepalkan tangan. "Siapa bilang aku memberikan izin kepadamu untuk pergi dariku?"
Ayumi mendecih. "Aku tak butuh izinmu."
Tersenyum tipis, si pria mengangguk singkat. "Apapun alasanmu, kamu harus tetap menjadi milikku. Kamu mutlak milikku." Pria jangkung itu bergerak menaiki Pegasusnya. "Naiklah, sebelum aku bertindak dengan cara yang tidak akan wanita sukai."
Ayumi membuang wajah. "Tidak."
"Kumohon. Aku tidak ingin menyakitimu-"
"Ada apa ini, Ares?"
Ayumi membeku. Suara itu. Suara yang dia rindukan setengah mati. Perempuan itu tercekat, bibirnya bergetar dengan air mata yang merebak deras kala netranya menangkap presensi seorang pria bermata kelabu.
Si pria bermata kelabu mendekat, mengabaikan tatapan menusuk lelaki di atas kuda. Tanpa bicara, dia menarik Ayumi ke dalam rengkuhannya, jelas membuat Jungkook melotot tidak terima, namun pria bertubuh proposional itu sama sekali tidak bergerak, membeku begitu saja ketika suara tangis Ayumi pecah.
Kebingungan. Jungkook terdiam, memperhatikan dengan raut datar. Kendati wajahnya tanpa ekspresi, hatinya panas, terbakar saat menyadari Ayumi membalas—bahkan mengeratkan rengkuhan kepada pria bermata kelabu.
"Rivaille," panggil Ayumi lirih, suaranya sarat kerinduan. "Rivaille, ini benar kamu?"
Mengangguk. Pria itu merenggangkan pelukan, menangkup kedua pipi basah Ayumi, memandang penuh rindu ada kerinduan. Rivaille terkekeh pelan, menghapus air mata perempuan tersebut. "Iya, benar. Ini aku, Rivaille-mu."
"Hei, Ackerman!" Panggil Jungkook, lelaki itu memandang tak senang. "Apa maksud dari panggilan itu?"
Rivaille menoleh, tangannya beralih mengenggam erat jari jemari Ayumi. Dia berbalik, membungkuk sekilas, memberi hormat. "Ayumi adalah kekasihku, Ares."
"Ares?" gumam Ayumi, matanya menuntut penjelasan. "Siapa Ares yang kamu maksud?"
Rivaille, wajahnya tetap datar, dia melirik Ayumi sesaat. "Tentu saja dewa Ares. Memang siapa lagi?"
Menggeleng, perempuan itu beralih memandang Jungkook tajam. Persetan dengan rindunya terhadap Rivaille yang belum tersalurkan, ada sesuatu yang harus dia selesaikan terlebih dahulu. "Jungkook? Kamu adalah Ares?"
Ayumi menahan murka, Jungkook geming, dan Rivaille yang tak mengerti hanya melirik keduanya secara bergantian. Suasana hening. Ketiganya bungkam. Tidak menyuarakan meski dalam kepala masing-masing memiliki pertanyaan.
Mengeratkan pedang dalam genggaman, Ayumi melepaskan genggaman Rivaille, namun lelaki bermata kelabu buru-buru menggenggam lagi. Rivaille tahu ada sesuatu yang tidak beres di sana. Apalagi mengingat perempuan di sampingnya membenci kaum dewa setengah mati, kehadiran Ares di sana juga tidak wajar.
"Jadi, selama ini kamu adalah seorang dewa?" Ayumi menggeleng tak percaya, irisnya menatap terluka. "Jeon Jungkook—tidak, maksudku, Ares. Kamu menipuku selama ini?"
Jungkook—atau mari sebut saja Ares— menghembuskan napas lelah. "Naiklah, Ayumi. Ikut bersamaku ke Olympus, atau si muka datar itu mati di hadapanmu."
"Apa-apaan?" sungut Rivaille, wajahnya menunjukkan tak suka terang-terangan. "Kau gila, ya?"
Ares mendesis tak terima. "Berani-beraninya kau panggil aku gila!"
"Ayumi tidak akan pergi kemanapun, dan kau tidak bisa membunuhku," kata Rivaille tenang. "Zeus akan murka jika tahu putra pecundangnya membunuh satu-satunya Ackerman yang tersisa di Bumi," imbuh Rivaille.
Ares mendengkus, menarik tali kekang membuat kuda bersayapnya meringkik. "Menyingkir dari kekasihku, Idiot. Berikan perempuan itu kepadaku dan kau aman."
Kedua alis Rivaille bertaut, mata tajamnya menatap Ares tak suka. "Tidak."
"Kau betul-betul mencintainya? Sampai rela mengorbankan nyawa begitu?"
Rivaille mendecih. "Tentu saja, Bodoh."
"Baiklah," gumam Ares. Pria di atas kuda itu merentangkan tangan, sekonyong-konyong mendatangkan dua gada besar dalam genggaman membuat Ayumi terkesiap dan termundur.
"Kau-" geram Ayumi, giginya bergemeretak menahan amarah. Gadis bersurai legam itu bahkan sudah bersiaga dengan pedangnya.
Melihat reaksi siaga tersebut, Ares terkekeh geli. Padahal, Ayumi tidak perlu repot-repot untuk melawan. "Aku bisa mengguncang bumi dengan sekali hentakan, tahu."
"Coba saja," tantang Ayumi, tidak takut sama sekali. "Lebih baik aku mati daripada hidup bersamamu."
Rivaille tersentak, melirik tak percaya sebelum tersenyum bangga. Dia menoleh pada Ares dengan ekspresi culas. "Dengar, 'kan? Pergilah, Ares. Aku juga bisa membunuhmu dengan sekali tebas."
Jungkook lagi-lagi tertawa. "Eh, apa kalian yakin?"
"Kekasihku petarung yang handal, dan aku masih memakai peralatan lengkap." Rivaille menyahut tanpa keraguan. Kendati ekspresinya terlihat tak terganggu, ada sesuatu yang mengusiknya. Rivaille tak akan kalah kalau Ares tidak menggunakan kekuatan dewatanya. Tapi mengingat liciknya dewa satu itu, Rivaille ragu kalau Ares tidak akan bertindak kejam.
Mengendikan bahu tak peduli, Jungkook menyahut, "Baiklah, kalian yang meminta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Quintessential [COMPLETED]
FantasySempurnamu, biar aku saja yang tahu. Kamu milikku, aku milikmu. Bukankah itu sudah cukup untuk kita? Kamu semestaku. Seharusnya kamu paham, aku tak berdaya tanpamu. Sejauh apapun kamu melangkah pergi, aku akan tetap menanti kamu kembali, meski hingg...