Apa ini salah

0 1 0
                                    

~~sesakit inikah ketika penjelasan sudah tak berarti lagi dibandingkan dengan rasa kekesalan, Atau akan terkalahkan dengan rasa keegoisan?~~

Drummm drumm drummm
Suara motor trail hijau yang sudah bertengger manis didepan gerbang sekolah seolah-olah menarik perhatian cowok yang hendak memakai helm fullface disamping motor kesayangannya.

***

“Alana lo pulang sama siapa” tanya Disya berjalan beriringan menuju gerbang sekolah bersama Alana.

“dijemput kayaknya” jawab Alana.

“sama siapa, bokap lo”

“bukan, sama sopir gue”

“oh”

“emang lo pulang sama siapa”

Belum sempat menjawab pertanyaan Alana mereka sudah sampai didepan gerbang sekolah, dan tanpa disadari si pemilik motor trail tersenyum kearah Disya.

“nih helmnya dipakai dulu” ucap cowok itu sambil meyodorkan helmnya. Lalu diterima Disya dengan senyuman manis diwajahnya.

“OMG OMG OMG kalian ya, sejak kapan kalian bisa barengan kayak gini, ada hubungan apa hayo diantara lo berdua” teriak Alana histeris sambil menunjuk dua remaja dihadapannya disertai ekspresi terkejut ketika tau kalo yang menyodorkan helm itu adalah Ardan.

“dan lo sya kenapa lo tadi gak ngomong sama gue kalo lo lagi deket sama Ardan” lanjutnya.

“gak ngomong gimana, emang kita nggak deket ya” ucap Disya sambil mengangkat dagunya pertanda meminta jawaban kepada Ardan.

“iya al kita emang nggak deket, tapi itu dulu gatau kalo sekarang. Iya nggak sya” ucap Ardan dengan kerlingan dimatanya, sedangkan yang ditanya hanya diam bingung mau menjawab apa.

“ah lo bisa aja badboy cap kadal” balas Alana dengan melipat tangan didadanya.

“yaudahlah byeee gue udah dijemput sama sopir guee, dan lo Disya hati-hati ya pulangnya. Bilang sama gue kalo lo di apa-apa in sama nih badboy cap kadal” lanjut Alana sambil meninggalkan mereka berdua dan berjalan menghampiri mobilnya.

***

Tanpa disadari dilain sisi ada hati yang berkecamuk marah dengan pemandangan yang baru dilihatnya.

“bangsat lo Ardan.” Ucapnya pelan namun penuh amarah disertai kepalan kuat ditangannya.

Lalu tanpa pikir panjang ia melajukan kendaraannya dengan kecepatan penuh karna ia telah terbutakan oleh kecemburuan yang diciptakan oleh pikirannya sendiri.

“dan lo Disya, lo itu murahan lo tak lebih dari seorang sampah. Lo itu bangsat Disya” teriak Lian dalam kemarahannya yang sudah membuncah
“dan untuk diri gue sendiri kenapa juga gue bisa naruh hati pada cewek murahan kayak dia”

Dalam perjalanan, Lian tak mengarahkan motornya ke jalanan rumah melainkan kesuatu tempat yang bisa membuatnya tenang tetapi entah dimana itu tempatnya author juga tidah tau.

Selang berapa lama Lian sampai ditempat yang ia tuju.
Sebuah Bangunan tua yang begitu klasik, kuno, dan tembok yang retak akibat terkikis oleh waktu begitu mendominasi tempat itu.

Namun hebatnya lagi bangunan itu masih terlihat kokoh meskipun sudah berdiri dengan waktu yang tak sebentar.

Tempat yang sangat nyaman untuk menenangkan hati, pikiran, dan emosi yang sedang bergejolak.

Sesampai didepan bangunan ia langsung memakirkan motornya lalu masuk kedalam bangunan tersebut dan mendudukkan tubuhnya di tempat yang biasa ia gunakan.

Disana terdapat pemandangan sore yang sangat indah, hamparan warna warni lampu ibu kota sangat memanjakan mata bagi siapa saja yang melihatnya.

Lian termenung ketika mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, ia berfikir keras apa yang terjadi diantara dirinya dan juga Disya.

Lian terus memikirkan siapa yang salah siapa yang egois dan siapa yang tak mau berdamai, Lian terlalu pusing akan masalah yang menimpanya beberapa hari belakangan ini.

“anjing kenapa semua jadi seperti ini arghhhhhhh” terian Lian dengan mengusap kasar wajahnya dan mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

“besok gue harus minta penjelasan pada Disya dan gue harus selesaiin masalah ini secepat mungkin” ucap Lian bermonolog dengan dirinya sendiri.

Suara gemuruh halilintar menghentikan kegiatan Lian sejenak, ia mendongakkan kepalanya untuk melihat langit yang membentang diatasnya “berwarna biru gelap”  batin Lian.

Warna biru gelap dan suara halilintar adalah pertanda bahwa hujan akan segera turun, Lian segera bergegas pulang agar tidak terjebak dalam bangunan itu saat sedang hujan.

Di jalan dibawah rintikan hujan Lian melajukan kendarannya dengan kecepatan sedang, seolah ia sedang menikmati guyuran air hujan yang menembus kulitnya dan dinginnya udara sore.

Ketika ia sampai didepan  halaman rumah terlihat Laras dan Vania seperti sedang menunggu kedatangan seseorang di depan pintu.

Sesampainya Lian di hadapan mereka.

“assalamualikum” salam Lian sambil menyalami tangan Laras.

“waalaikumsalam, dari mana sayang kok baru pulang?” tanya Laras dengan nada mengintrogasi.

“ada acara sekolah ma, sekalian rapat kelas juga” jawabnya yang penuh dengan kebohongan.

“gak mungkin dek, kayak nya sekolah kamu gak ada event-event gitu deh bulan ini” sahut Vania yang memang tidak percaya dengan penjelasan adiknya.

“tau ahhh, semua gak ada yang percaya sama Lian. Ma kak, aku kekamar dulu ya capek” ucap Lian sambil meninggalkan Laras dan Vania.

“kenapa adikmu kak” tanya Laras heran pada vania.

“entah, vania juga gak paham sama kelakuan Lian”

“yaudah lah ma ayo kita masuk aja” lanjut Vania mengajak Laras masuk kedalam dan menutup pintu rumahnya.

***

“ehmm mau mampir dulu atau gimana”

“nggak usah langsung pulang aja”

“oh yaudah makasih ya” ucap Disya dengan senyum manisnya dan menyodorkan helmnya pada Ardan.

“iya, tapi gak usah senyum gitu nanti makin cantik” goda Ardan sambil menghidupkan mesin motornya.

“yaudah ya gue balik dulu, see you tomorrow” lanjut Ardan sambil melambaikan tangannya dan dibalas lambaian tangan dari Disya.

Sepeninggal Ardan dari rumahnya Disya langsung masuk dengan debaran kencang didadanya.

Perasaan aneh menjalar pada setiap tubuh Disya, perasaan yang mendebarkan dan seperti ada kupu-kupu berterbangan yang keluar dari dada Disya.

OMG perasaan aneh apa ini. Disya santai kaya dipantai rileks kaya dikompleks, batin Disya menangkan hati dan pikirannya sendiri.

Disya tarik nafas dalam-dalam hembuskan lakukan sekali lagi ucapnya dengan mempraktekkan apa yang dikatakannya tadi.

Karna merasa frustasi dengan pikirannya Disya memutuskan untuk pergi kekamar ganti baju setelah itu mandi.

________________

Hai hai gaesss. Jangan lupa vote ya kalo udah baca cerita absurt dari aku.
Makasihhh
See you next partt<3

Kisah Yang Memilih PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang