Hari ini Reno mengikuti Olimpiade Fisika yang diselenggarakan di Kampus Negeri ternama dikotanya. Reno memang memang sangat berambisi untuk bisa diterima di kampus itu.
Tidak salah bila dia benar-benar mempersiapkan semuanya dengan giat, dari mulai mengumpulkan semua buku-buku soal juga belajar bareng dengan team ekskul Fisika.
Beberapa hari ini dia agak melupakan Rania, tidak pernah menelepon apalagi sekedar say hello menyapa setiap pagi atau malam menjelang tidur. WA di grup juga hanya sekedar say hello dan lebih banyak menjawab pertanyaan Soka. Lalu undur diri untuk bersiap belajar.
Serrr, jantung Rania tiba-tiba berdesir degupnya lebih kencang dari biasanya. Rasanya dia malas untuk berangkat ke sekolah. Hari ini seharusnya dia yang terpilih untuk menonton Reno berlomba tetapi karena Soka merajuk minta dia saja yang dipilih akhirnya Rania mengalah.
"Tolong dong Rania, biar aku saja yang ikut nonton, tolong dong!"
"Iya silahkan saja!" Dengan berat hati Rania mengiklaskan Reno dan Soka berangkat bersama team Fisika dan guru pembimbing fisika.
Reno tampak acuh saja, dia malah semakin tidak mengenal Rania. Dia seakan tidak melihat Rania yang ingin bersalaman dengannya. Reno langsung beranjak pergi karena dipanggil Pak Anwar karena taxi online sudah datang.
Rania lalu pulang, dia berjalan dengan menunduk. Bisa gitu yah baru saja akrab hari minggu lalu. Reno terlihat baik dan akrab sekali. Tetapi beberapa hari ini menjelang olimpiade dia langsung berubah seolah tidak mengenal Rania sana sekali.
Tak terasa sudah sampai di depan rumahnya, ayah dan ibunya menyambut dengan gembira. Rania berusaha tersenyum seperti biasanya, dia harus bisa menyimpan sedih dihatinya. Dia tidak ingin kebahagiaan ayah ibunya rusak karena masalahnya.
"Rania, hari ini kita sukses besar. Usaha ayam bakar kita dipesan selama satu tahun. Untuk karyawan garmen di jalan Panca Sakti itu!"
Ibunya memeluknya, Rania tak sengaja menangis.."Ihick.. iya Bu, Rania bahagia!" Cepat-cepat Rania mengusap airmata dipipinya.
"Kamu kenapa Rania?" Tanya ibunya.
"Oh Ibu, Rania tidak ada apa-apa Rania bahagia Bu!"
"Ya sudah ganti bajumu, segera kita makan siang!"
"Hari ini Rania nggak makan dulu, nanti sore saja!"
"Ya sudah istirahat saja yah!"
Rania mengangguk. Dia lalu ke kamar mandi dulu untuk wudhu.
Air wudhu membuatnya tenang, dia segera sholat wajib. Usai sholat dia pun berdoa.
"Ya Allah SWT, lindungilah kedua orangtuaku berilah keduanya kebahagiaan, iman yang sempurna, rezeki yang halal dan bahagia dunia akhirat. Amiiin Yaa Robbal Alamiin."
Rania menangis lagi, dia bingung harus berdoa apa. Apakah doanya akan terkabul, Ya Allah SWT apakah hamba boleh menyayangi sahabat sendiri?" Hua hu hu hu.
"Rania, Rania, kamu kenapa Nak?"
Rania kaget, dia lalu menghentikan tangisannya, dia malu dan bingung. Di satu sisi dia ingin kuliah di sisi yang lain dia mulai kena racun cinta. Rasanya pahit, rindu dan cemburu yang menyiksanya. Dia kini menyadari dirinya kecil dihadapan Reno.
Dia menyesal kenapa dulu dia harus GR dengan semua kata manis dari Reno. Mengapa dia tidak tekun dan fokus dengan matematika dan fisika, seperti Ima dan Renita keduanya juara-juara umum.
"Rania, Rania, ini Ibu Nak, kamu nggak sakit kan!"
Rania membuka pintu kamarnya, ia memeluk ibunya dengan erat-erat. "Rania ingin ikut Nenek saja, Rania tidak suka sekolah disini Ibu!"
Ibunya mengusap kepala anak kesayangannya, dihapusnya airmata yang membasahi pipi Rania.
"Ayo, duduk sini pintu sudah Ibu kunci, ayo cerita apa yang terjadi sebenarnya. Mengapa Rania tiba-tiba ingin pindah sekolah?"
"Ibu, huk huk!" Ibunya segera mengambil segelas air putih dan memberikan padanya.
"Minum dulu nih!"
Rania segera minum air putihnya, serasa tenang dia pun menceritakan semuanya pada ibunya.
"Oh, anak ibu sudah mulai dewasa yah. Sayang rasa semua itu wajar, normal, hanya saja Kamu harus tahu batasan-batasan sopan santunnya. Norma agama dan tujuan utama kamu sebagai pelajar yah belajar!"
Ibunya memperhatikan raut wajahnya, Rania memang cantik. Dia lupa anaknya sudah mulai mendekati lulus SMA. Dimana masa-masa mulai mendekati usia dewasa.
Rania tetap diam, dia masih bingung mau membicarakan apa? Dia takut kalau salah bicara ibunya akan marah.
"Bagaimana Rania, Kamu sudah mulai mengerti kata-kata Ibu?"
"Iya Bu!"
"Yah sudah, sekarang Rania makan siang dulu, sedikit saja sekedar mengisi perut kosongmu agar tidak sakit mag, yah!"
"Bu, Rania boleh suka Reno?
"Ibunya tersenyum boleh, asal bersahabat saja dulu. Jangan banyak berharap agar kamu tidak jatuh patah hati dan menjadi orang yang tersakiti. Kecuali bila Reno benar-benar sudah menyatakan suka padamu, itu juga jangan terlalu banyak berharap."
"Berharaplah hanya kepada Allah SWT agar diberi jalan yang terbaik. Lebih baik Rania fokus sekolah saja, ini Ayah dan Ibu sudah berusaha mengumpulkan sedikit-sedikit untuk Rania bisa sekolah lebih tinggi."
Rania kembali memeluk ibunya, sangat bijaksana dan menyenangkan memiliki ibu yang sangat pengertian.
Sore itu Rania gelisah sekali ingin rasanya dia menemui Reno di tempat dia bertanding seharusnya dia yang mendampingi Reno bukan Soka.
Rania menangis sesenggukan, usai ibunya keluar dari kamarnya dia menyesal mengapa berharap penuh dengan cintanya ini. Rania tertidur karena lapar dan kelelahan menangis.
"Rania, Rania bangun ada temanmu datang tuh!" Ayahnya membangunkan Rania karena ada temannya yang datang.
Rania langsung menuju kamar mandi lalu menuju ruang tamu. Matanya yang masih kabur karena tadi menangis berusaha melihat dengan jelas diusap-usap sampai jelas dan ternyata benar itu adalah Reno.
Reno menyapanya,
"Heh, Rania sudah bangun atau belum?"
Rania ingin sekali memeluknya andai Reno sudah syah menjadi miliknya, dia bahagia sekali ternyata Reno datang ke rumahnya.
"Matamu merah lebam, habis nangis bukan?"
Rania tetap diam tidak berkata apa-apa, kelakuan Rania iniembuat Reno bingung. Untunglah segera ibunya Rania datang dan mengajak keduanya makan malam.
"Rania, Reno ayo masuk dulu kita makan malam dulu!"
Rania menggandeng tangan Reno untuk segera masuk ke ruang makan, Reno yang bingung tambah heran ternyata Rania menggandeng tangannya memaksa masuk untuk makan malam padahal selama ini salaman saja tidak mau ini dia malah di tarik tangannya.
Rania dan Reno makan malam bersama kedua orang Rania, mereka tidak banyak bicara. Entah karena bingung atau karena sambal goreng hati sapi berpadu dengan kentang itu yang membuat keduanya lebih menikmati makan malam.
Usai makan malam Rania kembali duduk di teras rumah, masih terdiam hingga dering telepon seluler Reno yang membuyarkan kediaman mereka. Ternyata Reno disuruh segera pulang.
"Rania, maafkan aku tidak seharusnya tadi aku mengacuhkan dirimu. Tadi aku kalah bertanding karena hasutan Soka, ternyata tidak ada dirimu membuat hatiku gelisah benar-benar tidak bisa konsentrasi!"
Rania mendengarnya dengan seksama lalu dia memaafkan Reno, andai saja Reno tahu hari itu Rania menangis bombai.
"Rania, lain kali jangan jauh dariku yah. Aku sayang padamu!"
Rania tersenyum manis hatinya lega.

KAMU SEDANG MEMBACA
PERJALANAN RINDU
Подростковая литератураReno, murid baru dari Bandung, sebuah kota perjuangan yang sangat indah dan merupakan pusat kuliner di Jawa Barat. Reno sebenarnya bukan pendiam tetapi dia cenderung jaim dan tenang dalam perangainya, suaranya yang tegar dan terkesan tegas akhirnya...