⚜3⚜

501 84 33
                                    

"Pokoknya, dia itu seperti pria yang hidup didalam buku novel, atau serial komik yang lo baca. Tampan, kaya, mempesona, dan memiliki segalanya... luar biasa bukan?"

"Tunggu, lo bukan koma selama empat hari, lalu bermimpi didalam koma lo itu kan San?"

Momo benar juga! Aku terdiam sejenak mencoba mengingat apa yang terjadi selama di rumah Wonwoo. Disana aku menikmati bubur buatannya, mengeliling rumahnya, dan... hukuman es batu itu! Aku berani bersumpah, es batu itu benar-benar membekukan aliran darah dan persendianku. Pertanda bahwa itu semua nyata!

"Astaga Momo... gua serius!" Jawabku langsung.

"Tapi semua ini masih sulit untuk diterima dengan akal pikiran gua..." balasnya.

"It's okay... gak apa-apa, gua juga awalnya banyak menaruh curiga kok ke dia. Tapi sekarang, gua malah besyukur karena bisa bertemu dengan pria bernama Jeon Wonwoo itu"

"Terus, lo gak ada rencana untuk ketemu lagi sama dia?"

"Ada, tapi gua bingung gimana caranya..."

"Kenapa bingung? Bukannya dia bakalan senang kalau lo datang kerumahnya? Bahkan kalau dipikir-pikir, gua curiga kalau dia suka sama lo!"

Momo mengusap dagunya dengan mata yang disipitkan, membuatku mematung ditempat akibat ucapannya yang tidak masuk akal. Tapi entah mengapa, aku berharap ia membahas mengenai itu lebih dalam lagi. Wonwoo menyukaiku? Apakah mungkin?

Ayolah, jangan membuatku berharap lebih!

"Jangan gila!" Balasku cepat.

"Siapa yang gila? Gua kan cuman menerka-nerka. Memangnya lo gak baper dengan semua tindakan baiknya? Lagipula, kalau semisalnya lo bisa bikin dia jatuh cinta sama lo, terus kalian pacaran, menikah, lalu hidup bersama di pulau itu, bukankah keren?"

"Terus, lo gimana? Bokap sama nyokap gua gimana?"

"Ck! Memangnya lo masih mau tinggal sama bokap nyokap lo sampai akhir hayat?"

"Ya, enggak juga sih..."

Momo memutar bola matanya dan bertepuk tangan dua kali, "Ayolah Sana, lo ini sudah 24 tahun! Jangan terus-terusan terkurung dengan segala ke khawatiran orangtua lo! Bangkit!" Serunya memberiku semangat dan kekuatan baru.

Astaga, untunglah kamarnya ini kedap suara, kalau tidak? Pasti orang-orang dirumahnya sudah merasa terganggu dengan intonasi suara Momo yang meninggi saat ini. Lalu tanpa kusadari, aku tersenyum.

Momo mendukungku, padahal baru beberapa hari yang lalu, dia menjemputku dari klub malam dan menceramahiku disepanjang perjalanan, sampai-sampai kecelakaan yang memisahkan kami selama 4 hari itu tidak dapat dihindari.

Dasar labil.

"Lusa, gua sama Jun mau ke klub malam, ada pesta besar disana. Mau ikut?" Tanya Momo tiba-tiba.

"Jangan gila Momo!"

"Ayolah, lo lupa siapa yang pergi minum sendirian ke klub beberapa hari yang lalu?"

"Ck! Justru karena itu, gua gak mau lagi kesana!"

"Kenapa? Trauma? Takut gak diizinin bokap sama nyokap lo?"

"Iya, semua tebakan lo benar"

"Yaudah, lo coba minta izin aja ke orangtua lo, kalau gak diizinin, gua punya cara lain. Oke?"

"I-iya..."

Cara lain? Cara seperti apa? Ayolah, Momo bukanlah tipikal teman yang akan berani meminta izin mengajakku jalan-jalan kepada orangtuaku. Malah, ia cenderung membantu orangtuaku dalam upaya mengunciku dirumah, atau menjagaku saat sedang ada kegiatan diluar sekolah.

Since 24 Years AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang