Gelap.
Aku mengerjapkan mataku berkali-kali ketika terbangun. Tak biasanya seperti ini. Setiap kali aku siuman, hal pertama yang ku lihat pasti putihnya ruangan rumah sakit, atau atap kamarku. Tapi sekarang? Semuanya gelap, apakah ini pertanda aku masuk neraka? Tidak, aku bukan siuman dari sebuah operasi, namun aku baru saja di bius oleh seseorang sebelum ini.
Apa jangan-jangan, aku diculik?
Seseorang membuka ikatan dibalik kepalaku. Ah pantas saja gelap, ternyata mataku tertutup kain. Begitu ikatan itu terbuka, pemandangan dihadapanku saat ini benar-benar membuatku lebih tercengang melebihi kegelapan sebelumnya. Demi apapun, lebih baik aku menutup mata seumur hidup kalau begini jadinya.
"Welcome home, baby"
Aku mematung ditempat seketika. Semua seperti mimpi, bahkan kondisi tubuhku yang terikat pada sebuah pilar tinggi di ruang bawah tanah rumah Wonwoo pun sama mimpinya. Cih! Tak sudi aku menyebut nama pria yang nampak seperti iblis itu lagi!
"Jadi lo pelakunya?" Tanyaku dengan menaikkan sebelah alisku serta sudut bibirku, tersenyum meremehkan padanya. Tapi ia tak menjawab apa-apa. Ia hanya berjalan mendekat padaku, memberi kode pada antek-anteknya untuk menjauh, lalu memandangi kondisiku dari atas kebawah berulang kali dengan smirk diwajahnya nya itu.
"Sudah habis orang-orangnya, siapa lagi yang kamu curigai kalau bukan aku?" Ia tertawa datar, bahkan ia meletakkan kedua tangannya dipinggang dengan gaya angkuh yang membuatku semakin membencinya saat ini.
"Kurang ajar!!" Aku berteriak dan pertahananku hancur dihadapannya. Ia menjadikan hidupku sebagai permainan, membunuh dan menyingkirkan orang-orang semudah itu, melawan garis kehidupan yang Tuhan sudah berikan kepada manusia-manusia itu. "BANGS*T!!! Lo harus dihukum setara dengan apa yang udah lo lakukan, ANJ*NG!!!" teriakku didepan wajahnya.
"DIAM!"
plak!
Ia mengacungkan jari telunjuknya didepan wajahku setelah ia menampar pipi kananku sampai terasa panas dan kebas. Tenaganya sangat luar biasa, jauh daripada yang aku duga selama ini. Dan yang paling ku benci saat ini adalah fakta bahwa air mataku tak bisa berhenti mengalir. Ada rasa kecewa, sakit, dan sebuah luka dalam yang baru tercipta di hatiku. Sayangnya tak ada tangan yang mau menyeka air mataku bahkan tanganku sendiripun tidak mampu melakukannya.
Pasti aku terlihat semakin mengenaskan dimatanya sekarang.
"Bukan Sana seperti ini yang mau aku lihat sekarang. Sejak kapan kamu jadi gadis pemberontak seperti ini, sayang!?" tanyanya dengan santai.
"Diem! Gua jijik dengernya!"
"Semakin kamu jijik, semakin aku ingin ingatkan kamu tentang seberapa manisnya kita dulu..." ia tersenyum miring, menaikkan sebelah alisnya dan berjalan santai mendekat padaku hingga jarak diantara tubuh kami semakin terkikis dan tidak sampai satu jengkal batasan antara aku dan dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Since 24 Years Ago
FanfictionHampir semua hal di dunia ini dapat Sana miliki. Namun ada satu hal yang gadis itu tak bisa miliki di hidupnya, yaitu ketenangan. Bagaikan menjadi sasaran dari ribuan tombak, sudah tak terhitung berapa kali Sana berhasil lolos dari maut disepanjang...