Afterglow Part 7 - Tak Bisa Berpaling

973 24 10
                                    

Seberapa parah aku sudah tertarik ke dalam dimensinya?

Hanya pertanyaan itulah yang selalu terngiang di otakku.

Hari ini adalah malam kedua keluargaku tinggal di Kimbolton. Sejak satu jam lalu aku berusaha menahan diriku sendiri agar tidak sampai mencari Lara. Aku berjuang melawan keinginanku sendiri yang menggebu-gebu, sama seperti keinginan untuk mengekang dahagaku ketika berada di dekatnya.

Kumantapkan hatiku untuk mencoba menemui Lara. Semakin sering aku berinteraksi dengannya ―dengan konsekuensi dahaga yang menghantam kerongkongan― kuharap aku bisa terbiasa dengan aroma darahnya.

Bukan perkara mudah memang. Ingatan akan aroma darah gadis itu tidak pernah enyah sekalipun dari pikiranku.

Saat kakiku melintasi halaman rumahku, aku sudah bisa mencium semerbak samar aroma Lara.  Air liurku menetes dan kerongkonganku seperti ditinju logam hangat yang mencekik. Bahkan Mr. Harrington yang baru keluar dari rumahnya, menambah berat perjuanganku melawan keinginan buasku. Dia menuju ke restoran keluarga yang menyatu dengan rumahnya, membawa sisa aroma Lara bersama angin yang berhembus ketika dia melewati penghangat ruangan di dalam restoran.

Aku hanya bisa mengepalkan tanganku, kusembunyikan di dalam saku mantelku agar tidak ada yang bisa menyadari kegelisahanku. Mataku terpejam seiring napas yang kutahan.

“William, are you okay?” Dari suara beratnya yang khas, aku tahu ayah sedang mengikutiku. Kurasa dia memahami kecemasanku.

Well, aku merasa sedikit teralihkan. Kubuka mataku, kemudian menghela napas untuk mengisi paru-paruku yang kosong.

“Aku baik-baik saja, Dad,”jawabku singkat.

Ayah melunak. Dia tampak tidak ingin mempertanyakan kegelisahanku lagi.

“Kalau kau butuh sesuatu, pikirkan Alex. Kami akan terus memantau,” katanya sambil beranjak pergi, kembali masuk ke dalam rumah.

 “Thank you, Dad.” Sekilas kulihat ayah tersenyum padaku sewaktu dia masuk ke dalam rumah. Aku tahu apa maksud dari senyum itu.

Lakukan apa yang menurutmu benar…, begitulah kira-kira arti senyuman itu.

Aku hanya membalasnya dengan sunggingan senyum simpulku.

Well, sekarang aku sudah benar-benar tidak bisa lagi menahan diriku untuk tidak menemuinya.

Tanpa buang-buang waktu lagi, aku segera menuju restoran keluarga Harrington dengan langkah lebar. Beberapa dua orang pengunjung yang baru datang terlihat bertanya-tanya dengan sikapku, wajah mereka mengatakan itu semua. Namun seperti biasa, manusia seperti mereka hanya diam tanpa menyuarakan tanda tanya di kepala mereka.

Mencari Lara bukanlah tugas sulit bagiku. Tapi menahan dahaga yang tiba-tiba muncul karena darahnya, lebih sulit dari pada harus berada dengan satu ruangan dengan mangsaku. Aroma darahnya berdesir pelan, melewati rongga hidungku dan menyapa saraf-saraf di tubuhku. Sensasi yang terbentuk terasa begitu mencekik. Kukepalkan tanganku erat untuk menghalau sensasi yang selalu menyeruak manakala mencium darah gadis itu.

Kuikuti arah angin yang menebarkan sisa aroma darahnya.

Tanpa sadar kakiku melangkah menuju meja yang  berada di ujung.

Rupanya gadis itu tengah membersihkan meja. Tangannya yang agak kurus tampak mengelap meja dari sisa kopi yang menempel pada bagian bawah cangkir dan melekat di atas meja berpernis gelap itu.

Dadaku kembali berdesir setiap kali kakiku melangkah mendekatinya.

Aku kembali mencoba meredamkan jantungku yang ―seolah― berpacu. Bukan hal yang aneh jika seorang lelaki merasa gugup dan jantungnya akan berdetak lebih kencang jika bertemu dengan seseorang yang istimewa. Tapi ini aku, seorang vampir yang selama ini kesepian. Sangat aneh jika ada vampir yang bisa terkena serangan jantung, benar-benar tidak alami dan tidak masuk akal. Namun sekarang semua itu tidak lagi berlaku. Jika jantungku bisa berdetak normal, mungkin sekarang jantungku bisa berdetak lebih cepat, tiga kali perdetik. Sayangnya jantung vampir hanya bisa berdetak sekali perdua detik.

AfterglowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang