AMEL 1

2.4K 131 10
                                    

Prang!!

Suara lemparan panci yang mengenai kepala gadis gendut yang sedang menunduk. Rasa sakit mengenai kepala gadis itu. Bahkan panci itu masih terasa panas.

Gadis itu hanya menunduk diam, mendengarkan amarah dari wanita paruh baya. Wanita paruh baya tersebut bahkan tak segan segan untuk menjambak rambut gadis itu. Menampar, dan memukulinya.

Dia lah Amelia Monika Putri. Gadis gendut, anak keluarga aditya yang selalu saja di benci. Bahkan kedua orang tuannya pun tak ada yang menyayangi nya.

"KAMU TUH UDAH BERAPA KALI SAYA BILANG, KALAU MASAK ITU YANG BENAR! JANGAN ASAL ASALAN! Astaga cobaan apalagi ini, kenapa saya bisa lahir in kamu sih?! NGGAK ADA GUNA TAU NGGAK! NYUSAHIN AJA!" Ucap Wanita tersebut yakni ibu dari Amel. Setelah puas memarahi Amel wanita tersebut pergi meninggalkan Amel sendiri. Amel menatap punggung Mamahnya sedih. Selalu seperti ini, setiap hari, setiap waktu, setiap jam.

Amel memegang kepala nya sakit. Terdapat darah segar yang mengalir di kepala Amel. Amel berjalan ke arah wastafel dan mencuci lukanya. Setelah mencuci lukanya, Amel berjalan ke arah samping tangga dan membuka pintu, Amel masuk dan berjalan mengambil kotak obat. Ruangan ini adalah kamar Amel, kamar yang kecil dengan kasur yang kecil. Berbeda dengan kakaknya. Amel mengobati dirinya sendiri.

Air mata Amel turun. Ia meratapi nasib nya, yang selalu saja seperti ini. Dimarahi, dipukuli, dan dibandingkan dengan kakaknya. Dari kecil ia tak pernah di sayang. Amel ingin sekali di sayang oleh keluarga nya. Merasakan pelukan kedua orang tuanya. Tidak seperti ini.

Amel Pov.

Aku berjalan menuju laci yang berada di sudut kamarku, membuka laci tersebut dan mengambil salah satu Foto di dalam laci tersebut. Aku mengambil foto keluarga dimana keluarga ku tersenyum dan aku ikut di dalam nya.

Aku mengusap salah satu orang yang berada di dalam foto tersenyum, orang yang selalu menyayangi ku. Orang yang selalu memerhatikan ku. Dia adalah Erlan Aditya Abang ku. Satu satu nya orang yang menyayangi ku dulu. Bahkan aku yakin di atas sana ia juga menyayangi ku.

Hira Shalia Aditya nama Mamaku. Teddi Atmajaya Aditya nama papahku, yang seorang pengusaha besar. Sinta Defiyana Aditya nama kakakku yang kini baru saja masuk di Universitas.

Kalian pasti bertanya mengapa aku tidak ada nama Aditya di belakang nama ku bukan? Akan aku jawab, dulu aku mempunyai nama Aditya di belakang nama ku, tapi semenjak kejadian itu, nama Aditya di cabut dari nama ku. Papahku sendiri yang mencabutnya. Ia bilang, ia tak sudi mempunyai anak seperti ku.

Jahat bukan?

Ya orang tua ku kejam, tetapi aku tak pernah benci kepada orang tua ku. Aku tetap menyayangi mereka. Walaupun mereka tak pernah menyayangi ku. Aku tetap mencintai mereka, aku terus saja berdoa ke Allah untuk membukakan hati mereka, agar menyayangi ku. Dan berdoa agar mereka di berikan keselamatan.

Amel pov end.

****

Author pov.

Amel keluar dari kamarnya ia berjalan ke arah dapur dan mengambil alat alat bersih. Amel menyapu rumah yang besar itu sendiri. Sebenarnya di rumah ada pembantu rumah tangga, tetapi Hira tak membolehkan untuk membantu Amel.

Amel sudah menyapu rumah dan ia mengambil air untuk mengepel, saat ia sedang mengepel Mamah dan Kakak nya baru saja pulang dari Mall. Mereka melakukan rutinitas mingguan mereka, yaitu berbelanja di Mall.

Langkah kaki mereka tercetak di lantai yang sudah Amel pel, dan Amel harus mengulang kembali mengepel lantai tersebut. Mamah dan kakaknya pun tak merasa bersalah, lihat mereka malah membuka semua belanjaan yang mereka beli. Ada sepatu, tas, baju dan beberapa perhiasan.

"Nak lihat, ini baju nya sangat cocok buat kamu, baju bagus jika kamu pakai. Apalagi badan kamu itu, bagus banget. Nggak seperti yang itu. Jelek, gendut pokoknya komplit kalau yang jeleknya." Ucap Hira kepada Sinta.

"Pasti dong mah, aku kan selalu menjaga badan. Kalau di mah ikut kontes kejelekan pasti dia juara satu kali mah hahahah." Ucap Sinta tertawa di ikuti oleh Hira.

Amel yang mendengarkan hanya diam. Rasanya ia ingin sekali berbicara, tetapi ia tak berani. Ia takut kepada Mamahnya. Ia hanya diam. Amel melanjutkan mengepel nya. Sesudah mengepel Amel meletakan kembali alat alat bersih nya.

"Neng Amel." Ucap Bi Tarsih. Amel menoleh dan tersenyum.

"Iya bi, kenapa?" Ucap Amel sopan.

"Eneng belum makan kan dari pagi. Makan dulu neng, tar eneng sakit." Ucap Bi Tarsih.

Amel tersenyum. Amel beruntung masih ada orang yang menyayangi nya di rumah ini. Ya Bi Tarsih pembantu di rumah nya yang sudah lama bekerja di rumah nya. Dari ia berumur 2 tahun hingga sekarang. Bi Tarsih pun mempunyai suami dan suaminya pun tukang kebun di rumahnya. Tetapi, BI Tarsih tidak mempunyai anak. Amel pun mengijinkan dirinya sendiri di anggap anak oleh Bi Tarsih.

"Iya ini aku makan bi." Ucap Amel dan mengambil piring, beserta lauk. Amel berjalan duduk di samping bi Tarsih. Amel makan di dapur di temani bi Tarsih.

Tiba tiba ada suara pekikan dari ruang tamu. Tak lama suara teriakan kembali terdengar. Amel terkejut, sebab nama nya yang dipanggil.

"AMEL SINI KAMU!" Amel yang sedang makan pun terhenti. Baru saja Amel akan menyuapkan makanan kedalam mulutnya, Amel menaruh piringnya dan langsung menghampiri Hira.

Amel melihat Hira yang terjatuh di lantai. Sinta pun menolong Hira, begitu pun Amel. Tetapi, tangan Amel pun di tepis kasar oleh Hira.

"Jangan sentuh saya!" Ucap Hira.

Amel hanya menunduk. Hira sudah bangun dan berdiri di depan Amel. Dengan wajah yang sudah memerah menahan amarah.

"Ayo ikut saya." Ucap Hira sambil menarik tangan Amel kasar.

Amel hanya mengikuti langkah Hira. Tangan Amel pun terasa sakit, karena cengkraman Hira terlalu kuat dan kuku tajam Hira yang melukai kulit Amel.

Hira membawa Amel ke dalam kamar Amel. Hira melemparkan badan Amel ke lantai. Hira keluar dan datang lagi membawa alat pel.

"Rasakan ini!" Hira memukul Amel dengan gagang pel. Memukul Amel tanpa ampun. Amel pun berteriak kesakitan.

"Ampun Mah! Ampun! Sakit mah!"

"Kamu rasain ini. Gara gara kamu nge pel nya nggak becus saya jadi jatuh." Ucap Hira sambil memukul Amel.

"Amel minta maaf mah.. Ampun sakit mah hiks.." Ucap Amel lirih.

Hira sudah puas memukul Amel. Hira membuang pel an dan berjalan keluar kamar meninggalkan Amel yang kesakitan. Amel melihat alat pel yang sudah ada bekas darah dan alat pel nya pun sudah patah.

Amel menangis. Sakit, seluruh tubuhnya sakit sekarang. Ia harus kuat, ia tak boleh menyerah. Masa depan nya masih panjang. Ia harus membuat orang tua nya menyayangi nya. Pintu terbuka menampakkan Bi Tarsih yang membawa air dan baskom.

Bi Tarsih mendekat ke Amel dan duduk disamping Amel.

"Neng bibi obatin ya lukanya." Ucap Bi Tarsih.

Amel menghapus air mata nya dan tersenyum kepada bi Tarsih.

"Makasih ya bi." Ucap Amel dan memeluk bi Tarsih sayang. Bi Tarsih pun membalas pelukan Amel. Bi Tarsih sedih melihat Amel selalu di perlakuan buruk oleh orang tua nya.

Bi Tarsih berjanji akan selalu ada untuk Amel.

******

Hai guys..
Selamat Datang di cerita baru aku.
Gimana menurut kalian?
Seru nggak??

Vote and coment nya ya 😄

Happy Reading...

AMELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang