Chapter 1

17 5 1
                                    

"Ya ampun, gini amat sih punya anak bujang" wanita berusia 38 tahun itu terus saja mengeluh melihat ketiga kelakuan anak laki-lakinya. Wanita berkulit putih dengan rambut berwarna coklat tersebut tampak menggedor pintu kamar anak keduanya.
Tok... Tok... Tok... Tok.. Tok

"Markkkk, bangunnnn. Sudah jam berapa ini. Nanti telat lohh.." teriak Merisa dengan emosi yang sudah mencapai kepala. Baru saja ia hendak menggedor pintu kamar Mark, tak lama kemudian tangan hangat seseorang memeluk Merisa dari belakang.

"Selamat pagi buna sayang," Haechan memeluk Merisa dengan pakaian sekolah yang sudah rapi.

"Eh, beruang madu buna udah siap. Ke ruang makan duluan sana, mama udah masakin nasi goreng."

"Loh, buna nggak mau temenin Haechan makan?" ia masih memeluk Merisa dan kini meletakkan kepalanya di bahu Merisa.

"Buna bentar lagi nyusul. Buna mau bangunin abang kamu nih. Nanti kamu berangkat sama siapa kalau abang kamu telat," Merisa melepaskan pelukan Haechan. Ia membelai kepala si bungsu.

"Ya udah deh. Semangat mama," ucap Haechan.

"Bangunin anak setan," gumam Haechan takut terdengar oleh Merisa.

Sepeninggalan Haechan, Merisa masih berkutat dengan pintu dihadapannya. Sudah hampir habis suaranya namun yang punya kamar masih belum menyahut. Kemudian munculah sebuah ide untuk membangunkan putranya.

"MARK KALAU KAMU NGGAK BANGUN DALAM HITUNGAN KETIGA, SELAMA SATU MINGGU KEDEPAN MAMA NGGAK AKAN NYETOK SEMANGKA LAGI. SA.. "baru saja hendak menghitung terdengar suara putranya dari dalam kamar.

"Iyaaa maaaa. Mark udah bangun. Mama tunggu dibawah aja."

Merisa tertawa puas karena berhasil membangunkan anaknya tersebut. Ia pun turun kebawah menuju ruang makan.

"Eh, Buna. Abang udah bangun? " tanya Haechan.

Merisa menarik kursi di depan Haechan sambil mengambil sarapan, "Udah. Itu pun Buna umpan pake semangka baru mau."

"Kakak tadi malam nggak pulang Bun? " tanya Haechan.

"Nggak, katanya cape kalau pulang semalam. Soalnya jalanan macet, terus kakak mu juga sudah ngantuk banget katanya. Jadi dari pada kenapa napa dijalan, Buna suruh nginep di kos temennya."

"Temen yang mana bun? "

"Itu loh yang tinggi-tinggi itu."

"Yeee, buna. Banyak kali bun temen kakak yang tinggi. Haechan juga tinggi nih. "

"Hahha.. tinggi apaan badan lo pendek gitu. Gemuk lagi. Nape? Badan lo ketarik gravitasi bumi. Hahahaha," entah sejak kapan Mark datang, ia sudah duduk di samping Haechan.

"Buna.. " ucap Haechan meminta pembelaan dari Merisa.

"Mark, nggak boleh gitu loh mulutnya sama adek mu."

"Adek kek dakjal gini ma. "

"Mark, mulut kamu ya kayak nggak pernah diajarin mamanya."

"Hehe.. Maaf ma."

Sarapan berlangsung hening. Semua orang di meja makan menikmati makanan mereka. Samar-samar Merisa tersenyum melihat kedua putranya yang sudah tumbuh remaja dan dewasa. Ia tak menyangka bisa melalui masa sulit dimana harus melanjutkan hidup untuk mengurus ketiga putra seorang diri. Ia sempat hampir bertindak bodoh dengan menitipkan ketiga putranya di panti asuhan. Untung ada ibunya yang menasehati agar menjaga harta yang satu-satunya ia miliki yaitu anak-anak yang ceria ini.

"Bun.. Bun.. Bunaaa. Buna dengerin Haechan cerita nggak sih."

Merisa tersadar dari lamunan dan melihat anak bungsunya yang cemberut membuat ia gemas melihatnya. "Kenapa Chan? "

MarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang