Dua: Saka, Senja dan Vespa

1.2K 275 64
                                    


Rabu pagi masih sama seperti pagi di hari-hari sebelumnya. Sorot sinar matahari perlahan menembus sela-sela jendela kamarku, seolah memberitahu kalau aku harus segera bangun. Tapi aku masih malas untuk bangun, padahal udah jam enam pagi dan Mama udah teriak berkali-kali dari dapur, sambil kosreng-konsreng menu masakan untuk sarapan hari ini.

"Kamu mau dibangunin pake apa lagi sih? Sirine imsak masjid?" Begitu salah satu ucapan dari teriakan Mama barusan yang membuat aku langsung bangun dengan nyawa yang masih melayang.

Harum khas nasi goreng serta teh hangat yang tersaji diatas meja makan menguasai satu rumah begitu aku turun dari kamarku. Suara televisi yang Mama setel tapi gak ada yang nonton menjadi latar suara bagi aku untuk bersiap-siap pagi ini. Hanya begitu, sampai akhirnya aku sadar kalau sebentar lagi aku kesiangan karena sekarang udah jam setengah tujuh lewat sedikit. Aku langsung bergegas, pake sepatu dengan kecepatan maksimum.

"Besok mah bangunnya jam 8!" sindir Mama ketika aku berpamitan. Aku cuma nyengir, langsung buru-buru keluar rumah.

Pas aku lagi panik-paniknya, gak tau kebetulan darimana tiba-tiba aku liat Saka yang ternyata masih di depan rumahnya. Lagi manasin vespa kuning kesayangannya, sambil diliatin (tiap hari diliatin, gak bosen kali, ya?). Aku langsung bergegas menghampirinya dengan tujuan mau nebeng. Udah siang, nih!

"Saka! Sekolah gak?" tanyaku basa-basi. Saka menoleh, mengangguk kemudian memicingkan matanya.

"Kenapa lu? Kok belom berangkat?" tanyanya kemudian.

"Gue kesiangan! Mau naek umum tapi pasti lamㅡ"

"Halah, buruan!" potong Saka. Aku cengengesan dan langsung nyamperin Saka yang segera naik ke motornya. Saka menyerahkan helm bogo yang sama persis seperti punyanya (emang sengaja punya dua, katanya sih biar seragam kalau ngebonceng orang) buat aku pakai, kemudian setelah itu aku naik ke motornya.

"Tapi lo gak bakal kesiangan nih?" tanyaku pas di jalan. Iya, soalnya sekolah aku dan Saka itu beda. Sekolah aku agak jauh jadi Saka harus putar balik, makanya aku nanya karena takut malah dia yang kesiangan.

"Santai, gerbang sekolah gua mah pake finger print," katanya.

"Serius?"

"Bercanda anying, percaya aja jadi manusia," ujarnya tengil. Aku mendecak, meninju punggungnya pelan.

Saka membawa motornya dengan laju sedikit ngebut menembus jalanan kota. Sesekali nyalip-nyalip lah dikit, juga suka ngerem mendadak yang membuat penumpangnya YAITU AKU sedikit jantungan. Aku pegangan ke ujung jaketnya sambil harap-harap cemas dan berdoa semoga aku selamat sampai ke tujuan. Helmku dan helm Saka bahkan tubrukan sesekali, dan gitu aja terus sampai akhirnya kita berhenti di depan gerbang sekolahku yang bakal ditutup beberapa menit lagi.

"Makasih, ya! Sumpah, gue traktir deh lo kalo ke angkringan!" kataku begitu turun dari motornya. Saka tertawa, mengangguk setuju dan aku langsung balik badan siap-siap mau lari masuk ke sekolah. Tapi, Saka malah manggil aku.

"Heh!"

"Apaan, Saka?! Gue udah telat!" Aku mengomel. Saka mendecak, melirik kepalaku.

"Itu helm mau lu bawa?" Aku langsung melotot dan inget kalau ternyata aku belum nyopot helm. Gak usah dijelasin malunya segimana soalnya pak satpam yang ada di pos satpam aja sampai tergelak melihat tingkahku. Saka sih gak usah ditanya karena ketawanya kenceng banget sambil nunjuk-nunjuk aku dan udah kaya ngetawain orang gila. Langsung aku copot helmnya, aku serahin kepadanya tapi cowok itu malah menolak.

"Bawa aja deh sama lu dulu," ujarnya.

"Yaampun Saka, masa iya gue pake helm di kelas?" kataku kesal. Saka mendecak, menggeleng.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dialog Kita #1 : Dua Manusia dan DiantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang