Bangku Taman Kesepian

1K 42 11
                                    

Sudah genap 10 tahun, mereka selalu menemani soreku. Hanya mereka. Aku sih wajar saja, toh aku memang tidak menarik. Biar ku beri tahu kalian bagaimana wujudku. Aku terbuat dari kayu, berpinggiran besi melingkar, dengan corak bunga. Warna yang melekat pada diriku sudah banyak yang mnegelupas, begitu pula besi yang setia bersandar padaku, mereka -karena ada dua buah- sudah mulai berkarat. Kalian tahu aku apa? Ya, aku hanyalah sebuah bangku. Lebih tepatnya, bangku taman. Aku berada tepat diantara pohon jati tua, dan lampu taman kuning yang hanya menyala beberapa kali dalam satu minggu. Kurasa cukup mengenai diriku, kini aku ingin menceritakan sebuah kisah tentang mereka yang selalu menemani soreku.

Mereka adalah sepasang remaja berumur 17 tahun. Sang perempuan bertubuh mungil dengan kulit khas orang Indonesia, bermata bulat dengan iris hitam pekat, dihiasi dengan bulu mata lentik dan alis mata tebal. Sedangkan sang laki-laki bertubuh tinggi, dengan kulit putih -tapi tidak pucat- dan beririskan coklat muda. Wajahnya sangat tampan, dengan sorot mata tegas yang menambah nilai plus bagi dirinya. Dia memang bukan asli Indonesia, dan belakangan aku ketahui bahwa ayahnya merupakan keturunan eropa sana.

Aku ingat sekali, mereka bertemu pada 10 tahun silam, saat masing-masing dari mereka masih berumur 7 tahun. Saat itu, aku baru menjadi penghuni tetap taman ini. Mereka tidak sengaja saling bertubrukan pada saat itu, hingga berakhir perkenalan khas anak-anak yang manis. Sejak saat itu, mereka menjadi teman dan bersepakat untuk selalu menghabiskan sore disini, duduk pada bangku taman, yang tak lain adalah diriku. Pada mulanya aku tidak menyangka bahwa pertemanan mereka bisa bertahan hingga selama ini, dan aku senang akan hal itu. Tapi entah mengapa sore ini, suasana mendadak berbeda. Sebenarnya perubahan ini sudah aku rasakan semenjak sebulan lalu..

~ flash back ~

Gadis itu menghampiriku dengan santai, lalu duduk dengan nyamannya pada diriku. Ia mengeluarkan novel dari tasnya dan mulai membaca. Tak sampai 10 menit, seorang laki-laki datang menghampiri gadis itu. Laki-laki itu juga pendatang setia bersama dengan sang gadis. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Laki-laki itu datang dengan seorang gadis lain.

"Hai Sera.." sapa laki-laki itu. Dengan otomatis, gadis yang bernama Sera itu menengadahkan kepalanya, dan menatap langsung kearah laki-laki itu.

"Hai Danniel, kamu telat 10 menit." Ujar Sera dengan raut wajah merajuknya.

Danniel terkekeh."Maaf deh my best buds! Aku tadi jemput seseorang dulu.." Danniel mengarahkan pandangannya ke gadis yang berada disebelahnya. "Nah, Sera ini dia orang yang ingin aku kenalkan sama kamu, namanya Renata, dan Renata ini Sera, sahabat baikku.." jelas Danniel.

Sera mengalihkan pandangannya ke arah Renata, dan menjabat tangan Renata. Dengan mengulas senyum, Sera menyapa Renata. "Hai Renata, aku Sera. Senang bertemu denganmu.."

"Senang bertemu denganmu juga Sera.." jawab Renata sembari tersenyum.

Sera melirik Danniel dan bertanya "Jadi?"

"Jadi apa?"

"Ya, jadi kamu gak mau jelasin hubungan kalian apa gitu Niel?" tanya Sera iseng.

Sontak wajah Danniel memerah. "Duh kamu.. Kami Cuma teman kok.."

Sera terkekeh. "Gak yakin deh. Kamu kan gak suka temenan sama perempuan selain aku, kecuali kalau kamu-" belum sempat menyelasikan kalimatnya, Danniel sudah terlebih dahulu menutup mulut Sera.

"Udah deh, kamu jangan bicara macam-macam." kata Danniel sambil menatap tajam Sera, sedangkan yang ditatap, hanya memutar nola matanya cuek, tidak takut sekalipun.

"Memang aku mau bicara apa coba? Duh sok tahu kamu Niel." Kata Sera cuek. "Oh iya, sini Renata, duduk disebelahku, biarin si Danniel berdiri aja disitu."

PercikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang