Bagian Kedelapan

17.8K 3.8K 606
                                    

Di antara gegap gempita pesta pernikahan ini, mungkin aku adalah satu-satunya orang yang merana. Padahal ini adalah perayaan pernikahanku. Satu jam yang lalu, statusku sudah berubah. Seseorang yang duduk bersamaku saat ini sudah resmi menjadi suamiku. Kelak, dia juga akan menjadi ayah dari anak-anakku. Tapi alih-alih bahagia, aku justru berakhir nelangsa. Jika seseorang yang ada bersamaku saat ini adalah Hendery, apakah rasanya akan berbeda?

"An, aku mau minta maaf tentang sesuatu ke kamu." tiba-tiba Arjuna mengenggam tanganku. Tatapannya selembut biasanya, namun bibirnya tersenyum terlalu tipis. Seakan-akan ada lara yang tidak pernah ia bicarakan denganku.

"Minta maaf? Kenapa?"

Sebelum mengatakan sesuatu yang ingin ia katakan, aku melihat Arjuna melihat kejauhan. Saat aku mengikuti ke arah mana dia melihat, aku justru menemukan sosok Hendery tengah tertawa bersama Regan--teman kami sejak SMA.

Di hari yang pilu bagiku, terima kasih sudah meringankan dengan caramu tertawa, Hen.

"Aku pernah berpikir kalau di antara kamu dan Hendery nggak mungkin hanya sebatas pertemanan. Aku pikir, salah satu di antara kalian pasti akan memiliki perasaan yang lebih dari itu. Jujur, setiap kali kamu bilang ke aku mau pergi sama Hendery. Aku khawatir kalau dia bakalan ngambil kamu dari aku. Kita sama-sama tahu, hubungan kalian bahkan sedekat jantung dan rusuk. Sementara aku cuma orang baru dalam hidup kamu. Sebelum aku benar-benar yakin melamar kamu, aku takut kamu akan menolak dan lebih memilih Hendery. Tapi melihat bagaimana kita hari ini, aku merasa semua pemikiran aku salah. Aku minta maaf, An. Maaf karena aku sempat mencurigai hubungan kalian."

Setelah Arjuna menyelesaikan kata-katanya, aku terdiam cukup lama. Mungkin ini kedengaran jahat, tapi jujur saja aku juga menginginkan itu, Jun. Buatku, Hendery adalah definisi segalanya. Dia adalah sederhana yang selalu aku doakan siang dan malam. Ketika aku berlagak menjadi orang suci di atas sajadah, yang aku sebut namanya bukan kamu, tapi Hendery. Tapi mungkin, kamu menyebut namaku lebih sering daripada aku menyebut nama Hendery.

Hingga dalam keterdiaman ini, Arjuna menyentuh punggung tanganku. Rasanya hangat, tapi tidak lebih hangat dari genggaman tangan Hendery yang biasa laki-laki itu berikan padaku.

"Dia satu-satunya sahabat terbaikku, Jun. Sebelum ada kamu, cuma dia yang bisa aku andalkan. Aku paham gimana takutnya dan khawatirnya kamu, tapi selamanya, kami tidak akan pernah lebih dari sekadar sahabat."

Arjuna mengangguk dengan raut wajah bersalah. "Iya, aku tahu aku salah, An. Maafin aku ya?" lalu aku mengangguk dengan senyum lebar, mencoba untuk menenangkannya.

"Tapi boleh nggak aku minta satu hal sama kamu, Jun?"

"Apa?"

"Ijinkan aku memeluk dia sekali aja. Karena setelah ini, semuanya nggak akan pernah sama. Aku akan sepenuhnya jadi milik kamu. Pertemananku dengan Hendery perlahan-lahan akan terkikis karena pada akhirnya, kami akan sama-sama dewasa. Jadi sebelum kami benar-benar jauh, tolong beri aku kesempatan untuk memeluk sahabatku. Sekali aja, boleh?"

Tidak butuh waktu lama bagi Arjuna untuk mengangguk dengan senyuman manis yang menenangkan. Tangan kanannya mengusap pipiku dengan sayang. Di titik ini, aku bisa bernapas lega. Jadi aku mulai berdiri. Tapi sebelum aku benar-benar melangkah bersama gaun panjang merepotkan ini, aku menemukan Hendery berjalan ke arah home band. Anak itu tersenyum padaku.

"Selamat malam semuanya..." dia membuka suara. Kedua tangannya bertemu untuk mengenggam mic di hadapannya dengan erat. Hal itu mengingatkanku saat dia menyanyikan lagu Pengagum Rahasia dari Sheila On 7 di pensi sekolah kami dulu.

Hendery selalu terlihat tampan jika dia berdiri di sebuah panggung. Aku berdoa semoga dia juga akan bermain gitar setelah ini.

"Perkenalkan, nama saya Hendery, seseorang yang menghabiskan waktu bersama Andara lebih lama dari Arjuna."

Elegi Patah Hati✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang