"Langit dan laut itu berbeda, tapi sadarkah kamu bahwa warna biru langit berasal dari biru lautan. Itulah kita, penuh dengan perbedaan yang dikarenakan persamaan."
***
Jam pelajaran telah usai, Zela mengedipkan matanya pada Ratna dan Luna. Mereka mengangguk, kode dimengerti. "Mau nunggunya dimana?" Ratna berbisik pelan saat semua siswa mulai berhamburan keluar kelas. "Di kelas 10 yang di depan kelas kita aja!" Luna memberikan usul. "Yaudah," jawab Zela singkat.
"Operasi pengamatan kode 001 oleh detektif Zela, Luna dan Ratna siap dilaksanakan!" Luna meniru gaya bicara seorang kaki tangan kepada bosnya. "Apaan sih, Lun!" Ratna mengerutkan dahinya, tak mengerti apa yang sedang sahabatnya lakukan. Sekarang, Luna, Ratna dan Zela sedang menjalankan misinya, mencari tahu siapa orang yang selalu meletakkan kado di laci Luna. Mereka sekarang sedang "bersembunyi" di deretan kelas 10 berhadapan dengan kelas mereka, mengamati setiap orang yang mondar-mandir di koridor kelas 11.
"La, gue lapar. Temenin jajan, dong!" Ratna memegang perutnya. "Astaga Ratna, lo tadi udah makan dan sekarang lo lapar lagi?!" Luna berteriak gemas.
"Gimana, dong? Gue kan emnag gitu. Temenin gue ya, La!" Zela berdiri dari tempat duduknya, "Yaudah, ayo!"
"Tuh, kan, Zela baik. Ga kaya lo, Lun!" Ratna mencibir. "Ye, bodo amat. Zela, lo itu terlalu baik sama Ratna!" Luna menceramahi Zela. "Udah-udah," Zela menggelengkan kepalanya, kedua sahabanya itu memang selalu begitu.
"Lo mau jajan apa, La?" Ratna bertanya ke arah Zela. "Ga tau, mungkin gue tunggu disini aja," Zela menjawab santai. "Yaudah, gue jajan, ya!" Ratna setengah berlari ke arah penjual makanan dan minuman yang sedang berkumpul menunggu pembeli.
"Eh, Zela, kenapa belum pulang?" suara seseorang tiba-tiba mengagetkan Zela. Zela mendapati sosok seorang laki-laki yang tidak lain adalah teman sekelasnya.
"Oh, Davin, iya, belum pulang, nih. Ada urusan," Zela tersenyum. "Lo juga belum pulang?" Zela mengamati teman bicaranya itu, masih lengkap berseragam.
"Ada latihan," Zela mengangguk, "Ga pulang ke rumah dulu?"
"Ga, tanggung soalnya," Davin menjawab singkat.
"Eh, Davin, ada latihan, ya?" Ratna tiba-tiba sudah berada di antara mereka. "Iya, lo juga belum pulang, Na?"
"Oh, iya, mau cari tahu siapa pengirim kado untuk Luna, ya?" Davin melanjutkan perkatannya, Zela dan Ratna bersitatap bingung. "Lo tau dari mana, Vin?"
"Dari Luna," Davin menjawab pertanyaan Ratna dengan tersenyum. "Eh, Vin, maaf ya, ada urusan. Gue sama Zela masuk dulu, ya!" Ratna menarik lengan Zela menjauh, lawan bicaranya tadi terkejut, lalu berjalan pergi.
"Parah nih, Luna!" Ratna menggelengkan kepalanya sambil berdecak kencang berjalan ke tempat Luna menunggu diiringi oleh langkah kaki Zela.
"Lun, kenapa lo kasih tahu Davin tentang rencana kita, sih?" Ratna dan Zela belum sampai betul saat Ratna berteriak.
"Oh, itu, tadi gue ga sengaja kasih tau dia. Ga ngaruh juga kan?" Luna menjawab polos.
"Ga ngaruh gimana, Lun? Ya jelas ngaruh, lah!" Ratna memegang rambutnya gemas, frustasi. "Ngaruh gimana?" tanya Luna bingung.
"Oke, gue bakal jelaskan. Jadi gini, kalau misalnya Davin yang ngirim hadiah itu gimana? Kita udah nungu sekitar 45 menit, dan si pengirim itu ga datang-datang, otomatis kalau si pengirim tau kita ngawasin dia, ya jelas di ga bakal nunjukkin diri, Luna!" Zela angkat bicara.
"Ya ga mungkin lah Davin yang kirim, emang sih Davin baik banget, sering bantu gue juga, tapi dia itu tipe cowok cuek woi!" Ratna dan Zela menggelengkan kepalanya mendengar tanggapan dari Luna. "Suka-suka deh, Lun. Semoga aja memang bukan Davin!" Ratna menjawab pasrah.

YOU ARE READING
You're My Flower
Teen FictionSaat bunga melambai pelan, angin pun menghembus lembut. Kelopaknya mulai bermekaran, warna-warninya membias keindahan, aroma harum semerbak menusuk hidung. Saat itulah semua cerita berawal. Ini cerita tentang seorang remaja perempuan, Azelda Lia Put...