Honeymoon Fight (2)

1.1K 84 9
                                    

Davina tidak menemukan Devon ketika ia keluar dari kamar mandi. Tadi pria itu menggunakan kamar mandi lebih dulu dan meminta Davina menyingkir sejauh mungkin. Pintu kamar mandi vila ini terbuat dari kaca, dan Devon dengan semena-mena menuduh Davina akan mengintipnya mandi. Jadi sementara Devon mandi, Davina menunggu di teras. Dan ketika pria itu selesai dan masuk ke walk in closet, giliran Davina yang ke kamar mandi dan tak lupa mengancam Devon untuk menjauh dengan hal serupa.

Pria itu dengan santai menjawab bahwa Davina tidak perlu khawatir. Devon bilang ia sama sekali tidak tertarik pada Davina. Tapi jawaban Devon justru membuat Davina meradang dan merencanakan pembalasan dendam yang spektakuler malam nanti.

Malam ini ia akan membuat Devon kembali tersiksa. Ia sudah menyiapkan pakaian tidur tipis yang akan membuat mata pria itu tak mampu berpaling. Silakan saja mengaku tidak tertarik, bisa ia pastikan Devon akan kembali terjebak seperti semalam.

Tapi setelah selesai berganti pakaian, ia tidak juga menemukan Devon di mana pun di setiap sudut vila. Dugaannya mengatakan bahwa pria itu tidak berada di sini, atau dengan kata lain meninggalkan Davina seorang diri di vila ini.

Davina meraih ponsel dan menekan panggilan ke nomor ponsel Devon.

Panggilan pertama tidak diangkat. Davina kembali menelepon. Panggilan kedua ditolak. Davina meradang. Ia kembali menekan panggilan, yang akhirnya diangkat oleh Devon.

"Apa?" jawab pria itu galak.

"Kamu di mana? Apa kamu berniat meninggalkanku seorang diri di sini?" tanya Davina.

"Aku sedang ikut sunset fishing."

"Teganya kamu ninggalin aku," ujar Davina.

"Bersenang-senanglah sendiri di sana. Kita punya hobi masing-masing, jadi jangan saling menganggu," ujar Devon dan langsung memutuskan panggilan.

Davina menatap ponselnya dengan kesal.

Devon... Tunggu saja pembalasanku. Akan kubuat kamu lebih menderita dari semalam, ujar Davina dalam hati.

***

Davina memutuskan memesan makan malam di vila saja. Meski bisa dinyatakan aman, ia tetap saja merasa takut jika harus keluar seorang diri di malam hari seperti ini. Devon, tentu saja belum pulang. Jelas pria itu tidak akan makan malam bersamanya. Sebagai bentuk hukuman untuk pria itu, Davina memutuskan tidak akan membukakan pintu saat Devon pulang nanti.

Tapi ternyata tak seperti dugaannya, Devon pulang lebih awal dari perkiraan. Waktu masih masih belum menunjukkan pukul sepuluh ketika pria itu masuk begitu saja ke vila, membuat Davina yang baru saja mengambil air dari dapur terkejut melihat kemunculannya yang tiba-tiba.

"Bagaimana caranya kamu bisa masuk?" tanya Davina, nyaris menjatuhkan gelas air yang dibawanya saat menemukan Devon tiba-tiba muncul di ruang tamu.

"Tentu saja lewat pintu," jawab Devon santai.

"Seingatku kunci vila ini hanya ada satu," ujar Davina.

"Dua jika aku minta lagi pada bagian pelayanan."

Davina memberengut. Tentu saja Devon tidak sebodoh itu. Ia sudah salah duga. Davina mengamati pria itu yang melangkah melewatinya menuju ke arah kamar tidur.

"Aku mau mandi. Sebaiknya kamu segera menyingkir dari sini. Kecuali kalau kamu berniat mengintipku melucuti pakaian."

Davina berjengit. "Jangan terlalu percaya diri. Justru sebenarnya yang sangat penasaran untuk melihatku melucuti pakaian itu kamu kan? Jangan bertingkah seolah-olah akulah yang punya pikiran kotor di sini," balasnya, membuat Devon melotot marah.

"Kalau begitu silakan tunggu di tempat lain selagi aku mandi. Jangan kembali ke kamar," ujar Devon.

Davina tersenyum sinis. "Jangan konyol. Pintu kaca di antara bilik kamar mandi dan wastafel masih dipisahkan pintu penghubung lain dengan kamar. Aku nggak mungkin kurang kerjaan sampai harus repot-repot mengendap-endap untuk mengintip kamu mandi," balas Davina. "Buang semua prasangka burukmu itu dan mandilah dengan tenang."

Devon tampak masih ingin berdebat, namun Davina segera melangkah mendahuluinya menuju kamar.

Davina meletakkan gelasnya ke night stand ketika Devon lewat di belakangnya dan pria itu langsung melangkah menuju kamar mandi.

"Jangan coba-coba masuk ke area ini selama aku mandi," ujar Devon.

"Tenang saja. Aku tidak berminat mengintip," balas Davina.

Setelah Devon menghilang dari balik pintu, ia lalu melepas jubah tidurnya dan naik ke atas kasur. Kini tubuhnya hanya ditutupi pakaian tidur transparan dengan potongan minim berwarna merah. Kontras sekali dengan kulitnya yang putih. Ia lalu meraih ponsel dan mengetikkan sebuah pesan untuk seseorang.

Davina: Em... Kamu sudah bisa ngecek ponsel belum sih?

Davina: Kangen nih pengen curhat sama kamu.

Davina: Em, nanti kalau kamu nemuin pesan beruntun dari aku, segera balas ya.

Davina: Aku punya banyak cerita seru untuk kamu.

Davina: Kangen banget sama kamu, Em. Semoga kamu segera pulih ya.

Davina: Miss you, xoxo

Davina mengembuskan napas melihat pesannya yang hanya ditandai dengan tanda centang satu. Artinya Em masih belum bisa menerima pesannya. Ia ingin sekali bercerita tentang Devon. Hanya Em satu-satunya orang yang ia percaya untuk bisa menjadi tempat curhatnya.

Davina mengembuskan napas. Ia bosan menunggu Devon kembali dari kamar mandi. Tidak mungkin pula ia menyusul pria itu. Tidak ada dalam rencananya ketika ia yang menghampiri Devon lebih dulu untuk menggoda pria itu. Lagi pula ia tadi sudah menyatakan tidak berminat mengganggu Devon mandi. Rencana awal adalah Devon yang masuk dalam jebakan, bukan Davina yang berakhir ke dalam jebakan Devon.

Davina kembali melirik ponselnya. Saat ini tak ada yang bisa ia ajak bicara. Ingin rasanya menelepon Mama, namun Davina tidak ingin membuat ibunya bertanya mengapa ia masih sempat menelepon dalam bulan madunya. Terlebih di malam hari seperti ini. Ia tidak ingin Mama mengendus sesuatu yang tidak beres di antara dirinya dan Devon. Radar Mama sangat tajam, dan Davina tidak ingin membuat keributan di usia pernikahannya yang baru seumur jagung ini.

Bosan karena terus-terusan berada dalam keheningan, Davina menekan tombol yang ada di laci night stand. Sebuah televisi layar datar muncul dari dalam sebuah kotak di kaki tempat tidur, terus bergerak naik hingga berhenti ketika sudah sejajar dengan posisi duduknya. Davina menekan remote dan menyalakan televisi. Ia lalu mencari saluran yang pas untuk ditonton, dan berhenti di saluran yang tengah menayangkan sebuah film yang diadaptasi dari salah satu novel erotis.

Tayangan yang pas, ujar Davina sambil tersenyum kecil. Pencahayaan vila yang temaram sudah sangat mendukung suasana. Kali ini Devon pasti akan merana dua kali lipat.

***

Bersambung....

The Imperfect HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang