Embun dan rintik-rintik hujan menghiasi luaran jendela. Kendaraan berlalu-lalang menciptakan kebisingan ditengah hujan. Sore seperti ini memang paling asyik kalo minum kopi— kata anak muda kaya anak senja kebanyakan. Gue masih bergelut sama proyek-proyek dihadapan gue. Sialan, mau pulang tapi dateline udah diujung tanduk. Jemari gue bergerak menekan tombol-tombol di papan ketik, tangan gue sibuk menggerakan kursor dan menyipitkan mata serius menatap kerjaan yang datang nerobos gak pakai assalamualaikum.
"Bos, ini kerjaan udah belum? Mau ngedate nih gue, pulang duluan ya?" Gue menaikkan alis gue heran, cowok didepan gue menatap mata gue dengan binar polos. Gue mengerutkan muka dan menggelengkan kepala gue cepat.
"Gak ya, Chan. Gue tabok lo pulang duluan, coloring udah belum? Kalau belum ya lo lembur, enak aja makan gaji buta." Serobot gue kesal. Cowok yang gue sembur ini hanya menatap datar dan menggosokan telapak tangannya dimuka dengan kasar.
"Please, Bos. Lo gak kasihan apa sama gue, udah janji sama cewek gue mau nyudut nih."
"Nyudut pala lo meledak, gak ya Chandra Atmawijaya udah gue tegesin lo gak boleh pulang. Balik ke kubik lo, kerjain tuh tugas lo. Jangan buat klien kecewa, gue potong gaji lo tau rasa lo." Chandra hanya memajukan bibirnya dan membuat gerakan seperti menghina gue. Gue hanya mendengus pelan dan melanjutkan kerjaan gue yang sempat tertunda sebelumnya.
Dierja Abimana Haribawa, alias gue salah satu fotografer bebas yang basis kerjanya di Jakarta. Berawal dari hobi motret pakai kamera jadul berakhir gue mendirikan usaha fotografi kecil-kecilan sama rekan-rekan kuliah gue. Walaupun, ide ini pernah ditentang sama ayah, but if you want to do something, you will be find the way. Gue percaya sama namanya tekad, kalau tekad lo sudah sebulat bola dunia maka lo sudah bisa beli globe. Bukan itu maksud gue, kalau tekad lo sudah bulet, niat sudah ada, apa yang lo jadiin keinginan bakal tercapai. Jadi fotografer pun bukan hanya ingin terlihat kece tapi emang gue suka memotret sesuatu hal yang ada disekeliling gue, menangkap momen-momen yang orang acuhkan, mendokumentasikan sekeliling gue dan merekam jejak-jejak yang kadang tidak diperhatikan banyak orang. Alasan lainnya, gue gak terlalu banyak mendokumentasikan masa kecil gue dengan jadi fotografer gue berharap bisa merekam semua jejak yang gue bisa tangkap.
Saku gue tiba-tiba bergetar, gue tarik sesuatu yang bersembunyi dibalik saku gue. Gue menghela nafas dan menggeserkan layar ke samping dan menempelkan layar handphone di kuping gue.
"Halo, iya aku pulang nanti malem."
Gue menggerakkan mata gue ke kubik samping gue, menatap wajah teman gue yang udah kaya intelejen mau nguping gue lagi ngomong sama siapa di seberang sana. Gue menggeleng dan memerhatikan kata-kata yang keluar bising dari balik telepon. Mengusak wajah gue kasar dan menarik nafas dalam.
"Iya, aku gak nginep lagi kok dikantor. Aku pulang nanti malam ya, i love you. Udah aku tutup ya, jangan lupa makan, Bun." Gue tutup telepon cepat dan melemparkan smartphone gue keatas meja, mengadahkan kepala dan menggerakkannya memutar.
"Cie, pacar baru lagi? Bun siapa? Buna? Apa Buni? Cepet banget lo dapet pacar." Gue menatap teman gue dengan tatapan bingung, gue ambil pulpen diatas meja gue dan melemparkan tepat ke kepalanya.
"Ngaco mulu lo kaya ngeaibon. Bunda itu, pacar apanya."
"Ngegas terus, gigi berapa bang? Kenapa lo abis diteleponin Bunda jadi kaya ditagih utang? Ah, gue tau, pasti karena lo gak pulang semalaman kan? Ngapain juga lo nginep dikantor, ngekos lo dirumah Bunda, sok-sokan kabur."
Gue hanya menggeram kesal mendengar celotehan teman gue yang gak ada ujungnya. Gue menggeleng pelan dan menarik nafas lama. Mata gue tertuju keatas langit-langit kantor, menghirup nafas banyak dan menghembuskannya kasar.
"Lo kaya banyak beban pikiran aja, jangan ngomong soal mantan lo itu? Yaudahlah, Bim udah putus juga lo masih aja gamonin kaya anak SMA. Lo udah tua, keriput udah keliatan galau-galau kaya anak puber gak cocok."
"Eh mulut lo itu gue sumpel ya lama-lama, Jeff. Kapan ada gue gamonin mantan, mulut lo gue lem aja sini biar gak bacot mulu."
"Easy man, garang banget kaya kucing garong. Gamon mah lo, gue kenalin cewek ya? Ntar ikut gue ke tongkrongan."
"Males, lo mau jodohin gue sama mantan lo yang udah kaya setengah populasi di Kemang? Ogah."
"Eh anjir, mana ada. Lo jangan menggiring opini yang tidak benar dong, Bim. Nanti sih Maya denger gak jadi PDKT-an gue. Lagian, lo juga kenapa pakai gamon mulu. Pulang sana kerumah, tau Bunda khawatiran lo gak pulang-pulang."
Gue menggelengkan kepala gue dan tersenyum tipis, pikiran gue mengawang-awang gak tau tujuan. Menggigit bibir gue lama dan memejamkan mata gue erat. Tangan gue mengepal keras mengingat kejadian beberapa waktu lalu, luka lama gue terbuka kembali. Menguakkan segala rasa kekesalan dan emosi yang memuncak keatas kepala.
"Argh, kesel banget gue. Gue males pulang tuh ya, nanti Bunda pasti nanyain gue mana menantu Bunda dan rentetan lainnya."
"Loh, lo bilang ke Bunda lo putus emangnya? "
Gue menggelengkan pelan kepala gue, mendadak kepala gue pusing gak karuan. Gue membuka mata gue perlahan dan menggertakan gigi gue kencang. Gue menarik nafas gue dalam berulang-ulang, memutar kursi gue menatap kearah jendela. Gue mengambil smartphone gue dan memutar lagu Resah milik Payung Teduh. Gue tatap rintik hujan yang menempel dan mengalir di jendela. Menatap hujan yang turun merintik di permukaan bumi. Ini kayanya bumi lagi paham banget sama gue ya? Lagi mode sadboy dikasih suasana yang pas buat galau-galau. Gue menatap kearah samping mendengar langkah kaki mendekati kubik gue dan rekan gue, Jeffrey.
"Bos, ini kerjaan baru. Minggu depan nih jadwalnya."
Gue memutar kursi gue cepat dan menatap map berwarna putih didepan gue. Gue melihat kearah orang yang datang kemeja gue dengan tatapan datar.
"Ini kerjaan ke Palembang bukan? Buat pemotretan pameran kan?"
Orang didepan gue mengerutkan keningnya aneh, ia hanya menggelengkan pelan kepalanya dan membuka map dan menghadapkannya kearah gue. Gue menatap kearah Jeffrey yang seperti salah tingkah.
"Bukan, ini ke Bali. Emang Jeffrey belum ngasih tau lo?" Gue menatap kembali Jeffrey dengan tatapan meminta penjelasan. Dia hanya tersenyum polos dan menggarukkan lehernya yang tak gatal pelan.
Gue membaca map berwarna putih itu dengan seksama, mengenai konsep dan lini kegiatan yang bakal gue dan rekan tim bakal lakuin di Bali. Nama klien dibawah gak asing dimata gue, gue membaca dengan seksama.
"Kanaya Shakira? Siapa ini?"
"Mbak Naya, mantan lo. Dia booked kita buat foto pre-wedding dia nanti. Dia mohon-mohon sama gue, bayarannya juga lumayan, Bim. Jadi, gue ambil aja kerjaannya."
Gila, mau diuji kaya gimana lagi perasaan gue?
To be Continue.....
Note :
Gue gak terlalu paham sih buat istilah dunia fotografi, correct me if i'm wrong owkay!? Mainin playlistnya ya biar asik wkwk, btw gue usahain setiap chapter bakal ada playlist, see u synk!
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH
Teen FictionMenapak langkah demi langkah di daratan, menemukan pelabuhan terakhir, mencari rumah tinggal dan atap untuk berlindung. Dia adalah Abimana, sang Ksatria tangguh namun selembut roti kapas yang akan mencari jejak sang Adinda di kota-kota yang tersebar...