Bab 7

1.3K 67 3
                                    


Ketika petang menjelang,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika petang menjelang,..... dia kembali pulang......

Malam itu jauh lebih dingin dari malam sebelum-sebelumnya.

Hal itu yang sudah Hanif rasakan sejak sorop tadi bersama dengan Isti, adiknya. Tak beberapa lama saat dua kakak beradik itu melangkahkan kaki naik keatas dipan tempat tidur, setelah merasa yakin sudah mengunci seluruh pintu dan jendela di dalam rumah.

Mereka bersiap-siap melepas penat untuk beritirahat di dalam kamar, saat mendadak aroma anyir dari bebauan daging busuk tercium sekelebat lewat, yang membuat Hanif dan Isti berpandang-pandangan.

Dalam kesunyian yang menguji itu, tak lama tiba-tiba terdengar suara jendela seperti dibanting.

Hanif dan Isti masih berpandangan dalam diam, mereka merasa aneh dengan kejadian ini. Bagaimana mungkin jendela yang sudah jelas-jelas ia kunci rapat, bisa terbuka lebar karena angin.

Hanif melangkah turun,..

Melangkah, mendekat ke jendela sembari wajahnya melihat kepemandangan yang ada di luar rumah. Gelap,.... Tak ada siapapun di sana kecuali pohon pisang dan batang-batang singkong, sebelum tiba-tiba pintu kamar yang ada di belakang mereka terbuka dengan sendirinya, pelan.

Hanif dan Isti sontak melihat kearah pintu yang terbuka dengan sendirinya,...

Pintu terbuka pelan-pelan sekali, membuat kakak beradik itu seperti patung.

Ketika mereka terjebak di dalam keheningan ruangan yang tiba-tiba terasa anyep (hambar), Hanif melihat sosok hitam berjalan masuk ke kamar mereka.

Hanif bergerak mendekati Isti, adiknya, yang juga terpaku sama seperti dirinya,... Ia langsung memeluknya, merasakan tubuhnya gemetar hebat saat sosok hitam itu perlahan-lahan menampakkan wujudnya. Kulit kurus kering dengan perut sedikit buncit, garis wajah hingga batok kepalanya...

Sosok itu, tak lain dan tak bukan adalah pak De,...

Pak De mereka yang belum lama dikebumikan,...

Ia datang dengan wujud yang sama seperti saat terakhir mereka melihatnya, pak De dengan kapas terpasang di hidung dan telinganya. Ia berjalan terlunta-lunta telanjang,... Ia berkata,

"Sinom"

Seperti menyeruak keluar dari tanah kubur,... Pak De datang menanggalkan kafan yang terpasang pada dirinya, berujar dalam suara yang tak begitu jelas, berkata bahwa ia pulang, ia rindu dengan keponakan-keponakannya.

"Pak De muleh Sinom, pak De muleh"

("Pak De pulang Sinom, pak De pulang")

***

Malam itu adalah malam tersinting,...

Saya duduk untuk menyesap segelas air putih sembari mendengar beliau. Ada banyak pertanyaan di kepala saya, mulai dari apakah yang datang benar-benar pak De mereka dan apa hubungannya dengan dosa orang tua ygan sebelumnya disebut,...?

Hanif melihat kearah saya,... Kemudian berdiri, mengajak ke salah satu kamar tepat di samping lorong. Saat pintu yang digembok itu dibuka oleh mbah Hanif, saat itulah pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala saya tak lagi ada.

SOROPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang