"giik! Giiiik! Giiik!"
"Lari! Lariiiiii!"
"Manjat ke pohon! Oy! Manjat kepohon!"
Segikan sekelompok babi huta mengundang kecemasan pada rombongan pendaki gunung yang tengah dalam perjalanan. Saat dalam perjalanan, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, mereka merasa ketakutan, sebab babi-babi itu mengepung dengan cara berkemolpok. Dalam keadaan gelap dan hujan yang lebat, para pendaki memutuskan untuk memanjat pohon yang cukup tinggi, agar mereka tidak diserang oleh babi-babi hutan itu. Mengapa babi-babi hutan bertingkah seperti itu?
Itu karena para Babi hutan sedang kelaparan. Mereka mencari makanan, dan apapun itu yang mereka temukan, mesti di makan. Kalaulah hanya satu babi saja, mungkin para pendaki itu bisa mengatasinya. Tetapi babi-babi itu membawa keluarga besarnya untuk berburu makanan. Namun, para pendaki itu bukanlah makanan yang pas untuk para babi. Karena Babi tidak memburu para pendaki, babi-babi itu memburu makanan yang dibawa oleh para pendaki tersebut. Ketika Nais benar-benar berlari saat melihat salah satu babi mengejarnya hendak menyeruduk ke arahnya. Tiba-tiba Nais terhenti, membalikkan badannya ke arah babi, langkahnya terasa berat, nafasnya terasa sesak seakan-akan semua jalan buntu, Nais tersudut di sebuah pohon yang cukup besar, dimana Sobar sudah lebih dulu berada diatas pohon itu. Sesaat babi itu semakin dekat pada Nais, kemudian Sobar mengangkat ransel yang Nais gendong sekaligus tubuh ramping Nais ikut terangkat ke atas pohon. dengan sekuat tenaganya Sobar berhasil menyelamatkan temannya Nais, jika orang sedang dalam ketakutan, mereka dapat melakukan apa saja. tanpa aba-aba, babi hutan itu menyeruduk pohon yang telah ditempati Nais dan Sobar. Dalam keadaan yang cemas dan kacau, Nais terlihat kosong dalam tatapannya untuk beberapa menit. Mereka pikir dengan mereka berada diatas pohon, mereka akan aman dan terhindar dari serangan babi hutan.
Kala itu, di bagian badan gunung yang besar dan tinggi, mereka, para pendaki itu masing-masing memanjat pohon yang cukup tinggi dan besar. Serta pepohonan lebat yang menjadikan hutan terasa lembab dan dingin, disertai hujan deras yang mengguyur para pendaki gunung. Sampai-sampai mereka basah kuyup, dari ujung rambut sampai ujung kaki termasuk ransel-ransel mereka, semuanya basah karena hujan.
Saat itu Nashry, Sobar, Abdul, Fadill, Zafir, Hamid, Ansor, ocha, Nais dan Manda, mereka benar-benar tidak tahu harus bagaimana, sebab para babi itu terus megincar mereka, sesekali menyeruduk pohon yang mereka tempati.
"Hey, mengapa kau mengincarku?"
Grutu Nais setelah Sobar mengangkatnya ke atas pohon.
"Sekarang tinggalkan aku, ayo tinggalkan!"
Sambungnya sambil menangis karena kaget dan juga takut.
"Mengapa kau tetap berada disana dan menatapku hah??! Mantanku saja sudi meninggalkanku? Lalu, kau itu apa? Tidak mau meninggalkanku!"
Lanjutnya sambil menangis dibarengi tawa.
Sobar yang berada diatasya hanya bisa bersabar dan tersenyum geli melihat temannya seperti itu.
"Heh! Kau itu menangis atau tertawa?"
Tanya sobar bermaksud menenangkan Nais yang konyol disertai tangisan dan tawanya ditengah malam.
"Kau tidak lihat! Aku menangis!"
Katanya berteriak menjawab pertanyaan Sobar yang membuat Nais kesal.
"Yah, matamu menunjukkan itu, tapi kenapa harus tertawa juga? Membuatku ragu saja..."
Nais melihat sinis ke arah Sobar yang tengah asik menggerutu tentangnya.
"Huaahaaaahaa, aku takuuut! Tolong menyingkirlah babi..."
Ringis Nais ditengah gelapnya malam disertai huja deras. Tangisan ketakutan Nais makin menjadi setelah mendengar perkataan Sobar yang seakan-akan mengejeknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adventurous Eyes [ Season 1] SELESAI✔️✔️
RandomMerelakan sesuatu dan berkorban dengan mempercayai bahwa Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik. "sejak kapan perasaan ini muncul?" "Aku... Aku tak memahami perasaan macam apa ini?" Fadill bersikeras untuk menguburnya dalam-dalam. "Awaaas...