.
.
.
Benarkah Nais akan pergi ke Eropa untuk memenuhi semua impiannya? Tentu saja, Nais benar-benar berangkat sore kemarin tanpa memberi kabar pada Fadill, yang berencana mengantarnya kebandara. Jelas saja Fadill merasa kecewa dengan itu. Sudahlah, disana juga Nais sedang belajar dan merajut mimpinya. Setelah ia kembali dua tahun lagi, itu artinya Nais akan menjadi wanita berumur 22 tahun sedangkan Fadill seorang pria yang berumur 24 tahu.
Di usia semuda itu, mereka telah menggapai mimpi masing-masing, dengan keterbatasan Fadill yang menderita kekeringan ginjal, dan Nais yang buta. Nampak jelas, bahwa mimpi harus terus dilakukan.
Ada orang yang bangun untuk mewujudkan impiannya, dan ada orang yang tidur untuk meneruskan mimpi fananya.
Hari demi hari, Fadill lewati tanpa Nais, pekerjaannya sebagai CEO membuat ia tak terlalu memikirkan keadaan sekarang.
"Mengapa, aku merasa sangat kesepian..."
Gumam Fadill lirih kesepian.
Fadill memutuskan untuk menemui dokter Patri dan berkonsultasi padanya selepas oprasi. Lagipula, ia ingin mencari tahu siapa pendonor yang rela ginjalnya diambil untuk diberikan pada Fadill.
.
.
.
"Oh, tuan CEO, kau ada disini? Seru dokter Patri menyambut kedatangan Fadill kerumah sakit.
"Iyaa, aku ingin konsultasi dan mencari tahu siapa pendonor ku waktu itu?"
"Sungguh kau tidak tau?"
"Tidaak..."
"Nais!"
"Apa? Nais? Mengapa dia?"
"Sebenarnya aku sudah berjanji padanya agar untuk tidak mengatakan apa-apa padamu, tapi sekarang dia sedang di Eropa dan saat melihat wajahmu aku jadi kasihan..."
"Astaga, kenapa kau mengizinkannya?"
"Dia sendiri yang memaksa, karena dia yakin, (tak masalah kehilangan satu ginjal, tapi pasti tuhan menggantinya dengan yang lebih...) Begitu katanya.."
"Lalu aku berbuat apa untuk Nais selama ini?"
Fadill begitu terluka setelah mengetahui bahwa pendonor nya adalah Nais temannya sendiri. Saat pertama kali Fadill menemui Nais setelah dua tahun berlalu, Nais mengetahui saat Fadill tak sadarkan diri. Dan apa yang diderita Fadill selama ini. Saat keadaan Fadill semakin memburuk, Nais memutuskan untuk mendonorkan satu ginjalnya kepada Fadill. Sejak itulah, mengapa Nais memutuskan untuk pergi ke Eropa, ia tak ingin merasakan keadaan Fadill yang nantinya akan merasa sangat bersalah padanya. Lagi pula beasiswa itu juga sangat membantu. Nais juga mendapat pendonor mata di Eropa. Apakah Nais itu malaikat? Mengapa dia begitu rela berbuat sejauh ini untuk Fadil. Yang padahal seharusnya berbuat lebih itu adalah Fadill. Begitu pikirku.
Fadill kembali ke kehidupannya dari rumah sakit itu, sekarang lamunannya terjatuh kembali pada sosok Nais yang ceria, konyol dan menyenangkan dua tahun lalu saat mendaki gunung bersama. Dengan mata indah nan bulat, ia pernah menatap Fadill dengan penuh harapan. Fadill tak mengetahui arti dari sorotan matanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adventurous Eyes [ Season 1] SELESAI✔️✔️
DiversosMerelakan sesuatu dan berkorban dengan mempercayai bahwa Tuhan akan menggantinya dengan yang lebih baik. "sejak kapan perasaan ini muncul?" "Aku... Aku tak memahami perasaan macam apa ini?" Fadill bersikeras untuk menguburnya dalam-dalam. "Awaaas...