BAB 3

357 73 10
                                    

Langkah kakimu bergegas menelusuri jalan setapak halaman keluarga D. Hari ini adalah hari terakhir sekolah karena besok sudah mulai memasuki liburan musim panas. Dengan setumpuk kertas berisi catatan tugas liburan di tangan, dirimu dengan hati berdebar mulai mengetuk pintu depan laki-laki yang paling kamu sukai, Portgas D. Ace.

"Ace! Ace! Aku datang lagi!" serumu riang, "jangan kaget kalau kali ini aku membawakan setumー"

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang gadis jangkung bersurai panjang yang menawan. Rambut silvernya yang sedikit bergelombang terikat di atas kepala. Dia asyik menguyah permen karet sambil memperhatikanmu yang tingginya jauh di bawah.

Kamu tertegun. Ya, tentu saja. Pasalnya yang sedang berdiri di hadapanmu sekarang adalah seorang anak konglomerat kaya yang digosipkan pernah hampir pacaran dengan Ace.

"Y-Yamato senpai?" cicitmu insecure.

"Huh? Kau temannya Luffy ya?" Yamato menerbitkan ekspresi galak. Kamu dibuat merinding olehnya.

"Ah, aku ... aku...," gumammu tidak jelas. Rasanya ingin sekali dirimu menghampiri Ace di dalam sana yang entah sedang apa sekarang.

"Luffy tidak ada," serobot Yamato ketus. "Kau datang lain kali saja."

Kamu cemberut. Tentu saja kamu tidak akan berhenti hanya karena kakak kelasmu yang cantik itu berdiri menghalangi pintu rumah Ace. Lagipula bukan Luffy yang kamu sedang cari saat ini, melainkan kakak tertuanya.

Yamato hampir saja menutup pintu dan berbalik, tapi gerakan cepatmu menahannya melakukan itu. Kamu sampai tidak sadar menjatuhkan tumpukan kertas yang sejak tadi susah payah kamu bawa dari sekolah.

"Aku mau bertemu dengan Ace," ucapmu tegas. "Apa dia di dalam?"

"Ada," jawab Yamato menjeda, "tapi dia tidak ingin bertemu denganmu."

Satu sambaran petir seakan menyerang punggungmu. Kamu berdiri kaku dengan wajah pucat sambil memandangi Yamato. Sementara itu yang ditatap hanya melayangkan tatapan datar.

"Tapi kenapa dia tidak ingin bertemu denganku?" tanyamu menuntut penjelasan.

Yamato mengangkat bahu. "Tidak tahu."

Matamu menatap ke arah lain sejenak sambil mengembuskan napas cepat. Lantas, kamu bersuara lagi. "Aku mau mendengarnya langsung dari Ace."

"Apa kau tidak mengerti juga? Ace tidak mau bertemu denganmu. Biar aku saja yang memberikan kertas-kertas itu padanya," cerocos Yamato sambil mengibaskan tangannya ke arahmu seakan mengusir.

"Aku begini padamu karena aku baik. Aku tidak mau melihat drama air mata saat Ace sendiri yang mengusirmu."

Mendengar kalimat kejam itu, rasa insecure-mu makin parah. Kamu pun segera memungut kertas-kertas yang tadi kamu jatuhkan dengan tangan bergetar. Sebagian dirimu menolak pernyataan Yamato, tapi dirimu yang lain mengatakan hal yang sebaliknya.

Meskipun begitu, tak satu pun memorimu yang mengatakan kalau kamu pernah berbuat jahat pada Ace.

"B-baiklah," ujarmu mengiakkan sambil menyerahkan semua catatan tugas liburan kepada Yamato. Setelah itu, kamu pun berjalan pulang seorang diri.

Diam-diam, kamu membuka ponsel pintarmu yang sudah jadi setengah butut itu dan mengirim pesan kepada Nami.

Nami, Ace membenciku :(

Air matamu seketika bercucuran. Tidak peduli sudah berapa kali kamu mengelapnya, air-air itu tak juga mau kering. Entah kenapa, dunia tanpa adanya Ace jadi terasa kelam bagimu.

Angin sore berembus pelan menerbangkan rambut bagian depan ke wajahmu. Menghalangi raut sedih yang terang-terangan terekspos ke dunia luar. Tanpa sadar, matamu yang sembab itu menatap ke arah kumpulan awan di langit jingga.

Sepertinya aku harus pergi ke festival musim panas seorang diri.

***

AmnesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang