Saat itu Tokyo sedang ditimpa musim panas. Kamu berlari tergesa setelah turun dari bus. Di belakangmu ada Nami. Dia kepayahan mengejarmu yang tidak pernah berhenti menunjukkan wajah panik. Begitu tiba di lobi rumah sakit pun, kamu masih tidak bisa mengontrol emosi.
"Di mana Ace?" tanyamu.
"Ace?" Si gadis resepsionis mengulang pertanyaanmu. Lagipula di dunia ini, orang yang bernama Ace ada banyak.
Kamu memutar bola mata malas. "Portgas D. Ace. Di mana dia?"
Si gadis resepsionis tampak ber-oh ria sambil tangannya cekatan memeriksa urutan nama pasien di komputer canggihnya. Lantas, ia pun berkata, "Dia ada di kamar nomor 102. Silakanー"
"Terima kasih!" ujarmu seraya berlari menaiki tangga darurat. Nami yang berada di belakangmu pun lebih memilih menggunakan lift dibandingkan tangga darutat. Ya, tentu saja dia harus menunggu lebih lama karena sepertinya lift sedang penuh.
Kamu berkali-kali mengibaskan rambut hitam sebahunya akibat gerah. Namun hal itu tidak membuat langkahnya berhenti. Kamu terus meniti anak tangga satu per satu. Tidak heran jika kamu sudah hapal ada di mana kamar nomor 102 itu karena dulu, kamu sangat mengenal rumah sakit ini.
Orang tuamu pernah mengembuskan napasnya di bangunan hampa ini. Jantungmu semakin berdegup kencang memikirkannya. Jangan sampai Ace juga mengalami hal yang sama.
BRAK!
Kamu menggeser pintu kamar nomor 102 dengan kasar. Di sana tidak ada seorang pun yang berjaga. Kamu sempat ingin mengirim pesan pada Luffy, tapi niat itu seketika urung saat kamu mendapati siluet seorang pemuda yang sedang duduk bersandar di dipan ranjang. Dia memandang ke luar jendela.
Kamu tahu siapa dia.
"Ace!" panggilmu.
Pemuda itu menoleh. Lantas menerbitkan senyum. "Oh, halo."
Reaksi yang terlalu biasa. Ah, mungkin Ace sedikit syok pikirmu naif.
"Ace, syukurlah kau baik-baik saja. Aku sangat mengkhawatirkanmu," ujarmu sambil berusaha mengatur napas dan debaran jantung yang kian tak terkendali.
"T-terima kasih," jawab pemuda itu.
"Bagaimana soal yang waktu itu?" tanyamu yang langsung mendapat tatapan bingung dari yang ditanya.
"Soal apa?"
"Ah, aku tahu kau itu pelupa jadi biarkan aku menjelaskannya lagi," ujarmu sabar. "Kita memang baru satu tahun saling mengenal. Lagipula aku adalah murid baru, tapi aku merasa sudah sangat dekat denganmu. Semua yang kamu lakukan padaku, aku sangat menghargainya dan lama-lama aku tidak suka saat melihat Yamato-senpai atau si galak Isca mengobrol denganmuー"
Ace mengangkat sebelah alis. Dia tampak bingung. Alhasil wajahmu pun memerah malu. Kamu sadar kamu telah berbicara terlalu banyak. Dan buruknya semua yang telah kamu katakan benar-benar jauh dari kata romantis. Kamu lebih mirip seperti seorang stand up comedy yang sedang melempar jokes recehan ke juri.
"Baiklah." Kamu mengambil napas. "Aku menyukaimu."
"Tunggu," balas Ace. "Bukankah kita baru bertemu hari ini?"
"Eh?"
"Aku bahkan belum mengenalmu."
"Eeehhhh?!"
***
Catatan kaki:
Halo, ini Nachi! Siapa yang masih ingat? :"
Maaf ya, Nachi malah update ff baru hehe. Soalnya ide ini meledak-ledak. Tapi Nachi janji akan selesaikan Grand Escape yang alhamdulillah sudah ada banyak pembacanya X)
Dukung Nachi terus yah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia
FanfictionJawaban dari perasaan itu harus terhalang akibat insiden itu. (Y/N) sekali lagi harus membuktikan perasaannya terhadap Portgas D. Ace yang terkena amnesia. Credit to Eichiiro Oda.