Di sinilah kalian sekarang. Duduk di taman yang hanya diisi beberapa orang. Kamu seketika jadi gugup karena tahu di taman itu hanya dihuni oleh pasangan saja.
Suasana di antara kalian jadi canggung. Kamu sibuk menatap layar ponsel setelah Ace menceritakan apa yang sebenarnya terjadi padamu saat kemarin. Sementara itu Ace sendiri sibuk memperhatikan topeng rubah kayu yang tadi dibelinya.
"Um, Ace?" tanyamu.
"Ya?" jawab Ace.
"Kenapa kita ke sini?" tanyamu lagi.
Ace mengembuskan napas berat. "Aku hanya ingin di sini saja. Suasananya lebih tenang."
Kamu menelan ludah. Ragu untuk berbicara meski akhirnya kata-katamu keluar juga. "Tapi di sini tempatnya orang pacaran, Ace. Bagaimana kalau kita disebut pasangan juga?"
Ace mengalihkan pandangannya dari topeng di tangan kepadamu. Dia memasang tatapan serius hingga membuatmu gugup setengah mati. "Memangnya kenapa? Kamu tidak suka kalau mereka menganggap kita begitu?" tanyanya.
"M-maksudnya?" cicitmu.
Ace tidak menjawab. Pemuda itu seketika memasangkan topeng kayu miliknya ke wajahmu tanpa permisi. Lantas, dengan gerakan lembut, dia mendaratkan ciumannya bibir topeng yang saat ini sejajar dengan bibirmu.
Kamu terdiam syok.
"Hei, aku merindukanmu," ujar Ace.
"R-r-rindu?" ulangmu.
"Ya, rindu," ujar Ace. "Apa kau bisa mengerti ucapanku yang satu itu?"
Kamu menggeleng. Tidak tahu kemana pembicaraan ini akan mengarah. Tapi yang pasti, hatimu sedang berbunga-bunga saat tahu perasaanmu berbalas. Satu hal yang kamu khawatirkan adalah, ingatan Ace yang akan menghilang jika memorinya kembali. Dengan begitu, kamu terpaksa harus memulai semuanya dari nol.
"Aku hanya takut kehilanganmu. Tolong jangan pergi terlalu lama," ujar Ace lagi. "Kau tahu, kalau kau sudah jadi milikku, Portgas D (Y/N)."
Wajahmu seketika memerah bak kepiting rebus. "T-t-tidakkah itu terlalu cepat?!"
Seberkas cahaya emas seketika menyilaukan pandangan. Tiba-tiba saja muncul sebuah cincin di jari manismu. Sedangkan kamu hanya bengong memandanginya. Terlebih saat cincin yang sama muncul di jari manis milik Ace.
Di cincin milikmu, ada ukiran nama lengkap Ace.
"Loh? Apa-apaan ini, Ace?" tanyamu heran sambil melepas topeng kayu dari wajah agar pandanganmu semakin jelas.
Namun, seketika seberkas cahaya putih menyambut matamu. Ajaib, tiba-tiba kamu sedang duduk di bangku besi berwarna putih sambil melihat pemandangan air mancur yang sama putihnya. Samar, tercium bau obat-obatan yang seakan familier.
"(Y/N)?" Ace memanggilmu. Wajahnya tampak khawatir.
Kamu kaget. Kamu pandangi pemuda itu dari atas sampai bawah. Pakaian dan penampilannya berubah. Entah kenapa Ace jadi sedikit lebih dewasa dari yang terakhir kamu lihat.
"Ace?" gumammu. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba saja sekelebat memori terekam. Di sana, kamu sedang berjalan seorang diri di tengah keramaian Shibuya. Kemudian, tiba-tiba saja ada yang mendorongmu ke arah jalan raya hingga akhirnya dirimu tertabrak mobil yang sedang melaju kencang.
Dan, saat itulah kamu mulai tersadar. Tanganmu, perlahan bergerak menyentuh kepala yang ternyata dibalut kain kasa. Lantas, dirimu tersenyum. Semua kejadian masa SMA itu sudah berakhir sejak delapan tahun lalu.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ace adalah milikmu. Begitu pun sebaliknya. Beberapa bulan lalu kalian memutuskan untuk menikah karena ternyata kalian saling mencintai.
"Kau baik-baik saja?" tanya Ace cemas.
"Aku ... sembuh, Ace," jawabmu sambil meneteskan air mata bahagia.
THE END
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia
FanfictionJawaban dari perasaan itu harus terhalang akibat insiden itu. (Y/N) sekali lagi harus membuktikan perasaannya terhadap Portgas D. Ace yang terkena amnesia. Credit to Eichiiro Oda.